Belanja di E-Commerce Akan Kena Bea Meterai Rp 10 Ribu, Ini Kata Asosiasi & YLKI

13 Juni 2022 7:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi e-commerce, salah satu teknologi yang memudahkan perempuan menjalani perannya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi e-commerce, salah satu teknologi yang memudahkan perempuan menjalani perannya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah akan mengenakan bea meterai untuk syarat dan ketentuan tertentu (term and condition/T&C) pada platform digital, termasuk e-commerce. Adapun biaya yang akan dikenakan oleh pemerintah senilai Rp 10.000.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA Bima Laga menganggap rencana pemerintah mengenakan bea meterai Rp 10.000 untuk syarat dan ketentuan bakal menghambat pertumbuhan perekonomian digital Indonesia.
Bima mengaku sudah mengikuti wacana terkait meterai elektronik di UU Bea Meterai sejak diundangkan tahun 2020. Sejak saat itu, kata Bima, pihaknya telah menyampaikan masukan agar regulasi ini selaras dengan pertumbuhan
“Penerapan meterai elektronik pada syarat dan ketentuan atau terms and condition akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global,” kata Bima kepada kumparan, Minggu (12/6).
Bima menjelaskan T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform yang berfungsi menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital. Namun, pemerintah menganggap bahwa T&C merupakan dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU 3 tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Menurut Bima, hal itu akan berdampak menciptakan hambatan atau barriers kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan.
"Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp 10.000 terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku aja belum sudah harus bayar meterai,” ujar Bima.
Selain itu, apabila sudah diterapkan e-meterai, maka Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pada platform digital. Ia menganggap langkah itu secara signifikan akan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global.
Bima merasa pengenaan bea meterai saat belanja di e-commerce juga tidak sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan sebanyak 30 juta UMKM go digital sampai tahun 2024.
Bima merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai karena dampaknya yang cukup masif dalam menghambat digitalisasi.
ADVERTISEMENT
“Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat,” tutur Bima.

Aturan Bea Materai Harus Disosialisasikan

YLKI Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) minta pemerintah mensosialisasikan rencana kebijakan baru dengan mengenakan bea meterai Rp 10.000 untuk syarat dan ketentuan tertentu pada platform digital, termasuk e-commerce.
Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, mengatakan sosialisasi tersebut agar para pelaku industri dan konsumen tidak kebingungan saat kebijakan baru itu diterapkan. Sehingga implementasinya juga bisa maksimal.
“Selain sosialisasi pemerintah atau Dirjen Pajak perlu bicara ke pelaku industri dan konsumen terkait kebijakan baru ini, ini agar konsumen dan pelaku marketplace nya nggak bingung juga,” ujar Sudaryatmo, kepada kumparan, Minggu (12/6).
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, Sudaryatmo juga mempertanyakan apakah bea meterai tersebut hanya berlaku pada platform digital yang ada di Indonesia saja atau sebaliknya.
“Yang harus jelas itu berlaku di platform Indonesia saja apa semua platform (di luar Indonesia) seperti Amazon itu kan ada syarat dan ketentuannya juga,” kata Sudaryatmo.