Adu Emisi Bensin vs Molis, Mana Lebih Pekat?

22 Maret 2024 12:28 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kemacetan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta imbas banjir pada Kamis (29/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kemacetan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta imbas banjir pada Kamis (29/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penggunaan motor dan mobil listrik tengah jadi fokus pemerintah. Subsidi Rp 7 triliun dari APBN digelontorkan demi penjualan motor listrik meningkat dengan setiap pembeli mendapatkan potongan harga Rp 7 juta per unit. Sementara bagi pembeli mobil listrik, pemerintah membebaskan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) agar banyak masyarakat tertarik beli.
ADVERTISEMENT
Gencarnya pemerintah mendorong penggunaan motor listrik, tujuannya yakni untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dan menyerap konsumsi listrik yang saat ini berlebih. Sementara yang paling utama, yakni mengurangi polusi udara karena Indonesia punya target bebas emisi karbon pada 2060, sesuai dengan Perjanjian Paris atau Paris Climate Agreement.
Tapi upaya menggenjot penggunaan kendaraan listrik bukannya tanpa kritik. Salah satu yang disorot adalah listrik yang digunakan dari PT PLN (Persero) masih didominasi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) alias pakai batu bara.

Lebih pekat mana emisi kendaraan bensin dan listrik?

Berdasarkan data Kementerian ESDM Tahun 2017, mobil konvensional berbahan bakar bensin menyumbang 125 gram/km emisi CO2. Sementara mobil listrik Plug in Hybrid (PHEV) atau mobil dengan kombinasi dari BBM dan baterai yang dapat diisi ulang di luar sistem mesin menghasilkan 45 gram/km emisi CO2 dan mobil listrik hybrid (HEV) menghasilkan emisi CO2 sebesar 70 gram/km.
ADVERTISEMENT
Sedangkan mobil listrik murni (EV) menghasilkan tetap menghasilkan emisi rendah. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menjelaskan Battery Electric Vehicle (BEV) atau kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB) tetap memiliki emisi yang rendah meskipun energinya berasal dari PLTU batu bara.
Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, tingkat energy loss dari kendaraan listrik yang hanya sekitar 9-13 persen, lebih rendah dibandingkan tingkat energy loss kendaraan BBM yang mencapai 54 persen.
"Maka tingkat emisi kendaraan listrik jauh lebih rendah dari kendaraan BBM; sekalipun kendaraan listrik ini di-charge dengan listrik yang dihasilkan oleh PLTU batu bara, apalagi dengan renewable power plant," jelasnya kepada media dikutip Senin (18/12).
Kajian KPBB menunjukkan bahwa emisi BEV, HEV dan ICE masing-masing adalah 67,82 gram CO2/km, 76,79 gram CO2/km dan 179,17 gram CO2/km.
ADVERTISEMENT
Ahmad menuturkan, berdasarkan efisiensi energi per unit kendaraan, BEV lebih efisien dengan segala sumber listrik yang digunakan baik itu batu bara, LNG, dan PLTA, jika dibandingkan kendaraan BBM.
Hal ini mengingat energi kendaraan BBM yang ada pada tangki kendaraan hanya 46 persen saja yang benar-benar terpakai untuk menggerakkan roda di jalan. Selebihnya hilang pada proses transfer BBM dan proses pembakaran di ruang pembakaran.
"Sementara total aggregate energi losses pada kendaraan listrik adalah 11 persen, dengan perhitungan total energy loss 31-35 persen, namun dengan teknologi regenerative braking system, maka BEV dapat memanen 22 persen energi," tuturnya.
PT Astra Honda Motor (AHM) perkenalkan Safety Riding untuk penggunaan motor listrik di Jakarta, Rabu (28/2). Foto: dok. AHM
Berdasarkan kemampuan efisiensi energi tersebut, emisi kendaraan BEV tentunya lebih rendah. Kendaraan BBM dengan spesifikasi 2000 cc Euro 6 Standard dengan BBM berupa bensin RON 95 sulfur max 10 ppm, memiliki level emisi karbon tertinggi yaitu 179.17 gram CO2/km.
ADVERTISEMENT
Kemudian, HEV dengan spesifikasi 2000cc + 85 kW dengan BBM berupa bensin RON 95 sulfur max 10 ppm, memiliki level emisi Carbon 76.79 gram CO2/km.
Sementara BEV 85 kW yang di-charge listriknya bersumber dari PLTU batu bara memiliki level karbon 67.82 gram CO2/km. Lalu, BEV 85 kW yang bersumber dari PLTGU (gas/LNG) memiliki level karbon 39.59 gram CO2/km, serta BEV 85 kW yang bersumber dari energi terbarukan memiliki level karbon 9.90 gram CO2/km.
"Dengan demikian BEV lebih efisien dengan segala sumber listrik yang digunakan dan ini selaras serta mencerminkan emisi yang lebih rendah yang dimiliki BEV dibandingkan kendaraan ICE maupun HEV," tegas Ahmad.
Ahmad menyebutkan, meskipun emisi BEV dari sumber listrik PLTU batu bara lebih rendah, namun tetap harus dilakukan pensiun dini PLTU batu bara sesegera mungkin untuk digantikan dengan energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
"Sehingga dapat dicapai percepatan penurunan emisi kendaraan baik emisi gas rumah kaca maupun emisi pencemaran udara," tambahnya.
Analisis dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan kendaraan listrik mengeluarkan emisi 7 persen lebih sedikit dan biaya operasional per km-nya 14 persen lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak. Hanya saja, karena ketersediaan model kendaraan listrik yang terbatas, infrastruktur yang minim, serta investasi awal yang tinggi, membuat masyarakat enggan beralih ke kendaraan listrik.
Tempat pengisian/penukaran baterai listrik (SWAP) PLN. Foto: PLN
Sementara dalam riset PT PLN (Persero), setiap 1 liter BBM setara dengan 1,2 kilowatt hour (kWh) listrik. Emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kilogram (kg) CO2e, sedangkan 1,2 kWh listrik emisinya setara 1,02 kg CO2e. Selain ramah lingkungan, keunggulan kendaraan listrik adalah lebih hemat.
ADVERTISEMENT
Sebagai gambaran, mobil dengan BBM dengan jarak tempuh 10 kilometer (km) menghabiskan 1 liter BBM, sedangkan mobil listrik dengan jarak sama menghabiskan 1,2 kWh.
Dengan asumsi tarif listrik sebesar Rp1.699,53 per kWh, hanya diperlukan sekitar Rp 2.500 untuk mobil listrik dan sekitar Rp 14 ribu untuk mobil BBM dalam menempuh jarak 10 km. Berdasarkan perhitungan ini, penggunaan kendaraan listrik lebih hemat sekitar 75 persen dari pada menggunakan mobil BBM.
Meski dalam proses pembuatan baterai listrik dan produksi listrik di pembangkit mengeluarkan emisi karbon, pemerintah tetap menilai penggunaan kendaraan listrik harus digenjot terus. Karena di hilirnya, polusi yang dihasilkan saat digunakan masyarakat nol persen.
"Jika 140 juta unit seluruh kendaraannya diganti dengan listrik, maka kita dapat mengurangi emisi 100 juta ton CO2 tiap tahun. Target kita 2060 emisi kita bisa nol, kita bisa pakai semua potensi energi baru yang ada di seluruh Indonesia," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT

