Jokowi Disebut Pertimbangkan Pembubaran OJK, Seperti Apa Duduk Perkaranya?

5 Juli 2020 8:39 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakai Face Shield, Presiden Jokowi tinjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi. Foto: Muchlis Jr - Biro Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Pakai Face Shield, Presiden Jokowi tinjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi. Foto: Muchlis Jr - Biro Setpres
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk mengembalikan fungsi pengawasan bank ke Bank Indonesia. Sejak berdirinya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, fungsi tersebut dijalankan oleh otoritas keuangan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, fungsi pengawasan perbankan dijalankan Bank Indonesia. Tapi sejak 2013 fungsi itu beralih ke OJK, menyusul pembentukan OJK berdasarkan undang-undang No. 21 Tahun 2011.
Mengapa Jokowi Ingin Bubarkan OJK dan bagaimana tanggapan DPR mengenai rencana ini? Berikut kumparan rangkum duduk perkara rencana pembubaran OJK, Minggu (5/7).
Jokowi Disebut Tidak Puas dengan Kinerja OJK
Berdasarkan dua sumber Reuters, Kamis (2/7), mengungkapkan pertimbangan itu muncul di tengah kekhawatiran mencuatnya masalah keuangan di tengah wabah virus corona.
Presiden Jokowi disebut tidak puas dengan kinerja OJK selama masa pandemi ini. Jika langkah itu jadi diambil, Jokowi akan melakukannya dengan menerbitkan semacam dekrit.
"BI sangat senang dengan ini. Tapi akan ada tambahan target kerjanya. Supaya BI tidak hanya menjaga nilai tukar dan inflasi, tetapi juga pengangguran," kata orang kedua, mengacu pada indikator kinerja utama Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, Bank Indonesia maupun juru bicara Kepresidenan tidak menanggapi permintaan tanggapan atas informasi ini. Demikian juga juru bicara OJK menolak berkomentar tentang isu tersebut.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso Foto: Garin Gustavian/kumparan
Pembubaran OJK Pernah Disuarakan Anggota DPR
Rencana pembubaran OJK sebenarnya pernah diutarakan Anggota Komisi XI DPR. Saat itu, dewan legislatif tidak puas dengan kinerja otoritas, salah satunya kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Eriko Sotarduga, mengatakan pengawasan OJK terhadap industri keuangan belum maksimal. Dia menilai DPR bisa saja mengembalikan fungsi pengawasan industri keuangan dari OJK ke Bank Indonesia, seperti yang terjadi pada awal mula regulator keuangan.
"Memungkinkan saja OJK dikembalikan ke BI. Di Inggris sudah terjadi, beberapa negara juga sudah terjadi. Nah ini tentu harus dievaluasi (OJK)," kata Eriko di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/1).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, pemisahan pengawasan industri keuangan dengan moneter di BI pada 2012 juga merupakan inisiasi DPR. Saat itu, fungsi pengawasan industri keuangan ditetapkan berada di OJK, sementara moneter berada di BI.
Namun dalam perkembangannya, kata Eriko, pengawasan industri keuangan di OJK dinilai tak maksimal. Bahkan beberapa perusahaan asuransi berpotensi mengalami gagal bayar.
Anggota DPR Beda Pendapat
Meski demikian, anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Demokrat, Vera Febrianty, berpendapat lain. Dia menilai seharusnya pemerintah memberikan kesempatan bagi OJK berbenah dan melakukan reformasi di lembaga tersebut.
Apalagi, usia OJK ini dinilai masih 'balita' jika fungsinya dikembalikan ke bank sentral.
"Berikanlah kesempatan OJK untuk memperbaiki diri, dia bisa melakukan reformasi, mengatasi seluruh persoalan yang ada. Kalau sudah diperingatkan tapi belum berbenah juga itu lain cerita ya, tapi saat ini paling bijak kasih mereka kesempatan evaluasi," ujar Vera kepada kumparan, Sabtu (3/7).
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, jika pengawasan bank kembali ke BI, artinya akan ada masa transisi bagi industri keuangan. Sementara di tengah pandemi saat ini, seluruh sektor tengah mengalami tekanan.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Kamrussamad, menilai rencana pemerintah ingin mengembalikan fungsi pengawasan jasa keuangan ke BI karena banyaknya masalah di industri keuangan.
Namun menurut dia, hal tersebut tergesa-gesa. Seharusnya fokus pemerintah dan lembaga saat ini adalah menangani masalah kesehatan maupun ekonomi akibat pandemi virus corona.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ekonom Puji Kinerja OJK di Tengah Pandemi
Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah, malah memuji kinerja OJK. Dia menilai masalah yang terjadi di sektor keuangan lebih disebabkan pandemi virus corona.
Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan nasional yang sebesar 22,03 persen per April 2020, masih lebih tinggi dari batas minimal 8 persen.
ADVERTISEMENT
Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross 2,89 persen dan NPL net 1,09 persen, masih di bawah threshold 5 persen.
Kecukupan likuiditas yaitu rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) per April 2020 terpantau pada level 117,8 persen dan 25,14 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
"OJK pun mengambil kebijakan melonggarkan kredit dengan restrukturisasi, ini kan mampu menahan lonjakan NPL. Kinerja OJK sudah cukup baik di tengah pandemi ini," kata Piter kepada kumparan, Sabtu (4/7).
Menurut dia, walaupun pemerintah kecewa dengan kinerja OJK, bukan alasan yang tepat untuk kembali mengalihkan kebijakannya kepada Bank Indonesia. Hal ini dinilai hanya akan menghabiskan energi dan membuat industri keuangan menjadi terdistraksi.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.