Alokasi Dana APBA Rp 2,7 Miliar Untuk Kadin Aceh Jadi Sorotan Publik

14 November 2019 14:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengalokasian anggaran untuk kebutuhan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Aceh sebesar Rp 2,7 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Perubahan 2019, kini tengah menjadi sorotan publik di Aceh. Pasalnya kucuran anggaran untuk lembaga non-pemerintah itu dinilai telah membebani anggaran daerah.
ADVERTISEMENT
Alokasi dana tersebut untuk pengadaan 18 item barang yang dilakukan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, mulai dari kendaraan operasional hingga pengadaan kulkas. Informasi alokasi anggaran untuk organisasi sempat viral dan heboh dibicarakan pengguna sosial media di Aceh.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mengatakan bahwa pengalokasian anggaran untuk pengadaan kebutuhan Kadin Aceh itu dinilai irasional di tengah upaya Pemerintah Aceh sedang mengejar ketertinggalan. Menurut Alfian, hal ini menunjukkan ketidakpekaan pemerintah Aceh dalam pengalokasian anggaran.
“Pemerintah Aceh menekankan pengurus Kadin untuk mengembangkan dunia usaha, memperbaiki angka indikator makro ekonomi,menekan angka kemiskinan dan inflasi. Tapi kenyataannya organisasi ini membebankan anggaran daerah. Pertanyaan mendasar, output apa yang ingin dicapai dengan pengalokasian anggaran tersebut,” kata Alfian di Banda Aceh, Kamis (14/11).
ADVERTISEMENT
Seyogyanya organisasi itu harus menjadi lembaga mandiri yang mampu membiayai operasional lembaganya sendiri. MaTA melihat proses pembahasan APBA-P 2019 antara eksekutif dan legislatif terkesan tertutup dan sengaja hanya untuk melancarkan alokasi-alokasi anggaran seperti ini.
“MaTA mendesak Pemerintah Aceh secara tegas untuk membatalkan realisasi anggaran dari APBA kepada Kadin Aceh tersebut sehingga rasa keadilan rakyat Aceh terjaga,” ungkapnya.
Uang rupiah. Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha
Sementara itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, mengatakan jika melihat dari nomenklatur dan tata organisasi, Kadin bukan bagian yang berhak mendapatkan anggaran secara terus menerus dari Pemerintah Aceh.
“Ini menunjukkan proses pemberian anggaran tersebut memiliki hubungan konflik of interest dan dapat dipastikan adalah bagian dari barter politik anggaran antara pemerintah Aceh dengan pengusaha,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Jika merujuk pada kebutuhan hibah dan bansos, kata Askalani, sifatnya harus berpedoman untuk efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBA.
Ilustrasi transaksi uang rupiah. Foto: Abriawan Abhe/Antara Foto
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat Atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBA.
“Usulan anggaran untuk Kadin jelas tidak dibenarkan, karena itu bukan lembaga struktural organisasi pemerintahan, dia sama sekali tidak memiliki hirarki dari sudut tata organisasi daerah manapun. Jadi pemberian anggaran tersebut berpotensi menimbulkan celah adanya pelanggan hukum terencana,” sebut Askalani.
“GeRAK Aceh secara resmi akan mengirimkan surat kepada KPK-RI, kami melihat seluruh pengusulan anggaran Kadin adalah ilegal dan memiliki hubungan korelasi politik kepentingan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Aset yang Dipakai Kadin Milik Negara
Juru bicara Kadin Aceh, Hendro Saky, membenarkan pihaknya akan menerima item pembelian barang, melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan tersebut. Sejumlah barang yang akan diterima telah melewati tahapan dan proses penganggaran yang dilakukan pemerintah, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Secara penatalaksanaan dan pengelolaan aset negara, barang-barang yang diberikan kepada Kadin Aceh, hakikatnya bukan milik organisasi, namun, kesemuanya adalah tetap dihitung dan dinilai sebagai aset pemerintah Aceh,” kata Hendro dalam keterangannya.
Hendro menjelaskan, Kadin Aceh adalah pihak yang menerima manfaat, dan barang yang diberikan diatur melalui skema pinjam pakai, dan semua hal itu telah dilakukan dengan sistem pengadministrasian yang diatur dalam sistem pemerintahan.
ADVERTISEMENT
"Jadi barang yang dibeli oleh Disperindag Aceh, adalah aset pemerintah yang dipinjam pakai oleh Kadin," ujarnya.
Setiap barang yang dipinjam pakaikan tersebut, memiliki dokumen administrasinya berupa surat pinjam pakai dari negara kepada Kadin Aceh. Barang-barang itu bisa saja setiap saat diambil kembali oleh pemerintah Aceh.
“Selain mendapatkan dukungan untuk penguatan struktur kelembagaan sekretariat Kadin Aceh, pihaknya juga memperoleh dukungan dari pemerintah Aceh, berupa dana untuk pelatihan bagi IKM dan petani yang akan dikirim ke luar negeri,” tuturnya.