BPJS Watch: Seharusnya Orang Kaya Diajak Daftar BPJS Kesehatan

28 November 2022 21:01 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) . Foto: ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) . Foto: ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat meralat pernyataannya terkait rencana bikin BPJS kesehatan khusus orang kaya. Pasalnya, pemerintah bersama dengan BPJS memiliki prioritas untuk menanggung biaya layanan tambahan bagi masyarakat yang tergolong miskin, dalam situasi yang memang benar-benar membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai Menteri Kesehatan harus mengajak orang kaya yang belum mendaftar untuk segera mendaftar di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini bertujuan agar orang kaya dapat bergotong royong dengan seluruh rakyat.
"Seharusnya Pak Menteri (Budi Gunadi Sadikin) mengajak orang kaya yang belum mendaftar untuk segera mendaftar di JKN, sehingga bergotong royong dengan seluruh rakyat," ujar Timboel kepada kumparan, Senin (28/11).
Ia juga meminta bagi masyarakat yang menunggak iuran untuk segera membayarkan tunggakan iurannya. Dengan bergotong royong, kata dia, sepanjang 2021 total penerimaan iuran mencapai Rp 143,3 triliun dengan biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk pembiayaan kesehatan seluruh masyarakat sebesar Rp 90,33 triliun.
"Ini artinya seluruh peserta termasuk orang kaya pun ikut mengiur, sehingga sepanjang 2021 terkumpul Rp 143,3 triliun dan orang kaya pun ikut mendapatkan manfaat JKN, sehingga biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan sebesar Rp. 90,33 triliun," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2021 lalu total pemanfaatan Program JKN oleh masyarakat Indonesia sebanyak 392,9 juta kunjungan. Angka ini terdiri dari kunjungan sakit sebanyak 233,1 juta dan kunjungan sehat sebanyak 159,8 juta atau secara umum rata-rata kunjungan sebanyak 1,1 juta per hari kalender.
"Jadi menurut saya dengan bergotong royong penerimaan iuran akan mampu mendukung pembiayaan Kesehatan seluruh rakyat," kata Timboel.
Menurutnya, bergotong royong dapat tidak akan membebani, karena semua ikut membantu sesama. Namun dari pernyataan Menteri Kesehatan tersebut, sudah seharusnya pemerintah didorong melakukan perbaikan regulasi sehingga masyarakat rentan pun memiliki akses dan pelayanan lebih mudah atas JKN.
Tidak hanya itu, masyarakat rentan juga dapat difasilitasi untuk mendapatkan rujukan ke provinsi atau kabupaten atau ke ibu kota negara. Sementara itu, mereka memiliki keterbatasan finansial untuk berangkat.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat jumpa pers Health Working Group Meeting G20" di Hotel Hilton, Kabupaten Badung, Bali, Senin (22/8). Foto: Denita br Matondang-Kumparan
"Hal ini tentunya berbeda dengan orang kaya yang memiliki kemampuan finansial untuk mengakses pelayanan Kesehatan di tempat lain ketika dirujuk," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sosialisasi dan edukasi tentang JKN pun harus dilakukan kepada rakyat rentan agar mereka mengetahuinya. Ia melihat semangat bergotong royong menjadi hal utama bagi bangsa ini.
Timboel meminta JKN yang dibangun oleh seluruh rakyat dengan bergotong royong jangan diganggu lagi oleh pemerintah. Pemerintah juga tidak dapat mensegregasi kembali pelayanan kesehatan berdasarkan status sosialnya, seperti di masa lalu, PNS dilayani Taspen, pekerja swasta oleh Jamsostek, TNI-Polri oleh RS TNI dan Polri.
Lalu, orang miskin hanya disajikan dengan Jamkesmas dan Jamkesda dengan anggaran secukupnya. Dengan bergotong royong di JKN, sambung Timboel, seorang jenderal dan seorang pemulung mendapatkan layanan medis yang sama.
"Bila dipisahkan lagi maka semangat kegotongroyongan terabaikan, dan Pemerintah telah melanggar konstitusi dengan kasat mata," tegas Timboel.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kehadiran program JKN adalah amanat UUD 1945, UUS SJSN dan UU BPJS. Dalam UUD 1945, jaminan sosial adalah hak konstitusional seluruh rakyat yang berada pada pasal 28H.
Sama halnya juga UU SJSN dan UU BPJS mengamanatkan 9 prinsip SJSN yang salah satunya adalah kepesertaan wajib dan gotong royong. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2018 mewajibkan seluruh rakyat ikut JKN paling lambat 1 Januari 2019.
Ilustrasi pelayanan rumah sakit dan BPJS. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Bila tidak ikut JKN maka mengacu pada PP No. 86 tahun 2013 akan dikenakan sanksi tidak dapat layanan public seperti IMB, sertifikat tanah, SIM, STNK, paspor dan layanan public lainnya," pungkas dia.
Mengacu pada UU SJSN dan Perpres Nomor 82 tahun 2018, kewajiban ikut JKN pun dikenakan kepada tenaga kerja asing yang minimal bekerja 6 bulan di Indonesia. Hal ini membuat tenaga kerja asing pun diwajibkan ikut bergotong royong, dan berhak mendapatkan manfaat JKN di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Timboel menuturkan, amanat yang dikandung UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS, Perpres adalah JKN untuk seluruh rakyat, tanpa dikaitkan dengan status sosial seseorang. Sebab, JKN adalah hak seluruh rakyat, baik rakyat yang kaya, setengah kaya atau miskin.
Peserta JKN adalah orang yang mendaftar dan membayar iuran. Pasal 16 UU SJSN mengatakan peserta berhak mendapatkan manfaat. Jadi orang kaya yang mendaftar dan membayar iuran pun berhak mendapatkan manfaat.
"Orang kaya pun membayar iuran dan bergotong royong," tutur dia.
Ia menyebutkan per akhir Oktober 2022 tercatat 238.430.655 orang atau setara dengan 87,33 persen dari total 373 juta rakyat Indonesia yang tercatat mendaftar di program JKN. Timboel merincikan setidaknya ada sebanyak 189.838.682 orang peserta aktif dan peserta non aktif 48.591.973 orang.
ADVERTISEMENT
"Tentunya masih ada sekitar 12,67 persen rakyat Indonesia yang belum terdaftar di program JKN, dan ini mungkin orang-orang kaya yang belum ikut bergotong royong di JKN, karena selama ini mereka menggunakan asuransi kesehatan swasta," tandas Timboel.