Arkora Hydro Bakal IPO, Buka Harga Kisaran Rp 286-Rp 310 per Saham

21 Juni 2022 14:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers PT Arkora Hydro bakal melakukan penawaran umum perdana (Initial public offering/IPO) di Jakarta, Selasa (21/6/2022). Foto: Ghinaa R/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers PT Arkora Hydro bakal melakukan penawaran umum perdana (Initial public offering/IPO) di Jakarta, Selasa (21/6/2022). Foto: Ghinaa R/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Emiten pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), berencana melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) sebanyak 579.900.000 saham baru pada 4-6 Juli 2022 di Bursa Efek Indonesia (BEI).
ADVERTISEMENT
Direktur Utama ARKO Aldo Artoko mengatakan, jumlah saham perseroan yang ditawarkan itu mewakili 20 persen dari modal ditempatkan dan disetor ARKO setelah IPO.
“Harga saham ARKO yang ditawarkan kepada publik berada di rentang Rp 286 sampai Rp 310 per saham,” katanya di Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Selasa (21/6).
IPO ini didahului dengan penawaran awal (book building) pada 20-28 Juni 2022. Aldo menyebut dana segar yang berpotensi diraup ARKO antara Rp 165,85 miliar sampai dengan Rp 179,77 miliar.
Menurut Aldo, ARKO akan menggunakan dana hasil IPO ini untuk dua keperluan. Pertama, sekitar 63 persen digunakan untuk tambahan investasi pada anak perusahaan yang akan dimaksimalkan untuk pengembangan proyek-proyek EBT ke depannya, yaitu 54 persen di PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), 29 persen di PT Arkora Energi Baru dan 17 persen di PT Arkora Tenaga Matahari. Kedua, sekitar 37 persen akan digunakan untuk pelunasan kewajiban jangka pendek.
ADVERTISEMENT
Saham ARKO akan dicatatkan di BEI pada 8 Juli 2022. Aldo berharap, dapat menerima pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk IPO pada 30 Juni 2022. Penjamin pelaksana emisi efek dalam IPO ARKO, yakni PT Lotus Andalan Sekuritas dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.
Aldo optimistis bisnis EBT masih memiliki potensi besar di Indonesia, bahkan dalam teknologi yang sudah matang seperti hidro, surya dan angin. Kehadiran hydro sudah kompetitif dengan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
"Pemanfaatan potensi EBT masih jauh di bawah 10 persen," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aldo mengemukakan, kapasitas energi yang digunakan setiap tahun dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Sebagian komponen utamanya atau lebih dari 60 persen berasal dari PLTA. Total kapasitas terpasang pembangkit berbasis energi terbarukan pada periode 2015-2020 mengalami peningkatan sebesar 22,93 persen.
ADVERTISEMENT
Masih berdasarkan data Kementerian ESDM, demikian Aldo, potensi elektrifikasi pembangkit listrik tenaga surya atap di Indonesia mencapai 32,5 GW. Hingga Juli 2021 total kapasitas terpasang baru mencapai 35,56 MW. Artinya, baru mencapai 0,1 persen dari total kapasitas yang diproyeksikan.

Proyek EBT Arkora Hydro

Proyek Cikopo, PLTA milik Arkora Hydro yang terletak di Garut, Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 7,4 MW. Foto: Arkora Hydro
Bermodalkan pengalaman di bidang EBT, Arkora Hydro berencana mencari peluang akuisisi. Tidak hanya itu, perseroan juga aktif mencari proyek hydro berpotensi besar di atas 25 MW.
Arkora Hydro telah menyelesaikan pembangunan proyek mini hydro Cikopo-2 dengan total biaya USD 1,65 juta/MW.
"Cikopo-2 merupakan pembangkit listrik berkapasitas 7,4 MW yang dimiliki dan dioperasikan oleh Arkora Hydro," pungkasnya.
Selain itu, pengerjaan proyek Tomasa menelan biaya investasi USD 1,75 juta/MW. Biaya investasi ini di bawah rata-rata industri sebesar USD 2,2-2,5 juta/MW. Proyek Tomasa merupakan pembangkit listrik berkapasitas MW.
ADVERTISEMENT
“Proyek ini milik Arkora Hydro melalui anak usahanya, yaitu PT Arkora Sulawesi Selatan. Tomasa proyek memasuki tahapan commercial operations date (COD) pada bulan Maret 2020,” lanjut Aldo.
Adapun proyek Yaentu di Poso, Sulawesi Tengah sedang dalam konstruksi. Proyek Yaentu dengan kapasitas 10 MW ini dikembangkan oleh PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), anak perusahaan tidak langsung milik Arkora Hydro.
“Proyek ini sedang dalam pengerjaan. Hingga Maret 2022, proses pengerjaan proyek telah mencapai 50 persen. Proyek ini ditargetkan memasuki tahapan COD pada triwulan I 2023,” imbuhnya.
Perusahaan yang memiliki 14 anak usaha dan enam anak usaha tidak langsung ini juga sedang melakukan konstruksi PLTA WKS-2 di Lampung, Sumatera dengan kapasitas 5,4 MW. Proyek PLTA ini ditargetkan beroperasi pada triwulan IV 2024. Dalam jangka waktu empat tahun ke depan, perusahaan di bidang EBT ini berencana memiliki sekitar 125 MW dari hydro power yang beroperasi.
ADVERTISEMENT