Sejarah Pendiri Kerajaan Aceh, Struktur, dan Peninggalannya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
26 April 2024 12:31 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah Pendiri Kerajaan Aceh, Struktur, dan Peninggalannya. Foto: Unsplash/julianto saputra.
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah Pendiri Kerajaan Aceh, Struktur, dan Peninggalannya. Foto: Unsplash/julianto saputra.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejarah pendiri Kerajaan Aceh, struktur, dan peninggalannya menjadi salah satu hal yang penting untuk diketahui, terutama bagi masyarakat Aceh. Aceh adalah kota yang terletak di wilayah paling barat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Jurnal Studi Keislaman Islamica, Makin. (2016), Aceh mempunyai sejarah, budaya, etnisitas, dan tradisi agama Islam yang unik dan berbeda dibandingkan dengan provinsi lain di Nusantara, sehingga melahirkan identitas etno-religius yang kuat.

Sejarah Pendiri Kerajaan Aceh, Struktur, dan Peninggalannya Hingga Saat Ini

Sejarah Pendiri Kerajaan Aceh, Struktur, dan Peninggalannya. Foto: Unsplash/Misqal Novio Reeza.
Berikut adalah sejarah pendiri Kerajaan Aceh, struktur, dan peninggalannya yang masih ada hingga sekarang:

1. Sejarah Pendiri Kerajaan Aceh

Berdirinya Kota Aceh tak terlepas dari pengaruh kerajaan atau Kesultanan Aceh. Selain itu, kerajaan atau Kesultanan Aceh juga menjadi wadah yang membawa pengaruh agama islam yang tersebar secara luas, sehingga Aceh disebut juga kota “Serambi Mekkah”
Kerajaan Aceh berawal dari adanya sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Indra Purba. Kerajaan ini terletak di wilayah Lamuri.
ADVERTISEMENT
Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti sedang menghadapi peperangan dengan tentara China yang tiba-tiba menyerang.
Peperangan ini terjadi pada tahun 1.059-1.069 M. Saat peperangan ini berlangsung, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba turut mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah Johan yang memimpin pertempuran.
Hal tersebut mengakibatkan tentara China mengalami kekalahan dan dapat diusir mundur. Untuk membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda tersebut.
Setelah itu, saat Sultan Alaidin Johan Shah wafat, Meurah Johan yang bergelar sebagai raja di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah menjadi pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana awalnya bernama Kerajaan Darussalam.
Tidak hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditaklukkan di bawah naungan Kerajaan Aceh.
Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah juga berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang tiba di Malaka. Oleh karena itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.
Tanggal 12 Dzulhijjah tepatnya sekitar tanggal 17 Agustus 1530 M menjadi hari terakhir Sultan Ali Mughayat Shah menghembuskan napas. Kemudian Kerajaan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultan Salahuddin pada tahun 1530-1539 M.
ADVERTISEMENT
Tak berlangsung lama pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah. Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh Portugis.
Pada saat itu Portugis dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang memusuhi Aceh. Penyerangan terus digencarkan hingga wafatnya Sultan Alauddin Riayat Shah.
Kemudian kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh Sultan Husein Ali Riayat Shah.
Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang telah diduduki Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal.
Pasukan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Husein Ali Riayat berhasil membakar Malaka bagian selatan, akan tetapi penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja.
Hal tersebut karena Malaka di bawah kekuasaan Portugis mampu bertahan dan semakin memiliki tekad untuk membumi hanguskan Kerajaan Aceh.
ADVERTISEMENT
Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan Moeda yang dinobatkan saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan.
Setelah menjabat kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda dikabarkan wafat dan mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh sebab itu, Sultan Moeda hanya dianggap sebagai sultan bayangan, karena hanya memerintah dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam, anak dari Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah kejam, hingga akhirnya wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya pun sangat singkat.
Selanjutnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin. Akan tetapi, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al Abidin turun dari tahtanya karena dinilai sangat kejam.
ADVERTISEMENT
Pada masa inilah, Aceh mengalami krisis dinasti. Hingga akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari Kerajaan Perak.
Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus dihadapkan oleh Kerajaan Johor yang ingin menyerang Aceh.
Masa yang genting sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal Aceh, membuat Sultan Alauddin Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar.
Akibatnya armada Aceh mengalami kekalahan dan berhasil dihancurkan Portugis di depan Kedah.Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh prajuritnya sendiri yaitu Sri Pada.
Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa kepemimpinannya, Sultan Buyong melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk bersekutu.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil.
Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku Islam yang diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al Muminin, karangan Syams ud-Din. Kemudian ada Mahkota para raja, karangan Bukhari Al Johari.
Setelah Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu, Sultan Ali Riayat Shah. Namun, pada masa pemerintahannya terjadi banyak masalah yang dialami oleh Kerajaan Aceh.
Pada saat itu Aceh mengalami krisis pangan, hingga banyak menyebabkan rakyat kelaparan. Selain itu, portugis juga menyerang Aceh secara tiba-tiba dengan armada Martin Affonse.
Akhirnya, masa kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda, yaitu sepupu dari Sultan Ali Riayat Shah. Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
ADVERTISEMENT
Sultan Iskandar Muda berhasil menduduki wilayah timur seperti, Pasai, Pedir, Deli, Aru. Sedangkan wilayah barat, ia menguasai Dya, Labu, Singkel, Priaman, Padang.
Selain itu, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-negara luar di Semenanjung Melayu seperti, Johor, Pahang, Perak, dan Kedah.
Sultan Iskandar Muda juga berhasil meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus menguasai jalur perdagangan sebelah barat.
Sultan Iskandar Muda memimpin Kerajaan Aceh selama 29 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga mendapat julukan “Marhom Mahkota Alam”. Selanjutnya, usai kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh dipimpin oleh:
ADVERTISEMENT

2. Struktur Kerajaan Aceh

Berikut adalah rincian struktur Kerajaan Aceh:
ADVERTISEMENT

3. Peninggalan Kerajaan Aceh

Berikut adalah peninggalan kerajaan Aceh yang masih ada hingga masa kini:
Demikian adalah penjelasan mengenai sejarah pendiri Kerajaan Aceh, struktur, dan peningggalannya. (Nisa)