Kala Wajah Anak Bujang Mulai Berjerawat

Sri Kuswayati
Sri Kuswayati a.k.a Ummi Aleeya merupakan founder Joeraganartikel dan Dosen IT di Bandung
Konten dari Pengguna
31 Juli 2021 16:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Kuswayati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : freepik
zoom-in-whitePerbesar
sumber : freepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Semoga saja kelak, anakku tidak berjerawat. Mulus. Karena memiliki wajah berjerawat menurunkan level percaya diri beberapa derajat. Doa itu sudah kupanjatkan semasa gadis, hingga aku menikah dan anakku mulai tumbuh remaja. Pasalnya aku pernah mengalami rasa minder, meski sebenarnya tidak ada teman-teman yang meledekku, gara-gara memiliki wajah berjerawat. Tumbuh sebagai seorang gadis remaja dengan hiasan jerawat di wajah membuatku bertekad: Anakku jangan mengalami nasib serupa. Sebagai seseorang yang memiliki kulit wajah cenderung berminyak, jerawat memang sering mampir di wajahku. Masa remaja terasa buram kala itu, gara-gara bintang bertaburan di wajah putihku yang selalu nampak mengkilap. Lebih parahnya lagi, jerawat masih sesekali mampir meski aku sudah menyandang status ibu. Tiap mau datang bulan. Baru stop saat usiaku menginjak kepala empat. Duh, malu rasanya. Sebegitu besarnya keinginanku itu, sampai rela merogoh kocek lebih dalam untuk menebus paket obat penawar jerawat, kala mendapati sulungku ternyata memiliki kecenderungan yang sama: Kulit berminyak. Meski dia itu bujang alias anak lelaki, aku tak rela melihat wajahnya memerah bertaburan "bintang". Ternyata, setelah obat dokter habis, jerawat nongol lagi. Begitu terus. Lama-lama aku berpikir, apakah ini akan berlanjut selamanya? Apakah tidak ada cara lain mengusir jerawat selain dengan menebus resep dokter yang nilainya lumayan untukku. Lebih dari itu, dalam hati aku merasa khawatir akan efek yang ditimbulkannya. Pandemi Mengubah Segalanya
ADVERTISEMENT
Pandemi dan adanya kebijakan PPKM menyebabkan waktu praktik dokter terbatas. Setiap kali kami akan berobat ke dokter kulit, selalu tidak kebagian nomor. Akhirnya aku mulai memutar otak mencari cara lain agar wajah anak bujangku tetap terawat. Gak rela pokoknya ada jerawat yang singgah di putih wajahnya.
Langkah yang aku lakukan adalah mencari alternatif lain. Berupaya menemukan obat yang memiliki khasiat sama yakni mampu menghilangkan jerawat. Pilihan pertamaku jatuh pada produk-produk laris yang dijual di e-commerce. Diskonnya gila-gilaan dan nampaknya khasiat sudah teruji. Ada banyak testimoni, tetapi setelah kubaca, sebagian besar isinya menyatakan ucapan terima kasih bahwa produk sudah sampai dalam keadaan baik. Rating bintang lima yang diberikan adalah untuk pelayanan toko. Bagaimana dengan review produk? rata-rata menulis: Mudah-mudahan cocok dipakai, he.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya, sebelum memutuskan membeli produk, anak bungsuku mengingatkan: Awas produk tiruan, pastikan sudah terdaftar BPOM. Ah, hampir saja aku tergiur ingin segera transfer membeli produk yang kupikir cocok. Apalagi harga sangat terjangkau. Ya, apa yang dikatakannya benar. Membeli skincare itu perlu kehati-hatian, sebab tidak sedikit yang mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan.
Berlainan denganku yang fokus pada perawatan wajahnya, di masa pandemi ini sulungku terlihat lebih fokus pada bobot tubuhnya. Akibat bobot tubuh yang naik berkali lipat, saat hendak membeli celana panjang yang baru, tidak ada nomor yang cocok untuknya. Bahkan nomor yang berukuran paling besar pun tak mampu menampung tambun tubuhnya.
Anak bujangku mulai melakukan diet sehat dengan mengurangi asupan karbohidrat, lebih banyak minum dan mulai rutin berolahraga. Tanpa kami sadari, pola hidup sehatnya berpengaruh pada produksi minyak di wajah. Perlahan jerawat mulai minggat, wajahnya nampak lebih bersih dan sehat. Setelah ini, tinggal memikirkan bagaimana cara menemukan produk perawatan wajah yang tepercaya, aman dan ramah di kantong.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, keinginan untuk merawat wajah, terlepas dari gender yang dimiliki, merupakan bukti rasa syukur pada sang Maha Pencipta. Bagaimana menurut pendapat Anda?