GAPKI: Larangan Ekspor CPO Bikin Tangki Pabrik Penuh, Berpotensi Stop Produksi

30 April 2022 11:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk. Foto: ANTARA FOTO/ Akbar Tado
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk. Foto: ANTARA FOTO/ Akbar Tado
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keputusan Presiden Jokowi melarang ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan bahan baku minyak goreng lainnya membuat industri hulu sawit bergejolak. Harga tanda buah segar (TBS) yang dijual petani sawit anjlok.
ADVERTISEMENT
Di pedalaman Sintang, Kalimantan Barat, TBS sawit milik petani tak diterima pabrik. Kepala Desa Semajau Mekar, Kecamatan Ketungau Hilir, Jaka Ikhsani mengungkapkan, sejumlah pabrik milik perusahaan perkebunan kelapa sawit mulai 29 April hingga 9 Mei 2022 menyatakan tidak lagi menerima TBS petani.
“Ada beberapa pabrik yang sudah menyatakan itu (menolak TBS petani sawit mandiri). Saat ini petani sedang berusaha menjajaki penjualan ke pabrik lainnya,” ungkap Jaka ketika dihubungi Hi!Pontianak, Jumat (29/4).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, hingga saat ini, pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) masih membeli TBS sawit petani mengacu ke Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018, yaitu harga TBS ditetapkan oleh Gubernur.
ADVERTISEMENT
“Dari rapat sebelumnya, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR) bilang tidak ada masalah. PKS Mitra juga seharusnya tidak ada masalah karena setiap minggu menggunakan harga TBS dari penentuan harga setiap minggunya,” katanya saat dihubungi kumparan, Sabtu (30/4).
Inti permasalahan terkait harga TBS ini, lanjut Eddy, adalah petani sawit swadaya yang menjual ke PKS yang tidak memiliki kebun. Dengan anjloknya harga TBS, PKS khawatir akan mengalami kerugian. Ia mengungkapkan rata-rata petani swadaya menjual ke pengepul, karena PKS tidak mau menerima TBS sawit dari petani dengan jumlah yang sedikit.
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit. Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Ia membandingkan jumlah petani swadaya di Indonesia lebih banyak dibandingkan petani yang bermitra. Apalagi dengan momentum menjelang lebaran, perusahaan akan menyetop penerimaan supaya tangki-tangki di PKS tidak penuh.
ADVERTISEMENT
“Tidak semua TBS sawit bisa diterima PKS. Larangan ekspor justru menyebabkan kondisi tangki PKS penuh, pasti akan terjadi stop produksi,” katanya.
Apabila petani swadaya tidak terikat dengan perjanjian kerja sama (MoU/SPK), Eddy memperkirakan klaim kerugian akan susah. Eddy mengimbau petani sawit swadaya untuk segera melakukan kemitraan dengan PKS terdekat, sehingga petani terlindungi dan mendapat harga yang adil.
“Jangan sampai tanpa perjanjian. Misalnya PKS sudah menaikkan kapasitas, tetapi petani swadaya kirim TBS sawit ke tempat lain,” pungkasnya.
****
Ikuti program Master Class, 3 hari pelatihan intensif untuk para pelaku UMKM, gratis! Daftar Sekarang DI LINK INI