Cerita Para Pencari Suaka di Batam: Kami Tak Boleh Kerja

Konten Media Partner
4 Desember 2020 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas para pencari suaka di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kota Batam. Foto: Rega/kepripedia.com
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas para pencari suaka di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kota Batam. Foto: Rega/kepripedia.com
ADVERTISEMENT
Sebanyak 213 orang pencari suaka yang tinggal di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), Sekupang, Kota Batam Kepulauan Riau, mereka sedikit berbagi kisah selama terkurung dalam tembok- rumah itu. 
ADVERTISEMENT
Salah seorang warga pencari suaka yang bernama Amir menyebutkan dirinya bersama dengan yang lain tinggal di tampungan Rudenim untuk menyambung hidup. 
Hidup yang dimaksud itu adalah bantuan yang diberikan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), badan PBB untuk urusan pengungsi. Namun, masih terkendala dengan hal-hal kerja, kepastian untuk keluar, sedangkan kerja tidak diperbolehkan. 
Sehingga hari-hari hanya di lingkungan Rudenim, kegiatan yang dilakukan mereka bergelut tak lepas dari olahraga pagi dan sore. 
Untuk komunikasi, interaksi bicara tidak tersangkut-sangkut mengunakan bahasa Indonesia. Logat mereka sudah seperti orang Indonesia pada umumnya. Namun, wajah tak bisa bohong terutama hidung mancung. 
Bagi Amir, tinggal di Rudenim Sekupang jauh lebih baik ketimbang balik ke negara asalnya, Afganistan. Bahkan ia menyebut, orang Indonesia jauh lebih baik dan sabar.
ADVERTISEMENT
"Tak mau lagi, kalaupun belum ada negara yang menampung kami, disini (Rudenim Sekupang) sudah lebih cukup," kata Amir. 
Ia juga mengaku belum menerima suaka dari UNHCR, hingga sekarang belum ada kepastian yang jelas. "Belum ada informasi ke kami," kata pria 26 tahun itu.
Sama halnya dengan Yasin, sudah lima lamannya tahun berkurung di Rudenim. Kegiatan hanya olahraga pagi dan sore. Terkadang pergi ke pasar terdekat untuk membeli kebutuhan bahan pokok.
Sembari membeli buah-buahan untuk dijual dengan teman-tamannya. Namun, ia tidak diperbolehkan untuk bekerja "Tidak boleh (bekerja) sama UNHCR," imbuhnya. 
Salah seorang petugas yang berada di Rudenim Sekupang mengatakan, pencari suaka di sini berjumlah 213 orang. Mereka berkewarganegaraan Afganistan, Somalia, Sudan, Irak dan Palestina. Para pencari suaka ini disebut hanya diperbolehkan di Kota Batam saja. 
ADVERTISEMENT
"Boleh hanya ke seluruh wilayah Batam. Jam nya juga kita batasi, mulai dari pagi sampai jam 22.00 WIB," kata petugas yang enggan disebutkan namanya itu.
Jika mereka bandel dan tidak mengindahkan aturan dari petugas, maka sanksi berat telah menanti, seperti contoh akan dipindahkan ke Tanjungpinang. Meski ada yang bandel bekerja di luar, petugas memindahkan mereka ke Tanjungpinang. 
Sayangnya, petugas itu tidak bisa berkomentar banyak, ia mengaku bukan kapasitas ia memberikan komentar.
"Untuk lebih detil silakan ke Tanjungpinang saja Bang untuk informasi lebih lanjut, kami hanya penjaga," kata dia. 
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Batam Hasimah mengatakan, penanganan pencari suaka bukan ranah Dinsos. Mereka menjadi tanggung jawab UNHCR dan International Organization for Migration (IOM).
ADVERTISEMENT
"Jadi namanya itu suaka politik. Ada di bawah Kemenkumham yaitu Imigrasi bukan kita yang menangani," kata Hasimah.
Sedangkan untuk Dinsos untuk penangan lebih ke Imigran yang betul-betul miskin dan hidupnya terlantar di Batam. Bukan masuk imigran politik.
"Misalnya seperti yang dahulu itu dekat kantor Wali Kota lama, anak yang disekolahkan dari UNHCR dan IOM I," jelasnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudi Sakyakirti mengatakan, untuk pencari suaka di Batam pihaknya belum mendapat laporan dan izin dari instasi terkait. Karena menyangkut hal tersebut menjadi wewenang imigrasi. 
"Apakah mereka diperbolehkan kerja di perusahaan di Batam. Kita tidak tahu, itu sudah masuk ranah dari IOM dan UNHCR ada perjanjian internasional seperti itu," kata Rudi. 
ADVERTISEMENT