Banyak Bandara Kecil Sepi Imbas Pandemi, Jokowi Diminta Tunda Bangun yang Baru

19 Agustus 2021 11:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangunan Bandar Udara Jenderal Besar Soedirman Wirasaba di Purbalingga tahap III. Foto: Dok. BUMN
zoom-in-whitePerbesar
Pembangunan Bandar Udara Jenderal Besar Soedirman Wirasaba di Purbalingga tahap III. Foto: Dok. BUMN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana Presiden Jokowi membangun 6 bandara baru di tengah masih berlangsungnya pandemi disoroti. Jokowi menyampaikan proyek 6 bandara baru ini masuk dalam Nota Keuangan 2022 di sektor infrastruktur.
ADVERTISEMENT
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center Arista Atmaji menilai, rencana tersebut tidak tepat untuk direalisasikan saat ini. Sebab menurutnya, dunia penerbangan masih menghadapi situasi tak menentu.
"Efek pandemi ke bisnis penerbangan belum pasti sampai kapan. Perkiraan saya COVID-19 baru benar-benar bersih jadi endemi biasa perlu waktu 3 tahun. Jadi setelah 2024 baru bisa gerak ekspansi bangun bandara baru," jelas Arista kepada kumparan, Kamis (19/8).
Bila tetap dipaksakan dalam waktu dekat, ia khawatir nasib bandara-bandara tersebut nantinya tak jauh berbeda dengan bandara-bandara yang sudah ada sekarang: sepi dan mati suri.
Arista mencontohkan beberapa di antaranya yang cukup terdampak pandemi, seperti Bandara Kertajati. Selain itu ada juga bandara lainnya seperti Bandara Pondok Cabe.
ADVERTISEMENT
"Nasib bandara kecil yang ada juga sepi. Misal Bandara Tasikmalaya, Bandara Jember, Bandara Banyuwangi, Bandara Sumenep, Bandara Beuneur Meuriah Aceh juga sepi," sambungnya.
Pendapat senada juga disampaikan pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah. Pembangunan bandara baru tak banyak berdampak pada pemulian ekonomi di tengah pandemi.
Presiden Jokowi bersama rombongan terbatas saat akan berangkat kunjungan kerja ke Jatim di Bandara Halim Perdanakusuma. Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Alih-alih membuka lapangan kerja baru, proyek infrastruktur besar-besaran dan jangka panjang itu menurutnya, berisiko bakal meningkatkan beban utang.
"Menurut saya pembangunan infrastruktur seperti itu kan bisa di-pending dulu. Yang penting sekarang bagaimana menyelamatkan kondisi di Indonesia, konteksnya penanganan COVID-nya sendiri, kedua pembangunan manusianya," tutur Trubus.
Trubus juga menyoroti lebih besarnya porsi anggaran infrastruktur ketimbang alokasi kesehatan di 2022. Adapun anggaran infrastruktur yang disiapkan mencapai Rp 384,8 triliun. Sementara anggaran kesehatan adalah sebesar Rp 255 triliun.
ADVERTISEMENT
Pembangunan bandara baru, kata Trubus, akan terlalu jauh dari kata bisa mempercepat pemulihan ekonomi. Dia lebih menyarankan niatan mendatangkan investasi itu dilakukan dengan lebih berfokus ke pabrik-pabrik industri sesuai dengan keinginan UU Cipta Kerja.
"Jauh lebih penting membangun publiknya, memberikan bansos, lapangan pekerjaan, mendatangkan investasi bukan dalam konteks infrastruktur. Kita ini utangnya sangat banyak, Rp 6.500 triliun itu sudah net, peringatan BPK harusnya diperhatikan. Jangan sampai pemerintah enggak mampu bayar," tutur Trubus.