Membantu Penyintas Bencana dengan 'Psychological First Aid'

Karina Adistiana (Anyi)
Psikolog Pendidikan, inisiator Gerakan Peduli Musik Anak, Jaringan Pendidikan Alternatif
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2018 13:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karina Adistiana (Anyi) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengungsi (Foto: hawkarena)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengungsi (Foto: hawkarena)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak semua orang yang mengalami bencana pasti trauma. Perubahan perilaku korban dan penyintas (mereka yang selamat dari) bencana bisa jadi adalah reaksi yang normal dalam situasi yang tidak normal.
ADVERTISEMENT
Bencana terjadi mendadak dan di luar perkiraan serta menyebabkan perubahan pada lingkungan fisik, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, dan rutinitas harian. Dengan kata lain, situasi menjadi berbeda, tidak normal.
Dalam menghadapi perubahan mendadak situasi yang menjadi tidak normal, adalah hal yang wajar ketika seseorang merasa kaget (shock), tertekan (stress), ataupun bingung. Dan adalah hal yang wajar pula ketika emosinya tampil dalam bentuk perubahan perilaku.
Apakah semua orang yang mengalami bencana pasti membutuhkan trauma healing? Belum tentu. Trauma healing atau pemulihan trauma adalah konseling dan terapi bagi mereka yang didiagnosa mengalami trauma. Baik diagnosa maupun terapi ini diberikan oleh para profesional yang kompeten seperti psikolog atau psikiater.
Tak semua penyintas bencana serta merta pasti membutuhkan bantuan profesional, karena pada dasarnya setiap individu memiliki ketangguhan pribadi yang berbeda-beda kadarnya, untuk membantu mereka bangkit.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, sering kali dalam perubahan situasi yang besar, termasuk pada bencana alam, penyintas membutuhkan pendampingan untuk memahami dan beradaptasi dengan perubahan situasi. Di sinilah kita berkenalan dengan Psychological First Aid (PFA) yang terkadang disebut sebagai Dukungan Psikologis Awal (DPA).
Apa Itu Psychologycal First Aid?
PFA adalah pendampingan psikologis yang diberikan segera dan secara sistematis oleh siapa saja kepada individu yang sedang mengalami kesulitan ataupun membutuhkan dukungan setelah sebuah peristiwa besar, termasuk bencana.
PFA dikembangkan pada 2006 oleh NC-PTSD, badan negara Amerika yang mengurusi kesehatan mental para veteran. Metode ini dikembangkan secara ilmiah dan disebarkan oleh berbagai organisasi yang bergerak di bidang kesehatan mental.
PFA bertujuan untuk mengantisipasi, mencegah, dan mengurangi dampak negatif dari suatu masalah/situasi terhadap kondisi psikologis individu. PFA membantu penyintas bencana menemukan kembali ketangguhannya dan memanfaatkan potensi pribadi maupun lingkungan (fisik dan budaya) untuk memahami reaksi pribadi serta beradaptasi pascabencana.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat, PFA bukan trauma healing ataupun psikoterapi, karenanya ia tidak bisa menggantikan kebutuhan penanganan untuk mereka yang sudah mendapat diagnosa trauma dari profesional.
Anak pengungsi gempa dan tsunami Palu bermain di tempat pengungsian di halaman kantor Dinas Sosial Sulteng di kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (11/10). (Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
zoom-in-whitePerbesar
Anak pengungsi gempa dan tsunami Palu bermain di tempat pengungsian di halaman kantor Dinas Sosial Sulteng di kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (11/10). (Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
Keterampilan Dasar Psychological First Aid
Keterampilan apa yang harus Anda miliki bila ingin mengaplikasikan PFA?
ADVERTISEMENT
Cara Membantu Penyintas Bencana dengan Psychological First Aid
Anda kenal atau melihat seseorang yang baru mengalami bencana? Berikut ini langkah dasar PFA yang bisa Anda lakukan.
1. Jalin interaksi awal: Sapa dengan cara santun dan sesuai budayanya. Kenalkan diri bila Anda belum mengenalnya. Ingatlah ia baru mengalami bencana, maka penting untuk bersabar dan tidak langsung menilai negatif bila responsnya tak sesuai harapan Anda.
2. Pastikan keamanan dan kenyamanan: Tenangkan, tawarkan minum bila ia terguncang, utamakan pengobatan bila ada luka fisik. Tanya kebutuhan fisik (tempat istirahat layak dan terlindung dari bahaya, makanan, minuman, selimut, dll), dan orang yang biasa membantunya atau orang yang butuh dicarinya.
3. Stabilisasi: Bila ia tampak masih tidak nyaman, ajak atur napas dan tanyakan apa yang biasa dilakukannya ketika sedang tidak tenang. Tanyakan kebiasaan umum yang dilakukannya bersama orang-orang sekitar (misalnya olah raga bersama, ritual agama bersama, dll) dan coba kembalikan rutinitas ini.
ADVERTISEMENT
Apabila ia harus berada di lingkungan baru dalam waktu agak lama, libatkan dalam kegiatan dan rutinitas di sana, misalnya pengungsi di tenda bisa diajak piket harian, mendata korban dan bantuan, dll.
4. Cari informasi sesuai kebutuhan dan keprihatinannya: Beberapa informasi yang biasanya dibutuhkan adalah tentang keberadaan keluarga/kerabat dan akses terhadap fasilitas bantuan.
5. Dampingi dengan memperhatikan kebiasaan dan kearifan lokal: Anda perlu bijak dalam memutuskan apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Hal ini menjadi lebih penting bila menyangkut anak. Bisa jadi seorang anak yang baru mengalami bencana lebih nyaman dan terbiasa bermain lompat tali karet atau bermain kelereng dibandingkan menggambar dengan merek pensil warna mahal yang tak biasa ia pegang.
ADVERTISEMENT
6. Pertimbangkan pilihan, jangan sampai apa yang Anda lakukan malah berpotensi menimbulkan konflik atau masalah baru, misalnya hindari membagikan sesuatu untuk anak bila Anda tak punya jumlah yang cukup untuk semuanya.
7. Hubungkan dengan dukungan sosial: Ajak ia untuk tak sekadar menyesali yang sudah terjadi, melihat modal sosial yang masih ada, dan mulai membangun rencana masa depan. Tunjukkan bahwa orang-orang di sekitarnya bisa menjadi jaringan.
Mengupayakan pertemuan anggota keluarga yang terpisah juga dapat dilakukan melalui koordinasi antar relawan dan antar lembaga. Bantu ia meningkatkan rasa keberhargaan diri, percaya diri, semangat hidup, dan hasrat untuk bangkit dari keterpurukan.
8. Hubungkan dengan bantuan lanjutan: Mengingat PFA adalah pendampingan awal, bisa jadi penyintas membutuhkan bantuan yang khusus yang memang hanya dapat diberikan oleh seorang profesional atau spesialis. Bantuan ini bisa jadi pengobatan fisik, ahli gizi, konseling atau terapi psikologis, bantuan hukum, dll.
ADVERTISEMENT