Kisah Nestapa Perantau di Batam: Jadi Penjaga Masjid hingga Tidur Dekat Keranda

Konten Media Partner
23 Januari 2021 10:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marlius saat bercerita kepada tim Kepripedia. Foto: Rega/kepripedia.com
zoom-in-whitePerbesar
Marlius saat bercerita kepada tim Kepripedia. Foto: Rega/kepripedia.com
ADVERTISEMENT
Kota Batam, Kepulauan Riau, memiliki daya tarik untuk para perantau di setiap penjuru tanah air, para perantau berlomba-lomba datang ke Batam untuk mengadu nasib. 
ADVERTISEMENT
Tak ayal ada yang sukses hidup di Batam ada juga yang gagal, bahkan ada juga yang gulung tikar alias balik kampung karena tak sanggup menahan kerasnya hidup di Kota yang berjuluk 'Bandar Madani' itu. 
Memang ketika era 90-an dan 2000-an, Kota Batam terkenal dengan gampang mencari kerja, nasib orang berubah. Pasalnya sektor industri begitu geliat kala itu, tidak seperti kehidupan sekarang. 
Seiring berjalannya waktu, Kota Batam kembali berubah mengikuti perkembangan karena letak geografis bertetangga dengan Singapura dan Malaysia. 
Di bawa pemimpinan Muhammad Rudi Wali Kota Batam, kini untuk pembangunan terus digesa, misalnya saja infrastruktur di perluas. Mindset Rudi berubah ke sektor pariwisata, menurutnya ekonomi akan hidup ketika roda pariwisata berjalan. 
ADVERTISEMENT
Kini kembali ke perantau seorang warga Batam bernama Marlius. Pria 35 tahun ini hanya tinggal sebatang kara di Kota Batam dan bergantung hidup di Masjid. 
Kata dia, kehidupan di Batam sangat sulit, ia pertama kali menginjakan kaki ke Batam dari Pekan Baru, Riau, pada tahun 2015 lalu.
Tiba di Batam tak tahu arah dan tujuan, yang ada dalam benaknya hanya satu kerja di suatu perusahan atau yang disebut PT dengan berbekal ijazah SMA nya.
Namun, takdir berkata lain bukan kerja di perusahan yang di dapat di kawasan Mukakuning, akan tetapi hampir satu tahun di Batam kerja tak kunjung di dapat. Kepada kepripedia, ia pun menceritakan masa-masa pilunya itu dengan rasa penuh keprihatinan.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, logistik yang ada dibawa dari kampung telah menipis, sementara tempat tinggal menumpang dengan kawan.
"Saya cari-cari kerja ke sana sini tak juga dapat, hingga akhirnya ada seorang pengusaha biliar yang menawarkan kerja, tanpa tanya kerja saya anggukan," katanya. 
Tanpa pikir panjang pria yang belum menikah itu menerima tawaran pengusaha biliar itu untuk menjaga usahanya ketika pelanggan bermain biliar. Ia mengawasi dan digaji per koin 400 rupiah, sekitar Rp 400 ribu ia peroleh dalam setiap bulan. Itu yang harus di cukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan 400 ribu uang yang diperoleh tidak lah cukup untuk makan. Namun, ia cukup beruntungnya karena dapat tinggal di biliar, di bawah meja biliar itulah dirinya tidur. 
ADVERTISEMENT
"Saya tinggal di tempat usaha biliar itu di Puskopkar Kecamatan Batu Aji dan tinggal di sana juga tidur di bawah meja biliar," katanya. 
Dengan gaji yang tak seberapa, pada bulan 11 tahun 2016 dirinya mencoba kembali untuk mencari kerja PT yang ada di kawasan Industri Mukakuning, tapi lagi lagi gagal. 
Kerja tak kunjung dapat hingga beralih ke buruh harian. Dia bersama temanya kala itu merehab proyek di kawasan Yayasan Wakaf At-Taubah yang terdapat Masjid hingga Sekolah.
Pria yang sedikit berjanggut itu ditawarkan oleh pengurus yayasan untuk tinggal di Masjid. Pengurus berpandangan bahwa Marlius orangnya jujur dan rajin kerja.
"Saya ditawarkan pengurus untuk kerja bersih-bersih di lingkungan Masjid dengan gaji Rp 1 juta tempat tinggal di kasih dan makan, syarat harus jujur," kenang dia. 
ADVERTISEMENT
Awal kerja dan tinggal dirinya tidur di dekat ruangan kosong tak jauh dari keranda mayat. "Saban malam suara yang gaib kerap didengar, saya pernah terbangun dari tidur dini hari ada pocong dekat saya, tanpa pikir panjang saya kabur ke masjid dan salat," kata dia seraya tersenyum. 
"Ini lah kisah dan tantangan waktu saya pertama kali tidur di dekat ruangan keranda mayat," tambah dia. 
Memasuki lima tahun sudah hidup menumpang ekonomi di Masjid, bagi Marlius sebagai 'obat' ibadah dalam bekerja sehari. "Tidak ada pikiran lagi untuk mencari kerja di PT atau hijrah ke tempat yang lain. Saya di sini betah, alhamdulilah cukup lah untuk menyambung hidup sembari ibadah," tutupnya.
ADVERTISEMENT