Pengalaman Santri Daarul Qur'an Mengajar Ngaji Anak-Anak Suku Tengger

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
20 Januari 2019 11:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bukan hal yang mudah menjadi pengajar Alquran bagi santri cilik, tapi tentu itu pengalaman mengasyikkan. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
zoom-in-whitePerbesar
Bukan hal yang mudah menjadi pengajar Alquran bagi santri cilik, tapi tentu itu pengalaman mengasyikkan. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kesehariannya, santri-santri Daarul Qur'an (Daqu) tak pernah absen membaca, mempelajari, dan bahkan menghafal Alquran. Lalu, bagaimana ceritanya jika para santri yang selama ini berperan sebagai murid diminta untuk menjadi pengajar ngaji di kalangan anak-anak? Ternyata, itu menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang tergabung dalam ekstrakurikuler Daqupost saat mengadakan perjalanan ke Kampung Qur'an Bromo di Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Daqupost sendiri adalah ekstrakurikuler jurnalistik di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an. Hasil karya para santri yang berupa foto, video, dan tulisan kerap menghiasi akun media sosial pesantren dan majalah DAQU. Pada kesempatan kali ini, para santri selama beberapa hari akan mengaplikasikan ilmu yang didapatnya di pesantren kepada anak-anak masyarakat Suku Tengger.
Awalnya, mereka saling tunjuk untuk siapa yang akan mengajarkan para santri cilik yang berjumlah sekitar 30 anak. Hingga akhirnya, lima santri disepakati akan menjadi pengganti sementara Ustaz Muhibbin, pengasuh Kampung Qur'an Bromo, dalam beberapa hari mendatang.
Santri Daarul Qur'an mengajar ngaji anak-anak Suku Tengger dengan penuh keceriaan. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
zoom-in-whitePerbesar
Santri Daarul Qur'an mengajar ngaji anak-anak Suku Tengger dengan penuh keceriaan. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
Pukul 15.00 waktu setempat, santri-santri mulai berdatangan. Awalnya, para santri cilik itu terkejut melihat banyaknya rombongan manusia di musala yang kerap mereka jadikan tempat belajar tersebut. Setelah Salat Asar, Ustaz Muhibbin memperkenalkan rombongan kakak-kakak santri Daarul Qur'an, serta menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka, yakni untuk sementara mengambil alih kelas mengaji, menggantikan beliau.
ADVERTISEMENT
Setelah perkenalan, kelas mengaji pun dimulai. Para santri cilik dikelompokkan sesuai kelas bacaannya. Ada yang sudah membaca Kitab Suci Alquran, ada juga yang masih mengaji buku Iqro. Lima santri Daarul Qur'an pun mulai membagikan ilmu yang mereka dapat di pondok pesantren. Awalnya, mereka bertanya nama masing-masing para santri untuk kemudian bertanya sampai sejauh mana pelajaran mengajinya.
Baru lima menit mengaji, aliran listrik padam. Namun, itu tidak menyurutkan semangat belajar mengaji dari anak-anak suku Tengger ini. Bahkan, tak ada satu pun dari mereka yang terlihat beranjak dari tempat duduknya. Melihat semangat mereka, para santri pun mencari lighting kamera untuk digunakan sebagai alat penerangan.
Dengan penerangan yang minim, anak-anak Suku Tengger tetap antusias belajar Alquran. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
zoom-in-whitePerbesar
Dengan penerangan yang minim, anak-anak Suku Tengger tetap antusias belajar Alquran. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
Pengalaman baru
Berperan sebagai seorang pengajar langsung, terlebih di tempat yang jauh, menjadi pengalaman baru bagi para santri Daarul Qur'an. Salah satu santri pengajar, Naufal (17), merasakan pengalaman baru karena berkesempatan untuk mengajar anak-anak Kampung Qur’an Bromo.
ADVERTISEMENT
“Sangat excited, pengalaman yang baru buat kita-kita para santri Daqu yang biasanya belajar dan mengajar di pondok, kini bisa terjun langsung di masyarakat untuk mengamalkan ilmu di pondok,” ujar santri asal Jakarta ini.
Tak hanya Naufal yang merasakan antusiasme pengalaman baru. Hal serupa juga dirasakan sesama santri asal Jakarta, Rayyan Rasyid (17).
“Suatu pengalaman bisa mengajar santri. Padahal, kita juga masih proses mengajar. Alhamdulillah, ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, ternyata mengajar itu asyik. Intinya, kita harus mencoba semuanya agar kita tahu apa yang sebenarnya kita suka,” ujar Rayyan.
Hal senada disampaikan pula oleh Magistra (17). Santri kelas 12 ini mengatakan banyak pelajaran yang ia dapat saat berinteraksi selama beberapa hari di Kampung Qur'an Bromo. Satu contohnya adalah semangat mengaji yang tinggi dari para santri cilik, meski mereka adalah minoritas dan tempat belajarnya hanya musala kecil.
ADVERTISEMENT
"Saya kedapatan mengajar tiga santri. Dari tiga santri tersebut, ada kembar bernama Adhi dan Aji. Mereka saat ini duduk di kelas 4 dan sudah ikut mengaji di Kampung Qur'an ini sejak kelas TK. MasyaAllah, mereka sudah membaca hingga juz 16," ujarnya.
Magistra menambahkan, sejujurnya, ia justru yang merasa dapat banyak pelajaran dari aktivitas mengajar di Kampung Qur'an Bromo ini. Salah satunya adalah melatih kesabaran dalam mendidik anak-anak suku Tengger ini. Dengan telaten, Magistra mengajar tiga santri ciliknya hukum bacaan dan tanda baca yang masih kerap dilupa oleh mereka, meski sudah bisa membaca Alquran dengan lancar.
"Satu lagi pelajaran yang saya ambil adalah mereka sangat on time datang ke musala. Masa kita sebagai yang ngajar telat saat datang ke halaqoh. Satu lagi yah, kita bisa murojaah langsung ilmu yang selama ini kita dapat di pesantren," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui, Kampung Qur’an Bromo ini terletak di kaki Gunung Bromo. Awalnya, hanya ada Mushola Al-Ikhlas Wal Barakah dan Rumah Tahfizh sebagai tempat menampung anak-anak desa untuk belajar dan menghafal Alquran.
Dengan dukungan Program Pembibitan Penghafal Al-Qur’an (PPPA) Daarul Qur’an, kawasan yang berdiri di atas tanah wakaf milik almarhum Warjono ini bertransformasi menjadi Kampung Qur’an Bromo, sentra belajar dan menghafal Alquran. Hingga saat ini, Kampung Qur’an Bromo yang tumbuh di tengah perkampungan Hindu Suku Tengger, menjadi simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama di sana.
Dengan peralatan sederhana, Daarul Qur'an mengajar ngaji anak-anak Suku Tengger dengan telaten. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
zoom-in-whitePerbesar
Dengan peralatan sederhana, Daarul Qur'an mengajar ngaji anak-anak Suku Tengger dengan telaten. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
Dengan penuh kesabaran, santri Daarul Qur'an mengajar ngaji santri cilik Suku Tengger. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
zoom-in-whitePerbesar
Dengan penuh kesabaran, santri Daarul Qur'an mengajar ngaji santri cilik Suku Tengger. (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
Antusiasme santri Daarul Qur'an mengajar ngaji anak-anak Suku Tengger (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)
zoom-in-whitePerbesar
Antusiasme santri Daarul Qur'an mengajar ngaji anak-anak Suku Tengger (Foto: Gashendo/Daarul Qur'an)