Lipsus Gandum Terimbas Rusia vs Ukraina- Mie

FAO Indonesia: Perang Rusia-Ukraina Bisa Bikin Harga Mi Instan Naik (4)

24 Juni 2022 14:20 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perang Rusia dan Ukraina memasuki bulan keempat sejak berkobar pada 24 Februari 2022. Perang ini tak hanya menimbulkan kerusakan dan korban jiwa, tetapi turut berdampak pada perekonomian dan keamanan pangan dunia. Musababnya, sejumlah negara di dunia bergantung pada impor energi dan pangan dari Rusia dan Ukraina. Salah satunya Indonesia yang mengimpor sekitar 25% gandum dari Ukraina.
Gandum yang merupakan tanaman beriklim subtropis memang tak jamak ditanam di Indonesia yang beriklim tropis. Padahal, makanan olahan gandum banyak tersebar di tengah masyarakat. Sebut saja mi instan, roti, dan gorengan.
Untuk memenuhi kebutuhan akan makanan-makanan itulah Indonesia mengimpor gandum. Lantas, apa dampak perang Rusia dan Ukraina pada bahan pangan yang sehari-hari dikonsumsi masyarakat Indonesia; dan apa pula dampaknya terhadap keamanan pangan dunia?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kumparan mewawancarai Kepala Perwakilan Badan Pangan Dunia (FAO) untuk Indonesia, Rajendra Aryal. Berikut petikan wawancaranya.
Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan Badan Pangan Dunia (FAO) di Indonesia. Foto: FAO Indonesia
Menurut laporan FAO, sekitar 50 negara menggantungkan sekitar 30% impor gandumnya dari Rusia dan Ukraina. Bagaimana situasi perang kedua negara berdampak pada pangan dunia dan Indonesia?
Ini adalah krisis yang berkembang dan mempengaruhi dunia, terutama kawasan Asia-Pasifik yang ditinggali 60% populasi dunia. Setidaknya pengaruhnya ada pada tiga saluran utama:
Pertama, meningkatnya harga komoditas global, sebab Rusia dan Ukraina adalah eksportir sejumlah komoditas utama dunia seperti minyak, gas, nikel, gandum, minyak bunga matahari, dan pupuk.
Kedua, melambatnya permintaan global di tengah lonjakan inflasi, gangguan rantai pasokan, dan sentimen pasar yang lemah.
Ketiga, beralihnya investor global ke pasar yang lebih aman di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi, sehingga memicu kenaikan premi risiko di negara-negara berkembang di seluruh dunia.
Ilustrasi ekonomi saat krisis. Foto: Getty Images
Konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, defisit fiskal, meluasnya transaksi berjalan, serta meningkatnya pembiayaan di kawasan.
Konflik di Ukraina juga semakin mendorong harga komoditas global naik dari level yang sudah tinggi karena gangguan yang disebabkan oleh pandemi. Hal ini merupakan implikasi dari penghentian produksi dalam negeri, penundaan transportasi lintas batas, dan sanksi internasional. Beberapa negara, terutama negara berkembang yang miskin, mengantongi tagihan impor pangan yang tinggi, dan ini menjadi perhatian kita semua.
Gandum terlihat di ladang dekat desa Zhovtneve, Ukraina. Foto: Valentyn Ogirenko/REUTERS
Seberapa besar pengaruh perang Rusia-Ukraina terhadap terganggunya pasokan gandum dunia?
Rusia adalah pengekspor gandum terbesar di dunia, sementara Ukraina adalah yang terbesar kelima. Jika digabungkan, keduanya menyediakan 29% pasokan gandum, 15% jagung, dan 6% barli dunia. Jumlah ini mewakili hampir setengah dari ekspor sereal global. Kedua negara juga menyediakan sekitar 72% dari ekspor minyak bunga matahari global pada tahun 2020.
Konflik yang sedang berlangsung telah mempengaruhi rantai pasokan global dan kemungkinan akan terus berlanjut, menyebabkan kekurangan dan penundaan [pasokan pangan] dari wilayah Laut Hitam, lalu berdampak pada ketepatan waktu ketersediaan komoditas. Penutupan beberapa pelabuhan telah mengganggu logistik dan rantai pasokan.
Para importir kiranya perlu mencari pemasok baru. Tentunya hal ini meningkatkan waktu transit dan menyebabkan kekurangan pasokan sementara di pasar. Selain itu, menyebabkan biaya transportasi lebih tinggi karena harga energi yang meningkat, sehingga diperkirakan akan menambah biaya konsumen di pasar.
