Kenaikan Iuran Tak Jamin Turunkan Defisit Keuangan BPJS Kesehatan

29 Mei 2020 17:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat. Foto:  ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai aturan pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli mendatang tidaklah tepat. Menurutnya, menaikkan iuran tak menjadi jaminan persoalan defisit keuangan BPJS Kesehatan itu selesai.
ADVERTISEMENT
Kebijakan kenaikan iuran tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Apakah kenaikan iuran otomatis akan turunkan defisit? Belum tentu, kalau pengendalian biaya tidak dilakukan. Ini persoalan yang terjadi, padahal ini harus dipikirkan pemerintah,” kata Timboel dalam video conference, Jumat (29/5).
Ada pun defisit BPJS Kesehatan di 2019 sebesar Rp 15,5 triliun. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai defisit Rp 9,1 triliun.
Menurut dia, kenaikan iuran adalah suatu keniscayaan. Namun jika tak diikuti dengan perbaikan dan tata kelola akan sia-sia.
“Perpres 75 dan 64 intinya ada kenaikan iuran, kenaikan iuran itu keniscayaan, karena regulasi mengatur. Tapi masalahnya kan perbaikannya seperi apa,” jelasnya.
Petugas melayani pelanggan di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (9/3). Foto: ANATRA FOTO/M Risyal Hidayat
Timboel melanjutkan, pemerintah seharusnya bisa membereskan data peserta BPJS Kesehatan, khususnya peserta kelas III miskin atau Penerima Bantuan Iuran (PBI).
ADVERTISEMENT
“Seharusnya cleansing data dilakukan terus sehingga peserta kelas III yang miskin bisa menjadi peserta PBI yang iurannya dibayar pemerintah,” kata Timboel.
Pemerintah juga diminta untuk merevisi ketentuan satu keluarga harus satu kelas perawatan, yakni dengan membolehkan satu keluarga berbeda kelas perawatan.
Timboel juga memberikan saran agar pemerintah bisa merevisi ketentuan pembayaran iuran harus sekaligus satu keluarga, dengan membolehkan pembayaran iuran per orang.
“Membolehkan perpindahan kelas perawatan tanpa persyaratan minimal satu tahun kepesertaan di kelas tertentu. Cleansing data terus dilakukan,” tambahnya.
Dalam Perpres 64 Tahun 2020, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Juli mendatang.
Iuran peserta Mandiri kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 per peserta per bulan dan Mandiri kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per peserta per bulan. Kenaikan kedua kelas berlaku mulai Juli 2020.
ADVERTISEMENT
Sementara iuran kepesertaan Mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35.000 per peserta per bulan mulai 2021.