Diprotes Hotman Paris dan Inul, Kemenkeu Tegaskan Pajak Hiburan Demi Keadilan

16 Januari 2024 18:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tempat karaoke. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tempat karaoke. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah pengusaha di Indonesia protes tentang naiknya pajak hiburan, termasuk Inul Daratista yang punya tempat karaoke Inul Vizta dan Hotman Paris yang memiliki klub di Bali. Mereka keberatan pemerintah menaikkan pajak hiburan dari 25 persen menjadi paling tinggi 75 persen.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lydia Kurniawati Christyana, mengatakan salah satu alasan pemerintah menaikkan pajak hiburan karena diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.
Oleh karena itu, Lydia menilai, pemerintah perlu melakukan penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang rendah untuk meningkatkan omzet usaha.
“Penetapan tarif, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan, dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara,” kata Lydia dalam kegiatan media briefing di Kementerian Keuangan, Selasa (16/1).
ADVERTISEMENT
Lydia menekankan, pajak hiburan adalah pajak daerah. Melalui Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pemerintah pusat memberi ruang kepada pemerintah daerah, dengan memberikan kewenangan untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif pajak sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing-masing.
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
Di sisi lain, Lydia mengatakan, pemerintah juga melakukan penurunan tarif PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) jasa kesenian dan hiburan secara umum. Dari semula sebesar paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen.
Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.
Selain itu, secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Hal ini menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.
ADVERTISEMENT
“PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan,” ungkapnya.

Jenis kesenian dan hiburan meliputi:

1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu
2. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana
3. Kontes kecantikan
4. Kontes binaraga
5. Pameran
6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap
7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor
8. Permainan ketangkasan
9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran
10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang
ADVERTISEMENT
11. Panti pijat dan pijat refleksi
12. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.