GAPKI Dukung Pemerintah Bawa Kasus Diskriminasi Sawit Uni Eropa ke WTO

15 April 2019 19:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Uni Eropa. Foto: REUTERS/Francois Lenoir
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Uni Eropa. Foto: REUTERS/Francois Lenoir
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) mendukung langkah pemerintah yang berencana membawa kasus diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa ke sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
ADVERTISEMENT
Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, mengatakan saat ini pemerintah memang sedang menganalisis opsi apa yang bakal diambil untuk melawan rencana Komisi Uni Eropa yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati yang tak berkelanjutan dan merusak lingkungan (Delegated Act).
"Usaha-usaha lain juga sedang dikaji pemerintah, termasuk kemungkinan retaliasi. Tapi perlu analisa pembahasan detail. Terakhir, just in case, worst-nya ke WTO. Jadi semua usaha ini harus paralel dan konsisten dan pelaku usaha harus bisa support ini," kata dia di Menara Astra, Jakarta, Senin (15/4).
Joko menegaskan, perlawanan balik Indonesia ke Uni Eropa tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua perusahaan, tapi semua pihak yang terdampak. Pengusaha, asosiasi, dan pemerintah harus bersatu.
ADVERTISEMENT
Nilai ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Eropa sendiri sekitar 4,5 sampai 5 juta ton. Joko menyebut volume ini relatif, tidak terlalu besar atau kecil bagi pasar Indonesia jika mereka tetap melarang sawit Indonesia.
Kelapa Sawit yang sudah diambil dari pohonnya. Foto: Abdul Latif/kumparan
Tapi, yang perlu diperhatikan adalah dampak besar yang dihasilkan jika Eropa benar-benar memberlakukan aturan ini. Sebab, Eropa menjadi negara rujukan bagi banyak negara lain di dunia. Bisa-bisa, negara lain mencontoh tindakan diskriminatif Eropa terhadap sawit Indonesia.
"Kalau Eropa meloloskan ini, negara lain akan melihat dan akan makin menguatkan bahwa sawit seolah-olah tidak bagus. Belum lagi komplikasi lainnya karena perdagangan eropa di Indonesia cukup besar. Jadi ada hal yg complicated dengan berbagai cara untuk fight," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kata Joko, pemerintah juga perlu memikirkan nasib pengusaha atau investor Indonesia yang berbisnis di Eropa. Karena itu, rencana retaliasi (ancaman balik) dagang Indonesia ke Eropa juga perlu dipikirkan baik-baik.
"Termasuk aspek retaliasi, walaupun ini perlu analisa mendalam. Semua harus sama-sama dan terkonsep," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah memastikan akan mengambil langkah hukum atau litigasi, terkait rencana Komisi Uni Eropa (UE) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati yang tak berkelanjutan dan merusak lingkungan (Delegated Act).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Kementerian Perdagangan telah menyiapkan sejumlah dokumen yang diperlukan untuk proses litigasi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sehingga jika keputusan Parlemen UE menyetujui Delegated Act tersebut, pemerintah tak perlu lagi menunda waktu menyerahkan dokumen ke WTO. Adapun keputusan Komisi UE itu masih menunggu restu Parlemen UE yang akan diumumkan pada 12 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
"Tentu saja. Kami sudah siapkan, barangkali info tambahan mengenai file membawa litigasi itu di pemerintah kita di Kemendag. Setahu saya konsultasi mereka sudah dilakukan," kata Darmin usai pulang dari Brussel.