Bank Indonesia: Lelang SRBI Tembus Rp 296 T di Awal Tahun

17 Januari 2024 20:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti mata uang rupiah palsu saat rilis pengungkapan kejahatan mata uang palsu di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/3/2022). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti mata uang rupiah palsu saat rilis pengungkapan kejahatan mata uang palsu di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/3/2022). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Indonesia (BI) mencatat lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) tembus Rp 296 triliun dan USD 896,50 juta per 16 Januari 2024.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, SRBI sudah secara aktif diperdagangkan di pasar sekunder. Hal itu tercermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp 75,44 triliun.
Sementara untuk lelang Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) yang diterbitkan sebagai instrumen moneter valas nilainya tembus USD 244 juta.
"Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market yang telah diterbitkan selama tahun 2023, yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI untuk memperkuat upaya pendalaman pasar uang. Serta mendukung aliran masuk ke dalam negeri," kata Perry dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Rabu (17/1).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan sambutan saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2023 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/8). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Perry melanjutkan, pihaknya terus berinovasi dalam menerbitkan instrumen moneter untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.
Di sisi lain, BI mencatat nilai tukar rupiah per 16 Januari relatif stabil. Adapun rupiah mengalami depresiasi sebesar 1,24 persen dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023.
ADVERTISEMENT
"Ke depan, nilai tukar rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat. Perkembangan ini akan didukung oleh meredanya ketidakpastian global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju, dan menurunnya tekanan penguatan dolar AS," ujarnya.