Ilustrasi Asuransi Jiwasraya

Dirut Jiwasraya Buka-bukaan Ungkap Penyebab Prahara Jiwasraya

27 Desember 2019 19:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Hexana Tri Sasongko, rela mengisi waktu cutinya hari ini dengan datang ke salah satu tempat makan Aceh di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Berbalut kemeja merah kotak-kotak, Hexana buka suara mengenai kisruh yang terjadi di perusahaannya: gagal bayar polis Rp 13,7 triliun ke banyak nasabah.
Dia menjelaskan kronologi masalah keuangan yang membelit Jiwasraya. Prahara itu dimulai sejak 2006, mengacu pada laporan keuangan akhir Desember setiap tahunnya hingga 2008.
Hexana menjelaskan, pada 31 Desember 2006, laporan keuangan perusahaan diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Soejatna. Meski WTP, dalam laporan tersebut ekuitas atau modal perusahaan negatif Rp 3,29 triliun.
"Jadi WTP tapi rugi. Enggak apa-apa rugi, tapi diakui, gentlement. Memang kalau ruginya besar, pasti ada masalah," kata Hexana kepada awak media yang diundang, Jumat (27/12).
Setahun kemudian, tepatnya pada 31 Desember 2007, perusahaan berhasil meraih laba Rp 34,39 miliar. Meski laba, oleh KAP Soejatna, Mulyana & Rekan, perusahaan dilabeli opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
ADVERTISEMENT
Pada tahun tersebut juga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan disclaimer. Lembaga tersebut menyebut ada beberapa hal tak bisa dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan Jiwasraya pada 2007.
Pada 31 Desember 2008, ekuitas kembali merah menjadi Rp 5,7 triliun (catatan internal manajemen). Ekuitas negatif membuat laba perusahaan juga turun menjadi Rp 16,17 miliar. Oleh KAP Soejatna, Mulyana & Rekan, Jiwasraya diberikan label WDP.
"Artinya ada pos-pos tertentu yang enggak clear," lanjut Hexana.
Setahun kemudian, atau pada 31 Desember 2009, ekuitas perusahaan justru surplus Rp 800 miliar. Dalam laporan ditemukan, manajemen saat itu melakukan reasuransi sehingga kewajiban (utang/liabilitas) dicatat Rp 4,7 triliun dari yang seharusnya Rp 10,7 triliun.
Reasuransi adalah aksi Jiwasraya yang mengasuransikan produk asuransi milik perusahaan ke pihak lain. Dengan ekuitas hijau, perusahan pun bisa meraih laba Rp 356 miliar.
ADVERTISEMENT
Di sini Hexana heran, sebab tahun sebelumnya, ekuitas negatif hingga Rp 6,3 triliun (lebih tinggi dari keterangan internal manajemen yang negatif Rp 5,7 triliun).
"Kok bisa positif itu dengan reasuransi. Kewajiban turun. Reasuransi sebenarnya enggak mengurangi liabilitas. Jadi liabilitas masih negatif, tapi KAP menerima laba Rp 356 miliar," ucapnya.
KAP tahun tersebut masih diberikan oleh KAP Soejatna, Mulyana & Rekan, Jiwasraya diberikan label WTP.
Pada 2010-2012, skenario reasuransi pun berlanjut. Kinerja keuangan mentereng karena mendapatkan laba selama tiga tahun. Rinciannya, 2010 perusahaan laba Rp 204,47 miliar, pada 2011 laba Rp 394,11 miliar, dan pada 2012 laba Rp 268,19 miliar.
Opini 2010 WTP, diberikan oleh KAP Soejatna, Mulyana & Rekan. Sementara opini 2011-2012, diberikan oleh KAP Hertanto, Sidik & Rekan.
ADVERTISEMENT
Pada 31 Desember 2013, ekuitas kembali surplus Rp 1,75 triliun. Padahal semula, ekuitas negatif Rp 3,2 triliun pada 2012. Akhirnya skema reasuransi pun tidak dipakai lagi, diganti dengan revaluasi aset.