Dukungan PLN Kurangi Emisi

Sebagai BUMN penghasil listrik, PT PLN (Persero) mendapatkan penugasan untuk membuat Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik (SPKLU).
Retail Business Manager PLN Megantara Vilanda mengatakan PLN sudah membangun lebih dari 600 unit SPKLU hingga Desember 2023. Untuk perluas jangkauan pengguna motor listrik, perusahaan kerja sama dengan swasta. Jadi saat ini sudah ada lebih dari 1.000 unit SPKLU di seluruh Indonesia.
Untuk kendaraan motor atau roda dua, PLN juga sudah install lebih dari 9.600 mesin charging station untuk kendaraan roda dua di seluruh Indonesia. Sekitar 2000 unit ada di Jakarta
“Kemudian khusus Stasiun penukaran baterai andalan listrik kami sudah install lebih dari 1800 ya itu akan terus kami tambah ya di 2024. Targetnya minimal paling tidak setiap 15 motor listrik itu harus ada satu sweeping battery atau charging station,” jelasnya dalam acara podcast kumparan.
ADVERTISEMENT
Selain infrastruktur, PLN juga memberikan beberapa insentif terutama kepada badan usaha atau pihak yang mau berwirausaha berinvestasi di dalam bisnis kendaraan listrik ini yang pertama untuk badan usaha SPKLU ataupun badan usaha yang bergerak di bidang penukaran baterai.