Kementerian ESDM Jelaskan Alasan Penghapusan Royalti Batu Bara

11 Februari 2020 19:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja mengawasi bongkar muat batu bara ke dalam truk. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja mengawasi bongkar muat batu bara ke dalam truk. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengusaha batu bara yang melakukan hilirisasi di dalam negeri bakal mencicipi insentif super ringan. Mereka bakal dibebaskan dari royalti alias setoran negara bukan pajak hingga nol persen.
ADVERTISEMENT
Usulan insentif itu berada dalam undang-undang sapu jagat alias omnibus law cipta lapangan kerja (cilaka) yang diubah menjadi cipta kerja (cika). Jika pembebasan royalti untuk perusahaan tambang batu bara disetujui, maka setoran ke negara bakal berkurang.
Pengusaha yang bisa menikmati insentif itu adalah yang melakukan gasifikasi batu bara. Mereka diminta untuk mengubah batu bara menjadi Dymethil Ether (DME) sebagai bahan baku LPG yang selama ini impor.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, pemerintah mengusulkan penghapusan royalti hingga nol persen karena proyek gasifikasi di dalam negeri terbilang mahal.
"Kalau di kita mesin dan teknologi semua beli. Jadi mahal. Ini makanya harus berikan insentif. Tapi keputusan itu ada di pemerintah (belum ada keputusan final)," kata Bambang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2).
ADVERTISEMENT
Di dalam negeri, baru PT Bukit Asam Tbk (Persero) yang memulai gasifikasi batu bara bersama Pertamina. Proyek ini membutuhkan biaya hingga USD 3,3 miliar. Bambang bilang, proyek ini mahal karena pembelian mesin dan teknologi masuk dalam biaya produksi.
Bambang membandingkan proyek gasifikasi batu bara dengan China. Negeri Tirai Bambu itu bisa memproduksi DME dari batu bara karena mesin dan teknologinya dibikin sendiri oleh mereka. Gasifikasi batu bara China bahkan bisa memproduksi BBM avtur.
Meski begitu, Bambang mengaku belum ada keputusan final atas penghapusan royalti bagi taipan batu bara itu. Kata dia, pihaknya memang diajak diskusi dengan kementerian lain untuk membahas insentif ini dalam hal kalkulasi nilai insentif.
"Pertama, royaltinya berapa. Ini Pak Menko (Airlangga Hartarto) bilang sampai nol. Lalu harga jualnya berapa dan perpajakannya seperti apa, ini belum diputuskan, masih dibahas," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Nantinya, perusahaan batu bara lainnya, terutama pemegang kontrak Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi pertama bakal menikmati insentif ini jika mereka mau hilirisasi.
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara di kawasan perairan Tanjung Emas. Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Klaim Tak Merugikan Negara
Jika pembebasan royalti untuk perusahaan tambang batu bara disetujui, maka setoran ke negara bakal berkurang. Sementara selama ini Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari batu bara mencapai puluhan triliun rupiah.
Pada 2018 saja, PNBP di sektor mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp 50 triliun yang sekitar 80 persen di antaranya berasal dari setoran pengusaha batu bara. Jika royalti ini dikurangi atau bahkan dinolkan, artinya pendapatan negara terpangkas.
Akan tetapi, Kementerian ESDM mengklaim pengurangan PNBP itu tak akan merugikan negara.
"Ya (PNBP) berkurang sedikit tapi manfaat di hilirnya besar," katanya.
ADVERTISEMENT