Santri Mudik Diimbau Kampanyekan Anti Hoax dan Radikalisme

Jurnal Sulawesi
Jurnalsulawesi.com menerapkan standar jurnalisme berkualitas dalam memberitakan peristiwa lokal, nasional dan internasional.
Konten dari Pengguna
8 Juni 2018 8:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jurnal Sulawesi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Santri Mudik Diimbau Kampanyekan Anti Hoax dan Radikalisme
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Palu, Jurnalsulawesi.com – Salah satu persoalan bangsa saat ini, maraknya paham radikalisme dan berita bohong (Hoax). Untuk menangkal semua itu, seluruh element bangsa, utamanya masyarakat Sulteng, harus menyatakan perang terhadap hoax dan radikalisme, karena jika hal ini dibiarkan, maka akan menimbulkan bahaya besar bagi daerah ini serta keutuhan NKRI.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan Direktur Intelkam Polda Sulteng Kombes Lilik Aprianto, kepada Jurnalsulawesi.com, Kamis (7/6/2018).
Menurut Dir Intelkam peran serta masyarakat sangat diharapkan, utamanya dari kalangan tokoh agama dan masyarakat. Dan tidak terkecuali dari kalangan mahasiswa, pelajar utamanya dari santriwan dan santriwati.
Apalagi tambahnya, jelang hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1439 H, tentunya pelajar, mahasiswa serta santri yang mengenyam pendidikan di luar Sulteng, akan mudik lebaran. Nah kondisi ini yang bisa dimanfaatkan oleh para pelajar dan santri dalam mengkampanyekan anti hoax dan paham radikalisme, minimal terhadap keluarga terdekat.
“Setidaknya ilmu yang mereka dapatkan di Pesantren, bisa ditularkan kepada masyarakat sebagai generasi masa depan yang akan membawa Islam Rahmatanllil alamin, jauh dari sikap intoleran serta tetap menjaga negara kesatuan yang berazaskan Pancasila,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ia pun menambahkan bahwa sebagai pelajar dan santri, harus bisa menjadi bumper dalam menangkal paham radikalisme agar tidak tersebar kepada masyarakat. Kemudian harus mampu menjaga sikap toleransi antar sesama penganut agama serta menjauhkan sikap intoleran sebagai cikal bakal perpecahan bangsa.
Apalagi diketahui bahwa Islam adalah agama damai yang jauh dari kekerasan. Olehnya kata Lilik Aprianto, kita harus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa budaya nusantara adalah budaya yang sesuai dengan adat ketimuran dan bisa menerima golongan siapa pun. (Agus Manggona)