Biang Kerok Beras Mahal: Persaingan Harga Pengusaha-pengusaha Besar

7 Desember 2022 12:12 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang beras di PD Pasar Kramat Jati Jaya, Jakarta Timur. Foto: Alfadillah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang beras di PD Pasar Kramat Jati Jaya, Jakarta Timur. Foto: Alfadillah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso membeberkan penyebab melonjaknya harga beras.
ADVERTISEMENT
Sutarto menjelaskan, salah satu pembentuk harga di lapangan adalah bantuan sosial pemerintah berupa BPNT atau Bantuan Pangan Non Tunai.
"Karena BPNT tidak melalui satu pintu, ini juga yang menyebabkan di lapangan terjadi persaingan pengadaan beras," kata Sutarto pada saat RDPU dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (7/12).
Tak cuma itu, Sutarto mengamati adanya penggilingan-penggilingan besar dengan modal kuat cenderung berani membeli lebih mahal dari penggilingan lain.
Perpadi mencatat, di Indonesia terdapat sekitar 169 ribu penggilingan, dan lebih dari 160 ribu atau 95 persen adalah penggilingan-penggilingan kecil.
"Sehingga apa yang terjadi, penggilingan padi kecil berada pada posisi yang mati suri. Banyak yang tidak bekerja meski pada umumnya penggilingan padi kecil bekerjanya 53 persen hanya bekerja 3-6 bulan," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Produktivitas yang Turun Tiap Tahun

Pedagang beras di PD Pasar Kramat Jati Jaya, Jakarta Timur. Foto: Alfadillah/kumparan
Melesatnya harga beras juga disebabkan faktor jumlah pasokannya yang terus menyusut dari tahun ke tahun. Kebutuhan beras nasional rata-rata per bulan adalah 2,5-2,6 juta ton. Sutarto mengatakan, setiap tahun produktivitas beras di Indonesia terus menurun.
Perpadai mencatat, pada 2018 ada 4 bulan periode produksi beras mengalami defisit, kemudian pada 2019 bertambah 5 bulan, 2020 bertambah lagi sebanyak 6 bulan, 2021 sebanyak 9 bulan, dan pada 2022 ini diperkirakan terjadi minus 8 bulan.
"Artinya pada waktu bulan itu produksinya di bawah kebutuhan. Ini yang perlu dicermati betul kenapa akhir-akhir ini terjadi pergerakan harga beras," kata Sutarto.
Adapun saat ini wacana importasi beras kian kencang. Dalam RDP Komisi IV DPR pada 23 November lalu Kementerian Pertanian menyebut pasokan beras yang ada di penggilingan pada minggu ke-4 bulan Oktober ada 1,8 juta ton beras.
ADVERTISEMENT
Dari angka itu, sebanyak 351 ribu ton beras tervalidasi bisa diserap Bulog, untuk memenuhi target 1,2 juta ton di akhir tahun. Namun, validasi Bulog menyebut pasokan beras yang tersedia di lapangan jauh di bawah data yang dipaparkan Kementan.
Hingga Selasa (6/12) pagi, pasokan beras yang bisa diamankan Bulog sebanyak 634.856 ton, kurang dari 1,2 juta ton beras yang ditargetkan di akhir tahun untuk stabilitas nasional.