Kisah Ibu dan Anak di Kepri, Berjuang Demi Keadilan sang Ayah yang Dipenjara

Konten Media Partner
4 September 2020 10:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang ibu dan anaknya yang menyatakan pendapatnya di depan kantor UPTD-P2TP2A di Tanjungpinang. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu dan anaknya yang menyatakan pendapatnya di depan kantor UPTD-P2TP2A di Tanjungpinang. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
"Tolong...Bebaskan ayah saya dari penjara...ayah bukan orang yang memperkosa saya".
ADVERTISEMENT
Begitulah sepenggal kalimat yang tertulis di sebuah karton putih tergantung di leher bocah perempuan berusia 9 tahun berinisial L.
Mengenakan jilbab merah dengan wajah ditutupi masker, ia bersama ibu kandungnya, TS, melakukan aksi kecil-kecilan di depan kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-P2TP2A) di Jalan Riau, Tanjungpinang, Kamis (3/9) siang.
Sama dengan putrinya, sang ibu bahkan menuliskan doa dan harapan yang menyayat hati pada poster yang ia bawa.
"Ya Allah, kemanakah lagi mencari keadilan untuk anak saya yang jadi korban perkosaan selama tiga tahun sejak umur 6 tahun sampai 9 tahun,"
Dari kedua tulisan tersebut, sepertinya sudah jelas tuntutan yang dilayangkan ibu dan putrinya ini kepada instansi terkait.
ADVERTISEMENT
Keduanya diketahui merupakan warga Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas.
Menurut sang ibu, TS, ia bersama putrinya sudah dua bulan di Kota Tanjungpinang memperjuangkan keadilan untuk suami sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Dimana, pada Juni 2020 lalu, Polsek Jemaja menetapkan sang suami, AM (37), sebagai tersangka dugaan pencabulan terhadap putrinya. Sehingga, suami harus mendekam di sel tahanan.
"Saya sudah sekian lama di sini (Tanjungpinang), tapi hasil tidak ada, dimana keadilan bagi saya, anak saya dan suami saya,” ujarnya.
Dalam aksi itu, TS meminta UPTD P2TP2A untuk menyerahkan hasil assessment psikolog terhadap putrinya yang diambil beberapa bulan lalu.
Karena, menurutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan assessment psikolog tersebut menyatakan suaminya tidak bersalah.
"Saya ikut mendampingi saat assessment, jawaban anak saya pelaku sebenarnya bukan ayahnya," kata perempuan berusia 43 tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, TS mengaku, belum berani pulang kampung halaman karena masih trauma. Padahal, selama di Tanjungpinang ia pun menahan rindu karena harus meninggalkan anaknya usia 3 tahun di Jemaja.
"Kalau saya pulang, nanti diitukan lagi sama polisi, saya dihalang-halangi, saya dibuat macam buronan, saya dimata-matai,” ucapnya.
"Tolonglah keluarkan hasil psikolog anakku, tolonglah kasihani kami. Itu saja yang saya minta, saya ingin keadilan anak saya dan suami saya,” ucapnya sembari menangis.