Bos BCA Ungkap Biang Kerok Rupiah Ambruk hingga Tembus Rp 16.200 per Dolar AS

22 April 2024 18:59 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menjadi pembicara pada BCA Wealth Summit 2023 di Jakarta, Kamis (31/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menjadi pembicara pada BCA Wealth Summit 2023 di Jakarta, Kamis (31/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA, Jahja Setiaatmadja menyatakan, melemahnya rupiah hingga ke level lebih dari Rp 16.000 per dolar AS, bukan hanya karena konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel. Ia menyatakan melemahnya rupiah karena sejumlah faktor.
ADVERTISEMENT
"Saya kurang setuju jika dikatakan itu masalah di Timur Tengah sebenarnya melemahnya rupiah capai Rp16.200- Rp16.300 (per dolar AS) lebih karena beberapa faktor," kata Jahja dalam paparan kinerja BCA kuartal I 2024, Senin (22/4).
Jahja mengatakan, menguatnya mata uang AS tersebut didorong oleh masa lebaran dan liburan. Pada periode tersebut, kebutuhan dollar sangat tinggi.
"Salah satunya di awal tahun untuk menghadapi hari raya Idul Fitri tentu para pengusaha siap membeli bahan-bahan impor juga dari row material row material yang harus disiapkan untuk produksi biasanya itu masa-masa Idul Fitri peningkatan akan lebih daripada normal jadi ada kebutuhan impor meningkat," kata Jahja.
Tak hanya itu, pada kuartal I 2024, Jahja bilang, banyak perusahaan besar membagikan dividen untuk para pemegang sahamnya. Sebagian dividen itu mengalir ke luar negeri.
Seorang Teller menghitung uang Rupiah dan Dolar Amerika Serikat di Bank Mandiri, Jakarta, Senin (7/1/2018). Rupiah ditutup menguat 1,26 persen menjadi Rp14.085 per satu Dolar AS. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Karena kita tahu juga investor dari perusahaan-perusahaan terutama perusahaan-perusahaan besar banyak pemiliknya dari asing jadi ada masalah supply dan demand," kata Jahja.
ADVERTISEMENT
Dalam kesemapatan tersebut, Jahja mengungkapkan dirinya setuju bahwa tidak adanya intervensi dari Bank Indonesia terkait kondisi saat ini. Dia mengibaratkan membuang garam ke laut, artinya jika nanti kebutuhan dolar sudah agak melemah maka suplainya masih tetap normal.
"Kita harapkan kalau nanti kebutuhan dolar itu sudah agak melemah suplainya masih tetap normal dan demandnya menurun mungkin Bank Indonesia bisa menstabilisasi kembali dollar apakah dibawah Rp16 ribu atau tidak itu tergantung situasi dan kondisi," pungkasnya.
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah sore ini menguat 23 poin (14 persen) ke Rp 16.237 per dolar AS.