Bos Triputra Group: Rupiah Melemah Hanya Riak-riak Kecil Ekonomi RI

12 September 2018 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Theodore Permadi Rachmat saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/9/2018). (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Theodore Permadi Rachmat saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/9/2018). (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengusaha sekaligus pendiri Triputra Group, Theodore Permadi Rachmat, mengatakan kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini bukanlah masalah besar bagi perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Reuters, kurs rupiah terhadap dolar AS siang ini Rp 14.885, melemah dibandingkan pagi tadi yang sebesar Rp 14.875 per dolar AS.
Orang terkaya ke-10 di Indonesia versi majalah Forbes 2018 ini menuturkan, ekonomi Indonesia cukup kuat untuk meredam sentimen global. Hal tersebut yang membedakan Indonesia dengan negara lain yang mengalami krisis mata uang, seperti Argentina, Turki, atau Brasil.
“Asalnya kan ekonomi AS kuat. Jadi, untuk meredamnya The Fed naikkan bunga, dolar AS pun naik. Semuanya (dana) ke AS. Negara-negara yang tidak siap, seperti Argentina itu kewalahan,” ujar pria yang akrab disapa Teddy di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (12/9).
Ilustrasi menghitung uang Rupiah. (Foto: AFP/Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menghitung uang Rupiah. (Foto: AFP/Adek Berry)
Menurut dia, Indonesia termasuk negara berkembang yang telah melakukan antisipasi. Sehingga depresiasi rupiah tidak sedalam negara lain.
ADVERTISEMENT
“Tapi, Indonesia, emerging countries oke saja karena prepare. Repot ya repot, tapi oke saja kok,” lanjutnya.
Teddy juga bilang, kondisi yang terjadi sekarang jauh lebih baik dibandingkan dengan krisis yang terjadi pada 1998 maupun 2008. Dia pun menganggap, pelemahan kurs saat ini hanyalah riak-riak kecil dalam perekonomian.
“Iya, kecil, riak-riak. Beda. Sangat beda dengan dulu,” ucapnya.
Langkah pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi tekanan rupiah terhadap dolar AS juga dianggap sudah benar, seperti menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) impor pada 1.147 barang konsumsi, menunda proyek infrastruktur, hingga dari sisi moneter menaikkan suku bunga acuan.
“Sudah benar upayanya. Harus dilihat inflasinya. Kalau rendah oke. Kalau naik, baru worry,” tambahnya.
ADVERTISEMENT