Hati-hati Banyak Fintech Ilegal Beredar, Mayoritas dari China

27 Juli 2018 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mencatat, sebanyak 227 entitas peer to peer lending (P2P) atau layanan pinjam uang langsung ilegal di Indonesia. Mayoritas fintech ilegal ini berasal dari China.
ADVERTISEMENT
Kepala Satgas Waspada Investasii OJK Tongam L. Tobing mengatakan, dari penyelidikan yang dilakukan, ada sebanyak 155 developer yang menyediakan platform fintech ilegal ini.
"Itu terdiri dari 155 developer, dan lebih dari setengah (developernya) itu dari China. Satu developer bisa punya lebih dari 2 atau 3 platform," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Jumat (27/7).
Dia menjelaskan, penulusuran entitas ilegal ini berdasarkan website, appstore, hingga playstore yang dilakukan OJK. Hal ini dilakukan sejak OJK mengeluarkan POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan peer to peer landing yang wajib mendapatkan izin dari OJK.
Angka 227 entitas ilegal ini terbilang sangat besar, mengingat peer to peer landing yang legal atau terdaftar di OJK hanya sebanyak 63 entitas.
ADVERTISEMENT
Menurut Tongam, banyaknya platform ilegal dari Negeri Tirai Bambu tersebut dikarenakan pengetatan aturan fintech peer to peer landing yang dilakukan otoritas di negaranya. Pasalnya, dulu di China, bisnis ini sangat bebas dan tak diatur.
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
Kondisi ini pun membuat pelaku usaha China melarikan pasarnya ke negara lain, salah satunya Indonesia. Terlebih saat ini untuk membuat platform merupakan hal yang mudah dilakukan.
"Di China itu sekarang ada pengetatan fintech peer to peer landing. Karena China sekarang ketat akhirnya bisa berdampak ke kita, dari sana masuk ke Indonesia dengan berbagai platform yang dimuat tampilannya dalam bahasa Indonesia," jelasnya.
Banyaknya entitas ilegal ini pun menjadi berbahaya bagi masyarakat Indonesia karena tak terdaftar di OJK, maka tak ada informasi yang jelas mengenai pegerakan bisnis dan informasi perusahaan.
ADVERTISEMENT
Jumlah nasabah dari entitas ilegal tersebut memang belum bisa dipastikan. Hanya saja melihat jumlah masyarakat yang mengunduh aplikasi platform ilegal tersebut ada sekitar 100.000.
"Kami perkirakan satu platform ada sampai 100.000 member-nya. Tapi juga belum tentu seluruhnya jadi nasabah. Jadi ini bisa mencapai jutaan juga, ini sangat potensial bisa merugikan masyarakat," katanya.
Saat ini, kata dia, memang belum ada pengaduan masyarakat atas kerugian terhadap 227 entitas ilegal tersebut. Namun, dengan melihat banyaknya jumlah masyarakat yang mengunduh platform ilegal tersebut, menunjukkan inklusi keuangan sudah baik tapi tak sejalan dengan literasi keuangan.
"Ini menunjukkan inklusi di Indonesia memang sudah tinggi, tapi tidak dibarengi literasi (keuangan), masyarakat belum peka, mereka enggak lihat daftar (entitas legal) di OJK. Hanya asal ada entitas yang muncul di aplikasi langsung diunduh," katanya.
ADVERTISEMENT