Lepas Status Ibu Kota Negara, Jakarta Akan Tetap Menjadi 'Kota Dunia'

Julian Savero Putra Soediro
Tenaga Ahli di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pembelajar, penulis, dan peneliti.
Konten dari Pengguna
6 April 2022 15:22 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Julian Savero Putra Soediro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana malam Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Suasana malam Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebentar lagi, Jakarta sudah tidak akan menjadi Ibu Kota Negara seiringan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
ADVERTISEMENT
Konsekuensi logis dari situasi ini adalah penghapusan status Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota serta berbagai privilege yang melekat selama ini.
Di luar aspek pemerintahan, aspirasi publik juga harus menjadi pertimbangan serius. Karenanya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menggaungkan #JakartaKeDepan sebagai upaya penjaringan dan sarana artikulasi suara publik untuk menyampaikan harapannya bagi Jakarta.
Mungkin akan muncul beberapa pertanyaan publik selepas Jakarta sudah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara. Seperti, akan di bawa ke mana Jakarta? Bagaimana dengan kelanjutan pembangunan? Hingga akankah Jakarta masih menjadi perhatian dunia?
Jakarta tidak akan ditinggalkan. Itulah janji dari Presiden Joko Widodo mengenai peran dari pemerintah pusat ke depannya saat akan meninggalkan Jakarta.

Sisa Kepentingan Pemerintah Pusat di Jakarta

Perihal ini, saya akan membaginya menjadi dua, yaitu kepentingan politik yang bisa diartikan seputar hal-hal yang berkaitan dengan otoritas hingga tata pemerintahan, dan kepentingan pembangunan yang berkaitan dengan fokus pembangunan dari pusat di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Peran pemerintah pusat dalam membangun Jakarta hingga kini bisa dikatakan adalah prioritas karena masih berstatus Ibu Kota Negara. Kita bisa melihat fokus dari pusat melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlokasi di Jakarta.
Melihat Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Tahun 7 Tahun 2021, mulai dari 2020-2024 terdapat 208 Proyek Strategis Nasional yang merupakan proyek pembangunan langsung dari pemerintah pusat di tiap daerah. Kemudian 24 di antaranya berlokasi langsung atau bersinggungan dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Tentu, pembangunan pusat sangatlah berarti di Jakarta. Kita bisa melihat suksesnya MRT Jakarta yang melibatkan Pemerintah Pusat kini berhasil membantu dalam mengurai kemacetan, dan tentu menjadikan wajah Jakarta lebih rapi dari sebelumnya. Belum lagi dengan berbagai macam proyek lainnya yang tidak disebutkan.
ADVERTISEMENT
Ada kepentingan lainnya seperti aset, yang akan bersinggungan dengan kepentingan politik maupun pembangunan. Melihat laporan Kementerian Keuangan pada APBN 2021, Pemerintah Pusat akan meninggalkan harta senilai Rp2.266 triliun di Jakarta, mulai yang berbentuk tanah, bangunan, hingga aset lainnya saat pindah ke Nusantara.
Menarik untuk menunggu bagaimana nasib dari keseluruhan ribuan triliunan tersebut, khususnya perihal gedung atau bangunan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentu harus menemukan titik kompromi agar berbagai aset idle nantinya tidak terbengkalai.
Mulai dari dijadikan sebagai cagar budaya, direvitalisasi sebagai hunian warga, ataukah Ruang Terbuka Hijau (RTH), hingga kemungkinan lainnya yang menanti. Namun kita berharap seiring berkurangnya kepadatan aktivitas pemerintahan dan politik nasional di Jakarta bisa menjadi momentum untuk berbenah, khususnya agar penataan kota jauh lebih baik.
ADVERTISEMENT
Beralih ke kepentingan politik. Dalam tata pemerintahan kita mengenal tentang sejauh apa otoritas pemerintah daerah melalui konsep otonomi dan desentralisasi. Keseluruhan hal tersebut memiliki satu outcome yaitu kebijakan publik.
Sudah menjadi kesadaran bersama bahwa Jakarta menjadi pusat dari megapolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Kesatuan wilayah aglomerasi tersebut berada di bawah payung pengambilan keputusan yang berbeda, yaitu Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi DKI Jakarta itu sendiri.
Melihat status quo, kita memiliki lembaga Badan Kerja Sama Pembangunan Jabodetabekjur (BKSP Jabodetabekjur) yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2006. Lembaga ini belum begitu kuat secara otoritas, kemudian pendanaan yang dibebankan pada tiap-tiap provinsi menjadi permasalahan karena prioritas dari tiap provinsi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Kita juga memiliki Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, dengan memasukkan daerah Puncak ke dalam daerah Jabodetabekjur sebelumnya. Peraturan ini memberi sinyal bahwa pemerintah pusat bahwasanya sadar wilayah megapolitan ini sangat berkaitan. Namun kembali lagi, kurangnya otoritas serta prioritas dari lembaga dan peraturan tersebut menghasilkan kebijakan bagi tiap-tiap wilayah yang kurang tersinergi dan sporadis.
Tentu, Pemerintah Daerah tidak bisa bertindak sendiri. Peran penting dari Pemerintah Pusat dengan political will-nya sangat dinanti untuk menyelesaikan permasalahan bersama wilayah perkotaan ini.
Khususnya dalam skema besar untuk tetap mempertahankan Jakarta sebagai Kota Global yang lebih tertata baik secara politik dan pembangunan.

Kelayakan Sebagai Kota Global

Suasana proyek pembangunan Jakarta Internasional Stadium (JIS) (28/9/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menyoal Kota Global, terdapat istilah yaitu Global City, oleh Saskia Sassen (2004) dalam jurnalnya The Global City: Introducing a Concept, saat sebuah kota memiliki pengaruh yang besar baik secara langsung atau tidak langsung dalam urusan internasional yang tidak terbatas hanya dalam hubungan sosio-ekonomi, namun juga pengaruh budaya dan politik.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya kapasitasnya sebagai daerah yang berpengaruh di tingkat nasional. Namun juga eksis dalam pergaulan internasional. Jakarta tercatat menjadi wilayah kota yang memiliki kerja sama atau sister city dengan kota-kota dunia terbanyak di Indonesia.
Tidak tanggung, melansir dari beritajakarta.id, sebanyak 21 kota mulai dari New York, Tokyo, Beijing, Berlin, hingga Pyongyang, menjalin kerja sama dengan Jakarta pada catatan akhir tahun 2019.
Kita juga bisa berkaca dari prestisnya New York. Meskipun bukan Ibu Kota Negara dari Amerika Serikat, The Big Apple selalu menjadi perhatian, dan bahkan menjadi kiblat budaya populer dunia.
Melihat Jakarta, tentu memiliki potensi yang sama. Popularitas sebagai kota besar akan selalu tersemat pada Jakarta. Melihat laporan dari BPS pada tahun 2020, Provinsi DKI Jakarta memiliki 96 pusat perbelanjaan / mall. Mengejutkannya melihat laporan dari mallscenters.com, New York diketahui hanya memiliki 68 mall yang secara jumlah tertinggal dari Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kita juga bisa melihat besarnya perhatian internasional melalui jumlah investasi asing yang mengalir ke Jakarta sebagai pusat bisnis Indonesia. Melihat laporan dari Kementerian Investasi, sepanjang tahun 2021 jumlah investasi asing langsung di Jakarta senilai US$ 3.330,6 juta dengan jumlah proyek investasi sebanyak 15.060.
Angka tersebut secara agregatif sekitar 9,33% dari total investasi asing yang mengalir ke Indonesia. Selain itu, tren dari tiap hitungan triwulan di tahun 2021 memperlihatkan posisi DKI Jakarta yang selalu menempati posisi tertinggi ke-2 hingga ke-5 nasional dari seluruh 34 Provinsi di Indonesia.
Terbaru, akan terlaksananya ajang prestis Formula-E, terbanggunnya Jakarta International Stadium (JIS), hingga revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM), kelak akan menjadi ikon baru dari Jakarta untuk ke depannya.
ADVERTISEMENT
Berbagai fasilitas megah tersebut bukanlah tanpa arti. Catatan pembangunan pada masa Anies Baswedan dan Riza Patria menjadi peninggalan penting dan modal berarti bagi Jakarta ke depan saat sudah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.

Mewujudkan Cita Melalui Kolaborasi

Pembangunan dan penentuan arah Jakarta ke depan tidak bisa dilakukan sendiri. Linier dengan tagline-nya, Jakarta adalah Kota Kolaborasi. Berbagai permasalahan sosio-politik, ekonomi, dan kebudayaan bisa terselesaikan dengan kolaborasi dari tiap elemen masyarakat.
Citra sebagai kota terbesar, pusat budaya, hingga pusat pertumbuhan ekonomi akan selalu melekat pada Jakarta. Tentu saja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mendengar berbagai aspirasi yang disuarakan oleh warganya.
Logo Jakarta Kota Kolaborasi. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Untungnya, upaya membumikan proses perumusan RUU Kekhususan Jakarta tengah diupayakan. Seluruh masyarakat Indonesia, khususnya warga Jakarta dan Jabodetabek bisa menyampaikan pendapatnya melalui kanal www.jakartakedepan.jakarta.go.id.
ADVERTISEMENT
Semarak menyambut kemajuan Jakarta akan semakin menggema untuk beberapa tahun ke depan. Semuanya bisa dimulai dari kita, untuk tetap mewujudkan Jakarta sebagai wajah Indonesia di mata dunia.