Bank Dunia Sebut Subsidi Energi RI Perlu Dihapus, Ekonom: Cukup Dievaluasi

17 Februari 2024 18:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertamina pastikan stok Pertalite dan Solar aman. Foto: Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Pertamina pastikan stok Pertalite dan Solar aman. Foto: Pertamina
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi merespons, pernyataan Bank Dunia yang menyebut subsidi energi Indonesia tidak efektif dalam menurunkan angka kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Fahmy bilang, subsidi energi berperan hanya pada pengurangan beban masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah, meskipun tidak menurunkan angka kemiskinan.
“Kalau dihapuskan berisiko karena terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan berpengaruh pada biaya distribusi sehingga memicu inflasi, maka harga kebutuhan naik, rakyat yang seharusnya menerima subsidi tadi justru harus menerima beban kenaikan harga,” tutur Fahmy kepada kumparan pada Sabtu (17/2).
Meskipun, di lain sisi Fahmy juga sepakat dengan Bank Dunia yang menyebut subsidi energi di Indonesia tidak tepat sasaran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah membuka kerugian negara perihal ketidaktepat sasaran subsidi energi khususnya untuk subsidi BBM RON 90 Pertalite, solar dan gas LPG 3 kg mencapai Rp 90 triliun.
ADVERTISEMENT
“Permasalahannya salah sasarannya sangat besar sekali, Sri Mulyani pernah menyinggung sekitar Rp 90 triliun untuk salah sasaran Pertalite, Solar dan gas 3 kg,” tambah Fahmy.
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi. Foto: Dok. Istimewa
Menurutnya pemerintah baik presiden ataupun menteri bisa mengeluarkan aturan tegas terhadap penerima BBM subsidi yang hanya diperuntukkan bagi pemilik sepeda motor, angkutan barang dan orang.
“Dengan pembatasan itu kan kenaikan harga bagi kendaraan pribadi itu harga BBM-nya naik, tapi ini dengan meminimalkan dampak terhadap inflasi (daripada menaikkan harga BBM subsidi),” saran Fahmy.
Sebelumnya, Bank Dunia menyebut, program subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak lebih efektif menurunkan angka kemiskinan dari bantuan sosial (bansos) dan jaminan sosial yang dilakukan pemerintah Indonesia.
"Bantuan sosial tidak hanya lebih efisien untuk mengurangi kemiskinan tetapi juga sangat progresif dalam mengurangi ketimpangan," demikian tertulis dalam laporan World Bank dikutip di Jakarta, Selasa (9/5).
Petugas melayani pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi
Bank Dunia juga melihat program bansos dapat mengurangi dampak buruk pengangguran hingga kesehatan bagi masyarakat kelompok ekonomi bawah. Meski begitu, program tersebut diberikan pemerintah hanya menyasar pekerja formal saja.
ADVERTISEMENT
"Diperlukan adanya sistem bantuan sosial uang lebih responsif dan perluasan cakupan jaminan sosial, termasuk bagi pekerja informal," terang Bank Dunia.
Lebih lanjut, laporan tersebut juga mengkritisi program subsidi energi BBM yang disebut tidak efektif dan terlalu mahal. Sehingga membebani keuangan Indonesia. Bahkan, subsidi BBM disebut tidak tepat sasaran.
"Subsidi energi mahal dan tidak efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Program subsidi BBM hanya mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 2,4 poin persentase," ungkap Bank Dunia.
Bank Dunia mencatat, sepanjang 2022 angka kemiskinan di Indonesia mencapai 16 persen dari total penduduk. Dengan asumsi pendapatan di bawah USD 1,90 per hari atau setara dengan Rp 28.032 (Kurs Rp 14.754).
"Bank Dunia menyarankan untuk menghapus subsidi energi dan pertanian. Untuk dapat meningkatkan sumber daya fiskal lebih lanjut," pungkasnya.
ADVERTISEMENT