BI: Perbaikan Defisit Transaksi Berjalan Belum Signifikan di 2019

24 Agustus 2018 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Indonesia (BI) memperkirakan perbaikan defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) di tahun depan tidak akan besar. Namun demikian, bank sentral masih akan menjaga CAD di level aman 2,5-3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
Adapun selama kuartal II 2018, CAD mencapai USD 8 miliar atau 3 persen terhadap PDB, jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar USD 5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap PDB.
Secara kumulatif semester I ini, CAD mencapai USD 13,7 miliar atau 2,6 persen terhadap PDB. Angka ini terbilang masih aman, sebab masih di bawah 3 persen terhadap PDB.
"Ke depan perbaikan CAD mungkin tidak besar, kalau dibiarkan akan lebih dari 3 persen. Tapi kami akan tetap berupaya menjaga dibatas aman, 2,5-3 persen terhadap PDB," ujar Kepala Divisi Asesmen Makroekonomi BI Fadjar Majardi di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (24/8).
Menurut dia, di tahun mendatang laju ekspor masih tumbuh, namun belum signifikan. Sementara laju impor juga masih tinggi.
ADVERTISEMENT
"Ekspor tumbuh, tapi kurang baik. Tapi domestik demand yang tinggi justru sebabkan impor tinggi," katanya.
Pelatihan wartawan ekonomi di Manado. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatihan wartawan ekonomi di Manado. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
Fadjar menjelaskan, transaksi berjalan yang defisit tersebut bukanlah suatu hal yang buruk. Sebab di negara maju pun, masih terjadi defisit neraca perdagangan sehingga adanya CAD tak bisa dihindari.
"CAD sesuatu yang sebenarnya tidak apa-apa, tapi ya apa-apa juga karena investor lihat. Sehingga CAD ini sesuatu yang harus dijaga," katanya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, untuk membuat kebijakan yang dapat mendorong modal asing masuk saat ini cukup sulit, akibat kondisi ketidakpastian global. Apalagi, Indonesia masih menganut sistem devisa bebas.
Untuk mempersempit laju CAD, pemerintah telah mengimbau para eksportir untuk menaruh dan mengkonversi devisa hasil ekspornya ke dalam bentuk rupiah. Namun, pemerintah tak bisa berbuat lebih memaksa lagi karena hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
ADVERTISEMENT
"Kita susahnya ada regulasi devisa bebas. Kalau mau, kita bisa reformasi untuk membuat devisa masuk. Tapi kondisi ini lebih mudah saat siklus sedang booming. Sebaliknya saat kondisi sekarang, perubahan regulasi struktural akan dianggap negatif oleh pasar," jelasnya.