LEMONILO

Bos Lemonilo Cerita Awal Mulai Berbisnis, Jual 500 Bungkus Mi Instan

29 September 2022 22:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kumparan Master Class Batch 3 bersama Co-Founder Lemonilo Johannes Ardiant. Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kumparan Master Class Batch 3 bersama Co-Founder Lemonilo Johannes Ardiant. Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
Co-Founder Lemonilo Johannes Ardiant berbagi cerita membangun perusahaan yang menjual mi instan yang sehat. Lemonilo memiliki visi untuk membuat produk sehat dengan harga terjangkau.
ADVERTISEMENT
Johannes menuturkan, pihaknya telah melakukan berbagai trial and error dalam membangun kiprah bisnisnya. Di tahun 2017, ia bersama timnya memproduksi 500 bungkus mi instan dan berjualan secara online.
“Kita tidak mulai produksi besar karena risiko investasi, ini proses menemukan product market fit. Kita mulai dengan minimum variable product atau modalnya tidak besar,” kata Johannes dalam kumparan Master Class Batch 3, Kamis (29/9).
Johannes mengaku modal usaha awal berasal dari tabungan masing-masing. Kemudian, Lemonilo mulai melirik peluang pendanaan dari modal ventura.
“Kenapa kami masuk modal ventura? Kami ingin potensi growth dan market mi instan sehat bisa cukup besar ke depan. Kami percaya naiknya pendapatan masyarakat, dan mereka ingin produk yang lebih baik,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Saat memulai bisnis, produk Lemonilo belum memperoleh izin BPOM, melainkan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Kemasan mi instan ini terbilang sederhana, hanya plastik bening dan tertempel stiker.
“Ketika mulai pertama, tidak perlu bagus banget produknya. Meski harganya lebih mahal, tapi lebih sehat. Produk awal kami sudah menunjukkan hal-hal tersebut,” katanya.
Semua produk makanan atau kecantikan yang dijual di Lemonilo telah melalui proses kurasi ketat untuk memastikan tidak ada kandungan bahan kimia berbahaya Foto: IG: @lemonilo
Produk mi instan selanjutnya dijual secara online. Johannes bersama tim langsung mengobrol dengan konsumen untuk meminta pendapat rasa produknya.
“Kami melihat data konsumen yang sudah beli sekali, apakah beli lagi. Untuk produk seperti mi instan harus berulang. Kalau beli hanya 1 atau 2 kali, ada yang salah produk,” tambahnya.
Apabila konsumen terus membeli produk, maka produk dan pasar bisa saling berkesinambungan. Menurut Johannes, pengusaha harus tahu apa yang konsumen diinginkan.
ADVERTISEMENT
“Kami berinvestasi digital besar, karena ingin punya hubungan langsung dengan konsumen sehingga bisa mengubah produk langsung dengan cepat,” ujarnya.
Contohnya, Lemonilo meluncurkan ‘Mie Pedas Korea’. Dari hasil interaksi dengan konsumen, ternyata mi instan ini terasa pedas bagi sebagian orang, sehingga Lemonilo menyesuaikan produk sesuai lidah masyarakat Indonesia.
****
Festival UMKM kumparan hadir kembali! Nantikan keseruannya di tanggal 25 - 27 Oktober 2022
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten