Sejarah Asia Tenggara: Diaspora Etnis Tionghoa Di Tanah Gajah Putih (Thailand)

Khofifah Sarwendah 18
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
26 Maret 2024 8:05 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Khofifah Sarwendah 18 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awal mula Etnis Tionghoa datang ke Thailand bukan pada masa Kerajaan Thonburi (1767-1782), melainkan pada abad ke-13. Pada masa itu Kerajaan di pimpin oleh Raja Ram Kamheng, dan Kerajaannya dijuluki Kerajaan Sukhothai. Raja Ram Kamheng mengunjungi China dua kali, yaitu pada tahun 1294 dan 1300, serta membawa sejumlah pengrajin Tionghoa untuk membuat berbagai macam tembikar dan barang serupa. Ini menandakan bahwa kedatangan orang Tionghoa ke Thailand dimulai sejak zaman kerajaan Sukhothai, yang merupakan salah satu kerajaan terkemuka di Thailand pada abad ke-13.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, kedatangan orang Tionghoa ke Thailand meningkat pesat pada abad ke-19, terutama sejak masa pemerintahan Raja Taksin di Kerajaan Thonburi antara tahun 1767-1782. Pada masa ini, jumlah imigran China telah berada di Thailand dan berkontribusi pada tenaga kerja dan pendapatan negara. Sekitar tahun 1825-1910, populasi Cina di Thailand meningkat tiga kali lipat, dari 230 ribu menjadi 792 ribu jiwa.
Keturunan Etnis Tionghoa yang datang, kemudian menetap di Negara Gajah Putih tersebut. Etnis Tionghoa yang menetap ini tak hanya satu suku saja. Terdapat lima suku Etnis Tionghoa:
Suku Hainan, Kanton, Hokkian, masing-masing menyumbang sekitar 11 persen dari populasi, atau sekitar 1,56 juta jiwa. Dari semua suku Etnis Tionghoa, Suku Teochiu lah yang paling dominan. Suku ini memegang posisi strategis di Thailand, dalam bidang politik hingga keranah bisnis.
ADVERTISEMENT
Keturunan Etnis Tionghoa di Thailand merupakan yang terbesar di Asia dan di seluruh dunia, dengan populasi sekitar tujuh juta orang. Hampir semua dari mereka, yang dikenal sebagai Cina Thai, mengidentifikasi diri mereka sebagai warga Thailand. Mereka telah berasimilasi dengan baik dalam masyarakat Thailand, melalui perkawinan amalgamasi (campur), berbahasa Thai yang lancar, interaksi sosial dengan warga Thailand, serta berperan aktif dalam politik dan ekonomi negara tersebut. Terlebih lagi di sepanjang era pemerintahan Ayutthayan (1357-1767), Etnis Tionghoa bersembunyi dan diberi kepala pemimpin atau kapten Cina yang dimasukkan ke dalam struktur jabatan pemerintahan.
Proses asimilasi Cina Thai juga didukung oleh kurangnya sentimen nasionalis yang signifikan antara imigran Cina dan penduduk asli Thailand. Meskipun demikian, terdapat ketegangan yang terjadi antara komunitas Cina dan pemerintah Thailand pada masa pemerintahan Raja Rama VI. Pada tahun pertama pemerintahan Raja Rama VI, Etnis Tionghoa dikenai pajak tinggi dari yang semula per tahunnya 1,5 bath melonjak menjadi 7 bath. Akibatnya, terjadi ketegangan yang berakhir pada penghentian massal pada tahun 1911. Selain itu, kemenangan revolusioner Cina yang dipimpin oleh Sun Yat-sen yang mengakhiri Dinasti Qing dan mendirikan Republik Cina juga memicu semangat nasionalisme di kalangan penduduk keturunan Cina di Thailand.
ADVERTISEMENT
Sejarah panjang pengaruh Etnis Tionghoa di Thailand dimulai sejak abad ke-13 dan terus berlanjut hingga saat ini. Etnis Tionghoa telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan Thailand, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Meskipun terdapat beberapa masa ketegangan dan konflik dalam sejarah, proses asimilasi dan integrasi komunitas Cina Thai ke dalam masyarakat Thailand secara keseluruhan berlangsung dengan cepat dan alami. Ini menunjukkan kekuatan serta ketahanan sistem sosial Thailand dalam menerima dan mengakomodasi kelompok etnis yang baru.