Pabrik Nikel Milik PT Vale Indonesia

Divestasi Vale untuk Merah Putih

14 November 2022 12:55 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pabrik pengolahan Nikel milik PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pabrik pengolahan Nikel milik PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Vale Indonesia bersiap untuk memperpanjang kontrak di Indonesia dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Konsesi pertambangan perusahaan akan berakhir pada 28 Desember 2025.
ADVERTISEMENT
Kontrak Karya menjadi payung hukum operasi Vale Indonesia sejak 1968. Saat itu perusahaan masih bernama PT International Nickel Indonesia atau INCO. Kemudian pada 2011, Vale Canada mengakuisisi saham induk usaha INCO sehingga untuk pengoperasian di Indonesia namanya berganti menjadi Vale Indonesia.
Proses negosiasi sudah mulai dilakukan, termasuk rencana divestasi saham sebagai salah satu syarat untuk perpanjangan kontrak. PT Vale Indonesia, yang perusahaan induknya kini berada di Brasil, sudah siap melepas 11 persen saham ke pemerintah Indonesia.
"40 persen sudah terjadi (dilepas) yaitu 20 persen yang di-floating itu dianggap sebagai Indonesian participation (publik), kemudian 20 persen di MIND ID. Tinggal 11 persen," kata Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto dalam acara Penandatanganan Perjanjian Investasi dan Kerja Sama untuk Proyek Blok Bahodopi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (6/9).
ADVERTISEMENT
Proses pelepasan 11 persen saham tersebut sudah dipersiapkan oleh pihak Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM). Keduanya merupakan pemegang saham pengendali Vale Indonesia.
Ini merupakan divestasi yang ketiga kalinya bagi Vale. Pada 1990, Vale melepas 20 persen melalui penawaran saham perdana di Bursa Efek Jakarta (Kini Bursa Efek Indonesia). Divestasi kedua dilakukan pada 2019, sebanyak 20 persen sahamnya dilepas kepada MIND ID, induk badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan.
Dalam Undang-Undang Mineral dan Batu bara atau Minerba yang terbit pada 2020, entitas tambang asing harus melepas 51 persen saham kepada pihak lokal. Sehingga, Vale masih harus melepas 11 persen sahamnya untuk memenuhi syarat itu.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, menilai divestasi 11 persen saham Vale akan menguntungkan bagi Indonesia. Dengan menjadi pemilik saham mayoritas, setidaknya pemerintah akan mendapatkan manfaat lebih seperti dividen dan manfaat ekonomi baik untuk daerah sekitar konsesi tambang, maupun ekonomi secara nasional.
"Pemerintah bisa memastikan terkait arah kebijakan perusahaan. Misalnya terkait ketenagakerjaan, hilirisasi, peningkatan nilai tambah tambang, hingga pemenuhan kebutuhan dalam negeri," kata Redi kepada kumparan.
Menurut dia, berdasarkan UU Minerba tahun 2020 diatur divestasi saham untuk pertama ditawarkan dulu ke pemerintah pusat. Jika pemerintah pusat tidak ambil, kemudian ditawarkan ke BUMN. Selanjutnya jika tidak diambil BUMN, maka harus ditawarkan kepada BUMD, baru kemudian opsi terakhir ditawarkan kepada swasta.
ADVERTISEMENT
Soal divestasi Vale, Redi mengatakan pemerintah sudah menyatakan minatnya untuk mengambil sisa 11 persen saham dengan menugaskan Inalum. Menurut dia langkah tersebut tepat karena BUMN memiliki kekuatan modal dan untuk menjaga kepentingan nasional.
"Bisa lebih settle ketika mengambil alih saham divestasi PT Vale Indonesia. Tapi sebaiknya harus melibatkan juga peran pemerintah daerah, misalnya dengan melibatkan BUMD agar ada kemanfaatan terhadap aktor lokal," ujarnya.
Namun yang pasti, kata Redi, pemerintah harus memberikan kepastian hukum untuk menjaga keberlangsungan investasi PT Vale Indonesia. Sebab, sejauh ini PT Vale Indonesia merupakan perusahaan tambang multinasional yang telah terbukti menerapkan Good Mining Practices, termasuk green mining atau pertambangan yang berbasis kepentingan lingkungan.
"Jadi saya kira bagus dengan penggunaan teknologi ramah lingkungan, kemudian kewajiban reklamasi pasca tambang. Ini menjadi strategi positif yang dilakukan oleh Vale untuk memastikan mereka tidak hanya menambang dalam rangka kepentingan ekonomi, tapi juga kepentingan sosial dan lingkungan. Saya kira Vale adalah salah satu perusahaan cukup komitmen terhadap good mining practices, terhadap green technology, dalam kegiatan usaha tambangnya,” katanya.
Aktivitas tambang nikel di PT Vale Indonesia di kawasan Harapan East, Blok Sorowako. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, menilai selama ini PT Vale Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang tidak sulit dalam melakukan divestasi sahamnya. Apalagi saham Vale Indonesia sudah beredar di bursa sejak lama.
ADVERTISEMENT
“Ya, sejauh ini berjalan lancar. Proses negosiasi dan dan divestasi berjalan lancar,” katanya.
Rizal juga mengapresiasi PT Vale Indonesia yang sangat memperhatikan aspek lingkungan. Salah satu langkah konkret yang sangat signifikan pada proses tambang yang ramah lingkungan adalah kebijakan perusahaan yang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk pasokan kebutuhan listrik.
Ada 3 PLTA yang sudah dibangun Vale yaitu PLTA Balambano, Larona, dan Karebbe dengan total kapasitas pembangkit 365 MW.
“Ini sangat mendukung langkah pemerintah dalam pengembangan green energy. Sehingga dalam operasionalnya dapat dikategorikan sebagai salah satu perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Adapun Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai selama ini proses divestasi saham Vale tidak pernah diwarnai gejolak. Perusahaan telah mengikuti aturan pemerintah untuk melakukan divestasi saham. Sehingga tidak alasan untuk mempersulit proses divestasi saham Vale.
ADVERTISEMENT
"Relatif seperti proses korporasi biasa, tidak ada keberatan dari para pihak, termasuk mungkin teman-teman di parlemen saya rasa tidak ngasih catatan khusus, sehingga bisa berjalan lebih lancar," ujarnya.
Lemhannas kunjungi wilayah operasi dan produksi Vale Indonesia di Blok Sorowaku, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto: Vale Indonesia
Menurut dia, untuk jangka pendek maupun jangka panjang keuntungan yang akan diperoleh dari divestasi adalah pemerintah memiliki kontrol untuk mengarahkan dari mulai kebijakan produksi hingga pengolahan yang dapat bermanfaat bagi dalam negeri.
“Ada kemungkinan investasinya lebih besar, karena nanti dipegang oleh pemerintah bisa ada penyertaan pemerintah juga,” ujarnya.
Manfaat untuk jangka panjang lainnya adalah untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik yang menjadi salah satu program utama pemerintah untuk menekan karbon. Sebab, kendaraan ramah lingkungan sudah menjadi isu global. Adapun nikel menjadi salah satu komponen utama dalam pengembangan kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, optimistis jika proses perpanjangan kontrak Perusahaan menjadi IUPK akan berjalan lancar. Dia meyakini pemerintah akan berlaku adil.
"Masa iya pemerintah tidak dukung, pada akhirnya pemerintah akan mempertimbangkan iklim investasi yang sehat kalau kita memenuhi semua kewajiban pemerintah pasti akan memperpanjang izin kami," tegasnya.
Febriany memastikan jika kedua pemegang saham asing yakni Vale Canada dan Sumitomo sudah siap dan yakin untuk melepas kepemilikan saham mereka di Vale Indonesia, dan pihaknya akan terus mengawal proses tersebut.
"Proses pelepasan saham tentu harus karena ini kewajiban divestasi ya jadi bukan divestasi untuk keperluan biasa, maka harus mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.
Ekspansi di Blok Pomalaa dan Bahodopi
ADVERTISEMENT
Saat ini, PT Vale Indonesia tengah bersiap melakukan ekspansi di Blok Pomalaa di Sulawesi Tenggara dan Blok Bahodopi di Sulawesi Tengah. Kedua proyek tersebut masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional atau PSN yang ditargetkan selesai dan bisa beroperasi pada 2025.
Suasana pabrik pengolahan Nikel milik PT Vale Indonesia (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
Untuk Blok Pomalaa, perseroan bekerja sama dengan Ford Motor Co dan Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou). Pabrik yang dibangun akan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang akan memiliki kapasitas produksi tahunan 120.000 ton Nikel dalam Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan nilai investasi mencapai USD 3,5 miliar.
Terkait proyek di Pomalaa tersebut, PT Vale Indonesia dan Huayou sudah meneken perjanjian kerja sama definitif, yang dilakukan pada Minggu (13/11), bersamaan dengan acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) B20/G20 di Nusa Dua, Bali.
ADVERTISEMENT
“Dengan penandatanganan ini, maka akan mengakselerasi konstruksi di lapangan. Sehingga bisa dipercepat lagi,” kata Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, di Nusa Dua, Bali.
Menurut Febriany, saat ini sudah ada lebih dari 400 pekerja di Pomalaa yang tengah mengerjakan prakonstruksi. Beberapa fasilitas seperti pelabuhan sudah dibangun. Namun, karena kapasitas produksi meningkat dari rencana awal 40 ribu ton menjadi 120 ribu ton, maka pelabuhan akan diperbesar, termasuk infrastruktur tambang dan fasilitas pabriknya.
Yang spesial dari pabrik PT Vale Indonesia di Pomalaa, kata Febriany, adalah akan memproduksi (Mixed Hydroxide Precipitate/MHP), campuran padatan hidroksida dari nikel dan kobalt. Produk ini merupakan bahan baku untuk baterai mobil listrik.
Menurut Febriany, karena produk yang dihasilkan adalah bagian dari solusi dunia dalam persoalan perubahan iklim, maka proses penambangan dan pengolahannya juga harus dipastikan mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan atau Environmental, Social and Governance (ESG).
ADVERTISEMENT
"Huayou sebagai partner kami, selaras dan sepakat untuk mengedepankan ESG dalam pelaksanaan project ini. Kami juga berkomitmen sumber energi yang diperlukan untuk proses produksi tidak akan menggunakan batu bara lagi," katanya.
Untuk di Bahodopi, PT Vale Indonesia yang merupakan bagian dari Vale S.A. mengumumkan rencananya untuk mengembangkan pabrik feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah. Ada dua mitra yang digandeng yaitu Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai).
Estimasi belanja modal (capital expenditure/capex) senilai USD 2,5 miliar untuk pembangunan pabrik. Pabrik tersebut akan menghasilkan produk hilirisasi bijih nikel (nickel ore) yaitu feronikel (besi nikel) sebanyak 73.000-80.000 metrik ton per tahun.
Proyek ini merupakan pabrik feronikel pertama di Indonesia yang dihasilkan melalui tenaga gas alam yang diharapkan dapat mengurangi emisi karbon sekitar 2 juta ton per tahun. Pekerja di Blok tersebut dipastikan sebagian besar berasal dari penduduk lokal.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten