Biaya Bangun Pembangkit EBT dan Transmisi Sampai 2040 Capai Rp 2.300 Triliun

6 Maret 2024 17:45 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo di Kantor Pusat PLN, Rabu (20/12/2023). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo di Kantor Pusat PLN, Rabu (20/12/2023). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT PLN (Persero) menghitung biaya untuk mengejar target pembangunan pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan gas, beserta transmisinya, bisa mencapai USD 152 miliar atau Rp 2.300 triliun hingga 2040.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan total pembangkit yang dibangun mencakup 30 gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal.
Kemudian, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 28 GW.
"Price tag-nya, dihitung kemarin sekitar USD 152 billion. Jadi kalau dikalikan Rp 15.000, sekitar Rp 2.300 triliun antara hari ini sampai 2040," ungkap Darmawan saat Road to PLN Investment Day, Rabu (6/3).
Darmawan mengatakan semakin banyak pembangkit EBT yang terbangun, maka diperlukan transmisi baru karena sumber EBT dengan lokasi permintaan atau demand listrik seringkali berjauhan.
Dia mencontohkan potensi PLTA sangat besar di Aceh, namun potensi permintaan mayoritas ada di Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta dan berbagai kawasan industri.
ADVERTISEMENT
"Maka dengan terpaksa, ini akan menjadi pembangunan transmisi dalam skala yang sangat besar, namanya green enabling transmission. Transmisinya jaraknya berapa? 3.500 kilometer, itu adalah backbone," ungkap Darmawan.
Tidak hanya transmisi dari Aceh ke Jawa, lanjut dia, perkiraan total panjang transmisi jika dihubungkan dengan daerah-daerah lain bisa mencapai 47.000 kilometer. Dengan begitu, Darmawan menegaskan akan ada pembangunan infrastruktur kelistrikan secara masif.
Meski begitu, Darmawan mengakui investasi ini tidak bisa ditopang oleh PLN saja. Berdasarkan arahan pemerintah, butuh campur tangan pihak swasta dengan porsi yang lebih besar.
"Ini sesuai arahan dari Pak Menteri ESDM, Pak Menteri BUMN, Bapak Presiden, PLN harus berubah. Di sini, porsi dari swasta adalah sekitar 60 persen, dari PLN hanya sekitar 40 persen. Itu pun yang dari porsi PLN, masih bisa dikerjasamakan dengan swasta," tutur Darmawan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan luar biasa, tetapi juga memiliki kesempatan yang juga besar. Ia menilai Indonesia memasuki fase kritis dalam proses transisi energi.
"Dengan adanya tantangan seperti ini, maka kami membangun satu forum. Forum ini adalah bagaimana PLN tidak mungkin menanggung kebanyakan ini sendiri. Are we going to bear the burden alone? The answer is no. The only way to move forward is through collaboration," ungkap Darmawan.
Adapun PLN akan menerbitkan Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2023-2033. RUPTL terbaru ini menargetkan penambahan kapasitas pembangkit berbasis EBT sebesar 31,6 GW atau 75 persen, dan sisanya pembangkit gas 10,5 GW atau 25 persen.
Dalam RUPTL 2021-2030 yang masih berlaku saat ini, rencana penambahan pembangkit EBT hanya sebesar 20,9 GW atau 51,6 persen dari total bauran energi primer.
ADVERTISEMENT