Aset-aset yang direvaluasi meliputi tanah, gedung, dan lainnya dari sebelumnya hanya Rp 208 miliar, melonjak tajam Rp 6,3 triliun. Lalu, pengakuan admitted asset yang seharusnya 15 persen dari total investasi mendapat kebijakan khusus 100 persen.
Anehnya, perusahaan mendapatkan laba Rp 457,24 miliar. Opini WTP diberikan oleh KAP Hertanto, Sidik & Rekan.
"Tapi ini kan (revaluasi) enggak menghasilkan cash flow. Malah liabilitas bertambah," kata dia.
Aksi revaluasi aset ini justru berdampak pada kinerja keuangan tahun berikutnya karena likuiditas mendesak. Di sinilah awal mula produk premi JS Saving Plan diterbitkan dengan imbal hasil 7,75 persen hingga 14 persen per tahun.
ADVERTISEMENT
"Sejak 2014 itu Jiwasraya terekspose sama likuiditas risk karena sebelumnya enggak ada profil liabilitas yang jauh tempo setiap saat yang bikin likuiditas ketat tiap tahun," ucap dia.
Karena menerbitkan JS Saving Plan dengan premi Rp 100 juta dengan imbal hasil hingga 14 persen, keuangan perusahaan selama 2014 hingga 2016 pun menghijau.
Pada 2014 misalnya, ekuitas perusahaan dilaporkan Rp 2,4 triliun karena nilai pasar aset investasi keuangan overstated (naik di atas rata-rata).
Pun pada 2015, ekuitas surplus Rp 3,4 triliun karena nilai pasar aset investasi keuangan overstated dan cadangan premi juga overstated. Pada 2016, ekuitas surplus hingga Rp 5,4 triliun dengan cadangan premi tercatat semakin besar.
"Laba 2014 tercatat Rp 661,67 miliar, pada 2015 laba melonjak jadi Rp 1,06 triliun, dan 2016 laba naik lagi jadi Rp 1,70 triliun," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menikmati ekuitas surplus dan laba tiga tahun berturut-turut, pada 2017, perusahan mendapatkan opini dari KAP PwC dengan catatan adverse atau modifikasi.
Sebab, dalam neraca keuangan (balance sheet), perusahaan mendapatkan laba Rp 360,3 miliar dan ekuitas surplus Rp 5,6 triliun tapi kekurangan cadangan Rp 7,7 triliun karena belum memperhitungkan impairment asset.
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (27/12). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Maksudnya, ekuitas yang dimiliki saat ini bukan harga penghitungan cadangan kurang dan aset belum ditinjau secara detail, dibedakan nilai aset saat dilikuidasi dengan nilai aset di market.
"Jadi kalau diperhitungkan materialnya, faktanya perusahaan rugi. (Tertulis) laba Rp 360 miliar itu belum mengakui kekurangan cadangan Rp 7,7 triliun," ujarnya.
Akibat adanya kekurangan penghitungan cadangan Rp 7,7 triliun, kata Hexana, hingga saat ini laporan keuangan tahunan Jiwasraya 2017 belum diterima oleh Kementerian BUMN. Kementerian menunggu hasil audit BPK.
ADVERTISEMENT
Akhirnya pada 2018, usai perusahaan menyatakan tak mampu membayar polis nasabah JS Saving Plan, termasuk bunganya, per Oktober tahun lalu, kinerja keuangan terganggu. Dalam laporan keuangan 2018 (anaudited), ekuitas negatif Rp 10,24 triliun dan perusahaan rugi Rp 15,83 triliun.
"Jadi sejak 2013 hingga September 2018 kita bayarkan terus polis nasabah JS Saving Plan sampai menyatakan tak sanggup (Oktober) karena likuiditas terganggu (gagal bayar)," ucap dia.
Hingga kini, laporan keuangan 2018 masih menunggu audit BPK. Jika dirunut dari 2006 hingga 2018, Hexana menyebut penyehatan keuangan perusahaan belum fundamental.
Hexana tercatat masuk pertama kali masuk ke Jiwasraya pada 2018, saat perusahaan tengah dihadang gagal bayar polis ini. Hingga kini, pihaknya masih mengupayakan mencari jalan keluar bersama pemerintah.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten