Ndasmu Etik!

Septian Cahyo Putro
Pemelajar seumur hidup. Dosen Bahasa Indonesia di UPJ dan AKIP.
Konten dari Pengguna
22 Desember 2023 21:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Septian Cahyo Putro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi etika. Foto Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi etika. Foto Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam bahasa Jawa, dikenal ada tiga kasta, yaitu ngoko, krama, dan krama inggil. Kata ndas 'kepala' berada pada tingkat terendah (ngoko). Pada tingkat krama disebut sirah dan tingkat krama inggil disebut mustaka.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, orang Jawa gemar menggunakan kosakata anggota tubuh leher ke atas dalam kasta ngoko untuk memaki, mengejek, atau sekadar bercanda. Contohnya, motomu 'matamu', irungmu 'hidungmu', lambemu 'bibirmu', dsb.
Untuk memaknai sebuah kata itu ejekan, makian, atau sekadar candaan, secara sederhana kita bisa lihat mimik wajah dan gestur tubuh serta konteks kata tersebut diucapkan. Soal ini biarlah pakar komunikasi yang menjelaskan.
Yang jelas, ketika sebuah kata diucapkan dengan nada marah dan jengkel, terlebih disertai konteks yang dijelaskan langsung oleh penuturnya, kecil kemungkinan itu sebagai candaan. Meski, kata tersebut mengundang gelak tawa pendukungnya.
Padahal, etika itu di atas hukum. Itulah mengapa MK sebagai majelis hukum tertinggi di Indonesia tidak lagi disidang dengan dewan hukum, tetapi dewan etika. Jika etika dilupakan, hukum hanyalah soal selera bagi penguasa! Jika kepala tak punya etika, bawahan akan semena-mena!
ADVERTISEMENT