G20 Tangguhkan Utang Negara-negara Miskin, Bagaimana dengan Indonesia?

20 Juli 2020 20:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani penukaran uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran valuta asing, Jakarta. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kelompok 20 negara yang memiliki perekonomian terbesar atau G20 sepakat untuk melanjutkan pemberian keringanan pembayaran utang luar negeri (Debt Service Suspension Initiative) kepada negara-negara miskin yang terdampak COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hal itu hanya ditujukan kepada negara berpendapatan rendah (low income) yang tak lagi sanggup lagi membayar utangnya. Ini menurutnya berbeda dengan Indonesia.
Indonesia sendiri saat ini masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income). Selain itu, rasio utang luar negeri RI juga masih 36,6 persen dari PDB per Mei 2020, masih aman berdasarkan UU Keuangan Negara yang maksimal 60 persen dari PDB.
"G20 ini karena adanya COVID, maka banyak negara terutama negara low income country, yang dia kemudian defisitnya harus melonjak. Sama seperti Indonesia yang defisitnya melonjak, namun beda dengan posisi Indonesia. Yang low income country ini mungkin utangnya sudah sangat tinggi dan tidak mampu membiayai lagi," ujar Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa, Senin (20/7).
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani saat melantik Kepala BKF dan Dirut LMAN. Foto: Dok. Kemenkeu RI
Dia melanjutkan, keputusan G20 mengenai penangguhan utang luar negeri itu demi membantu beban utang negara miskin. Di saat pandemi COVID-19 ini, negara-negara tersebut dinilai sulit untuk mengumpulkan pendapatan.
ADVERTISEMENT
Adapun debat penangguhan tersebut, kata Sri Mulyani, adalah kepada negara-negara pemberi pinjaman. Seperti China, AS, dan Eropa, juga lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
"Sehingga dibahas mengenai bagaimana membantu negara miskin yang utangnya sudah sangat besar dan tertimpa COVID untuk diberikan penangguhan, atau moratorium terhadap utang mereka," jelasnya.
Sri Mulyani juga menjelaskan, negara-negara miskin itu memiliki beban utang luar negeri yang sangat besar. Pendapatan negaranya pun tak pernah naik. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam pertemuan G20 dan diputuskan untuk dapat penangguhan utang.
"Ini salah satu concern dunia, karena kita mengharapkan banyak negara bisa mengejar ketertinggalannya. Sehingga mereka bisa menjadi negara yang sejahtera atau middle income atau bahkan high income," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan G20 secara virtual pada 18 Juli lalu, yang juga dihadiri oleh Sri Mulyani dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, ada beberapa kesepakatan yang dibuat. Salah satu perpanjangan keringanan pembayaran utang bagi negara-negara miskin.
Hal tersebut bertujuan untuk melindungi nyawa, menjaga lapangan pekerjaan, membantu masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, dan meningkatkan ketahanan sistem keuangan sebagai respons terhadap penyebaran pandemi COVID-19.
"Peningkatan kerja sama tersebut dilakukan untuk mengatasi penyebaran virus dan memperkuat respons kebijakan untuk pemulihan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif," ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangan resminya.
Sebagai gambaran, utang luar negeri Indonesia hingga Mei 2020 mencapai USD 404,7 miliar atau sekitar Rp 5.956,2 triliun (kurs Rp 14.725).
ADVERTISEMENT
Utang tersebut meningkat 4,79 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu USD 386,18 miliar. Sementara jika dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar USD 400,64 miliar, ULN naik tipis 1,0 persen atau USD 4,06 miliar, sekitar Rp 59,7 triliun.
Secara rinci, utang luar negeri publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD 194,86 miliar, naik 2,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). Adapun ULN pemerintah mencapai USD 192,13 miliar atau naik 3,1 persen (yoy). Sedangkan utang luar negeri bank sentral hanya USD 2,72 miliar atau turun 7,7 persen (yoy).
Sementara utang luar negeri swasta, termasuk BUMN, mencapai USD 209,88 miliar. Angka ini meningkat 6,5 persen (yoy).
Rasio utang luar negeri Indonesia per Mei 2020 dinilai masih tetap sehat. Hal ini terlihat dari rasio ULN yang sebesar 36,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
Meski meningkat, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 89 persen dari total ULN.