Dukungan Politik Media pada Pemilu 2024 dan Regulasi Kepemilikan Media

Wiryawan K Wisnu Brata
Mahasiswa dan Biro Humas dan Kerjasama UNIMUDA Sorong
Konten dari Pengguna
5 Juli 2022 13:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wiryawan K Wisnu Brata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis : Wiryawan K. Wisnu Brata
zoom-in-whitePerbesar
Penulis : Wiryawan K. Wisnu Brata
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hubungan media dan politik merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan. Media bukan hanya sebagai alat komunikasi semata melainkan sudah menjadi komoditi industri untuk menopang berbagai nafas kepentingan politik, bahkan media sudah dijadikan kebutuhan utama bagi para pelaku politik. Artinya kekuatan media jelas sangat memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam memainkan perpolitikan di Indonesia. Pada masa pemilu baik nasional maupun pilkada hampir setiap hari bahkan setiap jam perkembangan politik selalu muncul disetiap acara pemberitaan pada televisi.
ADVERTISEMENT
Wacana pada pemberitaan politik memiliki tendensi politik dan terkesan tidak netral dan alami dalam menyajikan suatu berita. Selalu ada kelompok yang mendominasi dan didominasi dalam suatu wacana karena politik tidak terlepas dari kekuasaan. Kelompok yang berkuasa pada suatu media, dialah yang mendominasi wacana dari media tersebut seperti bukan lagi menjadi rahasia bahwa kecenderungan media terhadap salah satu Partai Politik ataupun terhadap Calon Presiden begitu sangat jelas terlihat dalam konten pemberitaan maupun wacana.
Menurut Pembayun (Khamim dan Sabri, 2019) Dominasi kepentingan para konglomerat dan relasinya dengan aparatur negara dan para aktivis partai membuat lebih dominan dalam menentukan wajah seperti apa ruang publik itu sendiri. Relasi antara masyarakat dan media tidak dapat dipisahkan karena media terlibat dalam proses penetapan nilai seperti kebebasan bicara, identitas, integritas, diversitas informasi yang akan dikonsumsi publik, sehingga media secara terorganisir dapat mendahulukan atau memenuhi kepentingan publik atau masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Kepemilikan Media Televisi MNC Group dan Kepentingan Politik HT
Posisi HT sebagai politisi pebisnis sekaligus pemimpin MNC Group dan Perindo telah mendorong hadirnya fenomena oligarki sipil yang muncul. Keberadaan HT yang sudah berpengaruh semenjak awal reformasi lewat kedekatannya dengan Bambang Trihatmojo (Putra Presiden Soeharto) dapat dikatakan modal awal yang akan menaikkan karier politik HT. Hary Tanoesodibjo memiliki kerajaan media terbesar se-Asia Tenggara. Perusahaan media taipan asal Surabaya ini meliputi PT Media Nusantara Citra Tbk, PT Global Mediacom Tbk, PT MNC Sky Vision, RCTI, AnTV, Viva News, dan Global TV. Kedua, karier politik HT yang relatif baru termasuk dengan pendirian Partai Perindo relatif menarik digali, meskipun sebelumnya HT pernah masuk menjadi kader Partai Nasdem dan Partai Hanura. Hary Tanoe Soedibjo merupakan pemilik MNC Group yang menguasai Media Televisi MNC Group. Hampir setiap pemberitaan serta iklan di Stasiun-stasiun TV tersebut memberitakan tentang aktivitas Partai Perindo sebab Hary juga merupakan Ketua Umum sekaligus pendiri Pertai Persatuan Indonesia (Perindo). Jadi seakan-akan menjadi hal yang wajar jika hampir setiap hari Stasiun-stasiun TV tersebut selalu memberitakan tentang aktivitas Partai Perindo dalam setiap konten acara hal tersebut bertujuan agar Partai Perindo memperoleh hasil Maksimal dalam Pemilu 2024 dan lolos Parliamentary Threshold meski sempat gagal dipemilu 2019. Stasiun-stasiun TV tersebut sudah bisa menjadi alat politik untuk meraih hasil pada pemilu 2024 yang kemudian mengakibatkan setiap pemberitaan tentang Partai Perindo dan Harry Tanoe tidak lagi objektif. Hampir tidak pernah ada berita “Buruk” tentang Partai Perindo sekalipun ada, selalu dimodifikasi sebaik mungkin agar dapat diterima di masyarakat. Akhirnya peran – peran ideal media tidak lagi berfungsi untuk memberitakan tentang kebenaran. Tidak hanya di Stasiun-stasiun TV tersebut, hampir seluruh perusahaan media yang di miliki Harry Tanoe yakni MNC Group mulai dari cetak, radio bahkan media sosial memainkan peran ganda sebagai alat perjuangan Partai Perindo.
ADVERTISEMENT
Maka bila dilihat setiap pemberitaan terdapat agenda tertentu partai perindo, bahwa setiap pemberitaan tentang partai perindo diharapkan dapat menjadi paradigma baru dimasyarakat, dan bahkan melegitimasi bahwa partai perindo marupakan satu-satunya partai yang dapat menjadi tempat berharap masyarakat untuk menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan kesenjangan dan perekonomian masyarakat. Hal tersebut tentu dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi maupun sistem politik di Indonesia sebab belum ada regulasi yang mengatur tentang pemilik media yang juga merupakan Pengurus Partai.
Tinjauan Regulasi Penyiaran
Dalam kaitannya dengan siapa yang bisa mendirikan dan menyelenggarakan usaha di bidang penyiaran, UU Penyiaran mengatur jasa penyiaran yang meliputi penyiaran radio dan televisi diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (UU No. Tahun 2002, Pasal 13 ayat 2)
ADVERTISEMENT
Sementara itu pembatasan kepemilikan Media Penyiaran swasta diatur dalam PP LPS Pasal 31 ayat (1) mengatur, dalam penyiaran radio, satu orang atau satu badan hukum baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran di seluruh Indonesia.
Melihat Regulasi yang ada penulis belum melihat adanya regulasi tentang kepemilikan media penyiaran yang berafiliasi dengan organisasi partai politik. Hal ini menyebabkan media penyiaran swasta dikuasai oleh elit-elit politik sehingga independensi media serta pemberitaan yang tidak berimbang dan memiliki kecenderungan keberpihakan terhadap kepentingan politik tertentu.
Perbincangan mengenai media dan partai politik tidak dapat dipisahkan dari kepentingan yang ada di balik partai tersebut, Pendirian dan kepemilikan media massa merupakan bagian dari ekspresi (sebagian elite) warga dalam menjalankan tugas-tugas yang dijamin Konstitusi, yaitu menghimpun, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Kepemilikan media massa yang terpusat pada kelompok bisnis tertentu dan umumnya memiliki afiliasi dengan kekuasaan atau partai politik tertentu memang potensial bertentangan dengan prinsip umum dalam persaingan usaha yang sehat, yaitu keberagaman pelaku usaha yang berarti akan beragam juga produk yang dihasilkan sehingga memunculkan banyak pilihan bagi warga sehingga perlu adanya revisi regulasi atau penambahan regulasi yang mengatur tentang kaitanya afiliasi partai politik kepemilikan media penyiaran.
ADVERTISEMENT
=============================================
Penulis merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta.