Kemenkeu Buka Suara soal Rencana Pembebasan Cukai Etanol untuk BBM

4 Mei 2024 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bio fuel. Foto: ThamKC/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bio fuel. Foto: ThamKC/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait rencana pembebasan cukai etil alkohol (EA) atau etanol sebagai campuran bahan bakar nabati (BBN) menjadi bioetanol.
ADVERTISEMENT
Hal ini seiring dengan percepatan implementasi bioetanol di Indonesia, menyusul pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol yang dipimpin oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyebutkan pemerintah sebenarnya sudah membuka peluang cukai etil alkohol bisa dibebaskan untuk keperluan bahan bakar.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 109 tahun 2010, pemerintah sudah mengatur pembebasan cukai atas etil alkohol yang digunakan untuk memproduksi Barang Hasil Akhir (BHA) non Barang Kena Cukai.
"Artinya, kalau EA tersebut digunakan untuk membuat bioetanol akan mendapat pembebasan atas cukai EA-nya," jelasnya kepada kumparan, Sabtu (4/5).
Nirwala melanjutkan, ketentuan tersebut harus disertai kejelasan akan subjek yang akan diberi pembebasan. Misalnya, pabrik pengolah etil alkohol harus memiliki Izin Usaha Industri (IUI).
ADVERTISEMENT
"Tentunya harus jelas subjek yang akan diberi pembebasan, misalnya harus punya IUI. Dengan ketentuan yang ada, sudah cukup untuk memfasilitasi program bioetanol," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengakui pengenaan cukai menjadi hambatan bagi percepatan implementasi bioetanol di Indonesia.
Dengan begitu, saat rapat perdana Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol, Enita menyebutkan pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu sudah mendorong pembebasan cukai untuk campuran bioetanol.
"Kemarin pada saat rapat yang tentang Merauke itu (Satgas Percepatan Swasembada Gula) dari Dirjen Bea Cukai sudah ada dan dia juga mendorong implementasi (pembebasan) cukai untuk bahan bakar," ujarnya saat ditemui di JW Marriott Jakarta, Jumat (3/5).
ADVERTISEMENT
"Jadi nanti cukainya tidak diberlakukan etanol itu, jadi kalau etanol untuk makanan minuman atau bahan baku obat itu ada cukainya dan kalau bahan bakar tidak ada cukainya," jelas Eniya.
Toyota Fortuner Flexy Fuel yang bisa tenggak bahan bakar bioetanol 100 persen atau E100. Foto: Sena Pratama/kumparan
Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah baru mengusulkan cukai tersebut dan belum ada keputusan lebih lanjut. Eniya menilai, hal ini bisa membuat harga bioetanol lebih kompetitif dari BBM konvensional.
Adapun saat ini PT Pertamina (Persero) baru menjual secara terbatas produk bioetanol Pertamax Green 95. Bioetanol tersebut memiliki kadar etanol 5 persen alias E5.
"Baru kemarin diusulkan, jadi kalau memang kita akan go untuk E5 itu harganya harus kompetitif dengan adanya pembebasan cukai. Tapi kita sangat berharap, khawatir ini pengawasannya saja," tutur Eniya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Eniya menegaskan jika ada pembebasan cukai etanol untuk bahan bakar, pemerintah perlu memperkuat pengawasan agar tidak ada penyelewengan oleh masyarakat.
Eniya menyebutkan, perhitungan Biaya Pokok Produksi (BPP) bioetanol setelah pembebasan cukai ini masih dibahas. Namun berdasarkan catatan kumparan, Pertamina sudah menghitung tarif cukai etanol untuk 1 liter Pertamax Green 95 yang memiliki kadar etanol 5 persen yakni sebesar Rp 1.000.
Sebelumnya, pembebasan cukai etanol untuk bahan bakar sudah diusulkan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Hal ini berkenaan dengan rencana Pertamina yang mulai mendorong etanol sebagai campuran BBM.
“Ini semua kami perlu support dari pemerintah, satu, pembebasan bea cukai sampai dengan investasi sampai bioetanol itu kita impor dulu. Sementara kita belum memenuhi produksi dalam negeri, kita meminta pembebasan dari pajak impornya,” ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (30/8).
ADVERTISEMENT