Terawan Sebut Metode Cuci Otak Tetap Layak Diterapkan

Konten Media Partner
28 Desember 2019 13:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
  Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (ACH)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (ACH)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada banyak kontroversi dan keraguan banyak pihak terhadap terapi Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) alias “metode cuci otak” . Tapi penemunya Terawan Agus Putranto yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kesehatan meyakini metode itu layak diterapkan di rumah sakit seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Jelaslah, murid saya ada dimana mana, kenapa tidak diterapkan? Surat Menkes pun ada, bukan Menkes saya yang nulis loh, jadi artinya obyektif, riset by services. Sama dengan pelayanan yang lain, terus dikembangkan, bahkan itu menunjukkan bahwa empirisnya itu sudah jadi, risetnya sudah jalan," ungkap Terawan saat berkunjung ke RSUP Sanglah Denpasar, Sabtu (28/12).
Hanya saja menurut Terawan, apabila rumah sakit ingin menerapkan tetapi IAHF perlu membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bisa saja dikeluarkan oleh rumah sakit manapun.
"Tinggal SOP saja, di rumah sakit mana pun bisa dibuat, itu adalah Hospital By Laws yang ditentukan oleh kepala rumah sakit dan itu sah kalau dikerjakan," ujarnya.
Soal anggaran mengenai metode IAHF apabila diterapkan, Terawan tak terlalu ambil pusing. Menurutnya yang paling penting dari penerapan metode itu adalah niat dan komitmen dari banyak pihak menjadi penting karena itu semua menyangkut kesehatan orang banyak.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (ACH)
"Anggaran bisa dicari, tapi kalau niatnya tidak ada ya tidak ada gunanya, nanti malah jadi mangkrak. Ini juga harus ada komitmen, kalau mau ada alat juga harus ada komitmen, namanya komitmen bahwa itu akan dipakai akan digunakan untuk masyarakat dengan usefull. Jangan sampai mengadakan alat terus tak terpakai, kan itu uang negara," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga membantah bahwa metode IAHF telah ditanggung BPJS. Karena menurut Terawan BPJS itu masuk kepada pelayanan dasar kesehatan yang selalu disesuaikan dengan anggaran BPJS. "Jangan semua dimasukkan ke BPJS, itu akan meruntuhkan kemampuan rumah sakit. Padahal kemampuan masyarakat yang mampu bayar itu masih besar sekali, jadi jangan sampai orang yang mampu ini justru terhalang melakukan sebuah terapi padahal dia punya kemampuan," terang Terawan.
Kedepan, faktor lain yang masih harus difikirkan dalam menunjang kesehatan masyarakat melalui mekanisme kesehatan baik metode IAHF ataupun metode lain, adalah kesiapan rumah sakit itu sendiri.
"Memang rumah sakit dan tenaga kita siap, cuma memang kita butuh adanya rumah sakit baru di daerah agar akses ke tempat pelayanan kesehatan bisa ditepati sesuai dengan Universal health coverage (UHC) atau cakupan akses pelayanan kesehatan," imbuh Terawan. (Kanalbali/ACH)
ADVERTISEMENT