Impor gandum Indonesia 30%-nya bergantung pada Ukraina. Bagaimana gangguan suplai gandum akibat perang akan berdampak ke Indonesia?
Konflik masih bisa mempengaruhi pasar gandum Indonesia karena total produk pangan yang diimpor dari kedua negara [Rusia dan Ukraina] pada 2021 sebesar 956 juta dolar AS, di mana 98% di antaranya adalah gandum. Indonesia merupakan negara kedua dengan nilai impor gandum tertinggi di dunia. Total nilai impornya 2,6 miliar dolar AS (5,4% dari total impor gandum dunia) pada 2020.
Menurut Kementerian Perdagangan, konsumsi gandum di Indonesia meningkat dari 5,6 juta metrik ton pada 2014 menjadi 6,6 juta metrik ton pada 2020. Ukraina adalah sumber gandum terbesar kedua bagi Indonesia setelah Australia. Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa volume impor gandum dan meslin dari Ukraina mencapai 2,8 juta metrik ton pada 2021 atau setara dengan 25% dari total volume impor gandum RI.
Ketergantungan impor gandum kemungkinan akan mempengaruhi pasokan dan harga dalam negeri, dan menambah beban usaha kecil menengah (UKM) yang mengalokasikan 66% tepung terigu domestik untuk konsumsi dalam negeri. Dalam jangka pendek, menurut Kemendag, harga tepung terigu mungkin tidak terpengaruh karena ketersediaan stok gandum yang baik dari produsen tepung.
Ilustrasi Tepung Terigu. Foto: Shutterstock
Apa antisipasi jangka panjang yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghadapi kelangkaan stok gandum akibat gangguan suplai dari Ukraina?
Dalam jangka panjang, pemerintah RI kiranya perlu mencari alternatif negara pengimpor untuk menggantikan pasokan gandum dari Ukraina. Untuk menjaga pasokan gandum dalam negeri, Kementerian Perindustrian telah mengusulkan agar Kementerian Pertanian melonggarkan kebijakan izin impor gandum bagi negara-negara pengimpor gandum tertentu, antara lain India, Pakistan, Rumania, Bulgaria, dan Lithuania.
Menurut Sistem Informasi Monitoring Stok Pangan Strategis Nasional Badan Ketahanan Pangan (Kementan), Neraca Komoditas Pangan—Beras dan Jagung—pada April 2022, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional.
Ilustrasi bahan pangan. Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
Akankah gangguan suplai gandum akibat perang memicu krisis pangan di dunia dan Indonesia?
Dapat kita katakan bahwa kita tidak dalam situasi yang baik. Pandemi COVID-19 juga mendorong jutaan orang ke dalam kondisi rawan pangan. Situasi saat ini membunyikan tanda bahaya pada akses dan ketersediaan pangan di seluruh dunia, lalu mendorong lebih banyak orang ke jurang kemiskinan dan kerawanan pangan.
Krisis saat ini mempengaruhi segmen masyarakat yang paling rentan, dan ini bisa memburuk jika situasi ini berlanjut. Karena itu, kita perlu memantau situasi dengan cermat.
Perkara Gandum di Antara Perang Rusia Ukraina. Foto: kumparan
Seberapa parah efek kekurangan suplai gandum akibat perang Rusia-Ukraina bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia?
Sebagai dampak konflik yang tengah terjadi, baru-baru ini terjadi larangan ekspor gandum dari India, dan ini turut mempengaruhi harga gandum dunia, terutama di kawasan Asia dan Pasifik. Sebagian produk yang menggunakan gandum seperti mi instan, roti, dan kue-kuean bisa terdampak kenaikan harga.
Kurangnya pasokan atau kenaikan harga gandum impor dapat mendorong kenaikan harga komoditas pangan seperti mi instan. Seperti saya katakan sebelumnya, kita perlu memantau situasi karena tiap kenaikan harga gandum impor dapat mempengaruhi harga lokal di Indonesia.
Apa rekomendasi FAO terhadap Indonesia terkait dengan situasi gangguan suplai gandum akibat perang Rusia dan Ukraina?
FAO telah mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan utama yang disampaikan oleh Direktur Jenderal FAO Mr. Dongyu Qu pada 8 April 2022 dalam sesi Dewan FAO ke-159, yakni:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten