Tahun Politik, Perubahan Iklim, dan Harapan Kaum Muda

Jonathan Jordan
Research Fellow for Area Studies, Indonesian Institute of Advanced International Studies (INADIS) Lulusan S1 Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia Peminat kajian Rusia, Eropa Timur dan Eurasia serta diplomasi olahraga
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2023 16:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jonathan Jordan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta, Senin (14/8/2023). Penghijauan di jalan menjadi fokus penting dalam membangun tata kota yang ramah lingkungan. Seiring tahun politik, harapan pada isu iklim meningkat terutama bagi kaum muda (Sumber gambar: hasil jepretan pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta, Senin (14/8/2023). Penghijauan di jalan menjadi fokus penting dalam membangun tata kota yang ramah lingkungan. Seiring tahun politik, harapan pada isu iklim meningkat terutama bagi kaum muda (Sumber gambar: hasil jepretan pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia telah sampai kembali pada tahun politik dengan pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Tiga pasangan bacapres-bacawapres sudah diumumkan dan menunggu keputusan resmi KPU, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Anies Baswedan-Muhaimin iskandar.
ADVERTISEMENT
Ketiga pasangan bacapres-bacawapres ini akan berkompetisi membawa gagasan dan harapan mereka untuk Indonesia, dengan harapan memenangkan hati rakyat untuk memilih mereka.
Di pilpres 2024, pemuda merupakan penyumbang suara cukup signifikan. KPU mencatat 52 persen dari calon pemilih di pilpres 2024 berusia antara 17-40 tahun (generasi Y dan Z). Tak heran, para capres berusaha menarik simpati dan ketertarikan kaum muda dalam manuver politik mereka, karena peran krusial suara mereka dalam menentukan pemenang pilpres.
Mereka berbicara tentang peran penting kaum muda dan bagaimana kaum muda diharapkan dapat mendorong kemajuan bangsa sebagai aset masa depan. Namun, sejatinya pemuda bukanlah "mesin" yang hanya diharapkan untuk melakukan ini-itu sedangkan yang lebih tua menyaksikan saja.
ADVERTISEMENT
Generasi yang lebih tua—yang akan mengisi sebagian besar jabatan tinggi negara—juga punya peran dalam menjamin kualitas hidup generasi muda, kesehatan fisik dan mental mereka, hingga peluang dan ruang yang baik bagi kaum muda agar dapat merealisasikan impian mereka untuk kemajuan bangsa.
Dari sekian banyak isu yang menjadi perhatian kaum muda, isu penting yang akan berdampak pada isu-isu lainnya adalah krisis iklim dan dampaknya bagi Indonesia.

Dunia yang Mendidih

Ilustrasi cuaca panas. Foto: Miguel MEDINA/AFP
Pada Juli 2023, Sekjen PBB Antonio Guterres menyebut dunia saat ini berada bukan lagi pada pemanasan global (global warming) melainkan pendidihan global (global boiling). Hal ini terlihat dengan suhu rata-rata Bumi tertinggi yang tercatat dalam sejarah modern pada awal Juli 2023.
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan meyakini perlunya membatasi peningkatan suhu rata-rata Bumi pada titik 1,5 derajat celsius untuk mencegah krisis iklim yang dapat membahayakan manusia. Sayangnya, saat ini diproyeksikan Bumi sedang mengarah pada peningkatan sekitar 3 derajat celsius di akhir abad ke-21, yang akan berdampak sangat berbahaya bagi iklim global.
Oleh karena itu, usaha global untuk mengatasi krisis iklim disadari oleh dunia. Salah satunya seperti adanya Perjanjian Paris yang mengusahakan pengurangan emisi agar pemanasan global tidak melebihi batas aman 1,5 derajat.
Ada banyak risiko dari pemanasan global yang tidak terkendali. Suhu panas ekstrem dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan bahkan bisa mematikan. Polusi udara bisa mendatangkan berbagai penyakit pernapasan. Bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan dapat mengacaukan aktivitas manusia.
ADVERTISEMENT
Akses air bersih dan makanan sehat akan semakin sulit jika ekosistem Bumi terganggu. Potensi penyakit menular dan pandemi baru bisa meningkat. Beberapa daerah tidak lagi layak dihuni karena suhu ekstrem atau tenggelam karena meningkatnya permukaan air laut.
Dampak alami dari krisis alam akan berdampak pada kestabilan ekonomi dan politik suatu negara. Konflik berbasis agraria dan akses pangan akan meningkat seiring berkurangnya lahan subur untuk pertanian.
Memburuknya kualitas kesehatan masyarakat akibat penyakit terkait cuaca dan polusi bisa menjadi beban pada belanja negara dan indeks pembangunan manusia.
Harga kebutuhan pokok dapat mengalami instabilitas jika terjadi kekeringan, yang dapat menimbulkan masalah politik. Dan kemungkinan terburuk adalah potensi pengungsi iklim (climate refugees) yang harus meninggalkan daerahnya yang tidak lagi layak huni.
ADVERTISEMENT

Perhatian pada Iklim untuk Penerus Bangsa

Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
Indonesia sendiri tidak lepas dari dampak perubahan iklim, sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa, dengan wilayah perairan yang besar dan keanekaragaman hayati dan hutan hujan yang luas.
Di tahun 2023 saja, masyarakat mengeluhkan cuaca panas, kemarau panjang dan polusi udara di Jabodetabek yang berdampak pada peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Di daerah lainnya, kekeringan berdampak pada gagal panen dan meningkatnya harga bahan pangan pokok. Kelaparan juga menjadi masalah serius dengan puluhan orang tewas akibat kelaparan di provinsi Papua Pegunungan.
Jika krisis iklim semakin memburuk, hal ini akan semakin berdampak pada kestabilan ekonomi dan politik di Indonesia dan mengganggu impian Indonesia dalam mencapai kemajuan pada 100 tahun usia kemerdekaannya di 2045. Oleh karena itu, isu perubahan iklim harus diperhatikan dalam visi-misi capres, termasuk dalam program kerja, kampanye dan debat kandidat capres.
ADVERTISEMENT
Penulis melihat ada tiga aspek penting yang dapat ditarik dari perhatian calon pemimpin bangsa pada isu iklim. Pertama, perhatian pada isu iklim adalah bentuk perhatian pemimpin bangsa pada generasi penerusnya.
Dalam aspek ini, pemuda tidak hanya dilihat sebagai objek yang “berkewajiban” melakukan berbagai hal, tetapi juga sebagai subjek yang layak mendapat hak untuk pengembangan dirinya. Dan, lingkungan hidup yang sehat adalah syarat penting bagi kehidupan mereka, karena pengaruh lingkungan hidup yang signifikan pada kesehatan dan kenyamanan mereka, baik fisik maupun mental.
Kedua, pembangunan berkelanjutan sebaiknya menjadi pedoman bagi program kerja capres-cawapres. Hal ini dapat direalisasikan dengan memperhatikan dampak terhadap alam dan ekosistem pada proyek-proyek strategis nasional.
Juga mendorong transisi dan pengembangan sumber energi terbarukan sebagai alternatif terhadap bahan bakar fosil, maupun membangun infrastruktur yang dapat mengurangi emisi karbon seperti pembangunan sistem transportasi publik di kota-kota Indonesia, investasi kendaraan listrik, serta tata kota yang hijau dan ramah pejalan kaki.
ADVERTISEMENT
Terakhir, perhatian pada iklim dapat menjadi salah satu nilai yang dibawa Indonesia dalam kebijakan luar negerinya. Indonesia dapat membangun kerja sama dengan sesama negara tropis seperti Brasil dan Republik Demokratik Kongo dalam menyuarakan pentingnya perhatian dan komitmen dunia pada isu iklim di forum internasional.
Indonesia dapat menjadi pemimpin dan perwakilan suara negara berkembang dalam melobi negara maju terkait pentingnya mengontrol emisi karbon dan menagih komitmen dunia pada mencegah kenaikan suhu Bumi secara drastis.
Indonesia punya banyak cita-cita dan harapan untuk masa depannya, yang dirasakan oleh para pemilih muda yang akan memegang peranan penting dalam penentuan siapa yang menjadi pemimpin bangsa.
Namun, lingkungan hidup yang sehat dan layak adalah faktor penting yang nantinya akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di negeri kita. Biarlah para calon pemimpin bangsa dapat meresapi ini dalam menentukan arah mereka untuk masa depan bangsa.
ADVERTISEMENT