APPBI: Akibat Inflasi, Daya Beli Masyarakat Menengah ke Bawah Turun 20 Persen

13 Oktober 2022 16:50 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Lippo Mall Kemang. Foto: E Dewi Ambarwati/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lippo Mall Kemang. Foto: E Dewi Ambarwati/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan dampak dari inflasi terhadap daya beli masih terasa terutama bagi pelaku industri ritel dan pusat belanja.
ADVERTISEMENT
Menurut Alphonzus Widjaja, dampak inflasi lebih dirasakan oleh masyarakat yang berada pada kelas menengah ke bawah, daya beli mereka turun hingga 20 persen.
"Kalau kelas menengah ke bawah turunnya bisa sekitar sampai 20 persen. Saya kira 20 persen cukup besar, tapi saya yakin hanya berlangsung 1 hingga 2 bulan," ujar Alphonzus di InterContinental, Kamis (13/10).
Ia memprediksi situasi itu tak akan berlangsung terlalu lama, hanya berkisar 1 sampai dengan dua bulan. Apalagi, saat ini sudah memasuki bulan Oktober, sehingga pemulihan daya beli masyarakat diharapkan membaik pada Desember mendatang.
"Penurunan daya beli memang sangat terasa, tapi kami memprediksi hingga Desember sudah mulai stabil," kata dia.
Menurut Alphonzus, kondisi pusat perbelanjaan memang sedang memasuki musim low season. Situasi ini kian diperparah akibat adanya inflasi.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, dia optimistis setelah Natal dan Tahun Baru daya beli kembali meningkat. Adapun ancaman resesi pada 2023, Ia menilai tidak akan memberikan dampak yang terlalu signifikan pada industri ritel dan pusat belanja.
Hal tersebut ditopang oleh perdagangan dalam negeri Indonesia yang masih jauh lebih kuat. Pasalnya, perdagangan domestik atau rumah tangga menurutnya masih mendominasi, sekitar 54 persen dari total perekonomian Indonesia.
"Jadi memang di dunia dampaknya pasti akan sangat terasa apalagi negara-negara tetangga yang perdagangan dalam negerinya tidak sekuat seperti Indonesia. Indonesia dengan 270 juta penduduk. Ini yang harus didorong supaya dampak globalnya tidak terlalu terasa," ungkapnya.
Alphonzus menambahkan, Indonesia memiliki keuntungan dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga ancaman resesi cukup dihadapi dengan penguatan sektor perdagangan domestik.
ADVERTISEMENT
Ini terbukti ketika terjadi resesi Amerika Serikat pada 2008. Kala itu, dampaknya terhadap perekonomian, khususnya industri ritel dan pusat belanja relatif aman karena perdagangan dalam negeri kuat.
Pengusaha Mal Minta Pemerintah Dorong Perdagangan Dalam Negeri
Ilustrasi belanja di tengah wabah corona. Foto: Nugoro Sejati/kumparan
Ia juga meminta agar pemerintah mendorong perdagangan dalam negeri, salah satunya dengan melakukan berbagai relaksasi. Ia melihat, apabila perdagangan dalam negeri kuat, maka pelaku usaha akan merasa optimistis di tengah ancaman krisis global.
"Pemerintah harus banyak mendorong, kalau pun harus melahirkan regulasi, regulasi yang kondusif khususnya untuk mendorong perdagangan dalam negeri, UMKM harus didorong," pungkasnya.
Untuk itu, Alphonzus berharap pemerintah mampu menciptakan iklim yang kondusif dengan tidak membuat peraturan yang memberatkan. Namun, kalau pun harus ada peraturan baru sebagai respons terhadap ancaman krisis, Ia ingin agar regulasi didorong dengan lebih kondusif.
ADVERTISEMENT
" Jadi jangan membuat peraturan-peraturan yang membuat situasi lebih berat," imbuh dia.
Ia juga akan terus mendorong pemerintah menerapkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) demi menciptakan iklim usaha dalam negeri yang tahan akan ancaman resesi global tahun depan. Sebab, UU Ciptaker merupakan hasil kerja keras bangsa ini selama bertahun-tahun.
"Kita dorong bagaimana implementasi daripada UU Ciptaker. Itu sebetulnya sudah mengakomodir segala kemudahan di dalam berusaha," ujarnya.