ERA BIG DATA, ERA INOVASI

Konten dari Pengguna
16 Juni 2017 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari jack bon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ERA BIG DATA, ERA INOVASI
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi banyak kalangan, bicara soal data seringkali masih diartikan terbatas pada data berupa angka atau statistik. Data dianalogikan hanya diproduksi oleh kalangan tertentu saja, seperti peneliti, pakar keuangan, ilmuwan, dll. Padahal menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (Daring) milik Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, da·ta n 1 keterangan yg benar dan nyata: pengumpulan — untuk memperoleh keterangan tt kehidupan petani; 2 keterangan atau bahan nyata yg dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Definisi tersebut jelas tidak membatasi bahwa data harus berupa angka atau data harus dikeluarkan oleh siapa.
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari setiap individu saat ini menghasilkan serta berurusan dengan data. Mulai dari data sederhana berupa posting di Facebook, obrolan di WhatsApp, hingga data penting seperti laporan SPT Pajak Online atau presentasi tender milyaran rupiah kepada klien. Sejumlah pakar memprediksi bahwa saat ini diperkirakan sekitar 2.5 triliun byte data dihasilkan setiap harinya (www.cloudtweaks.com/2015). Mesin pencari google saja konon memproses 3.5 juta permintaan/ hari dan Facebook menayangkan 300 juta foto/ hari. Belum lagi sumber-sumber lain yang jumlahnya tak terbatas. Luar biasa bukan? Data yang terus menerus mengalir setiap detik, luar biasa banyak dan beragam itulah yang kemudian dikenal dengan istilah Big Data. Banyak pihak mendefinisikan karakter Big Data sebagai 4V yaitu Volume, Variety, Velocity, dan Veracity.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan Big Data yang terus “membengkak” itu kemudian mendorong para ilmuwan data untuk mengembangkan inovasi Big Data Analytic Tool, yaitu perangkat yang dapat memproses dan mengolah data dalam jumlah yang besar dari berbagai sumber dengan variasi data berbeda, baik yang terstruktur (data structure) ataupun tidak terstruktur (data unstructured) untuk mendapatkan pola-pola yang terjadi sehingga dapat ditemukan korelasi dan menghasilkan informasi yang berguna dengan cepat. Contoh perusahaan penyelenggara Big Data Analytics, antara lain Google, IBM, Oracle, Teradata, SAP, dan di Indonesia kita memiliki i-811 dengan produk Paques Big Data Processing & Analytics.
Inovasi Big Data Analytic memungkinkan ditemukannya pola-pola tersembunyi, korelasi data tak terduga, market trend, selera konsumen, dan informasi bisnis berharga lainnya. Dampak akhirnya tentunya peningkatan kinerja bisnis, mulai dari efektivitas program marketing, peluang pendapatan baru, pemahaman konsumen yang lebih baik, daya saing perusahaan, serta berbagai manfaat bisnis lainnya. Meskipun sekarang mungkin belum banyak pihak memanfaatkan inovasi ini, namun semua hanyalah soal waktu. Sama halnya ketika internet pertama kali dikenalkan sekitar dua dekade lalu. Tidak semua perusahaan langsung mengadopsinya kala itu. Tapi lihat sekarang, tidak ada perusahaan yang tidak membutuhkan internet.
ADVERTISEMENT
Mengapa? Karena “lilitan” data yang semakin rumit akan memaksa banyak pihak untuk mencoba menguraikannya dan menjadikannya bermanfaat. Contoh sederhana. Di era tahun 1980-an, bisa jadi hanya ada satu merk margarin yang bercokol di benak dan dapur para Ibu. Tapi kini, seiring perkembangan teknologi dan kompetensi, berbagai merk muncul di pasaran. Setiap margarin kini harus bisa menunjukkan “kelebihannya” di mata konsumen, alias harus jelas positioning-nya. Ada margarin yang memilih dikenal sebagai “teman sehat makan roti”, tapi ada juga yang mengusik kesadaran konsumen akan kesehatan dengan informasi tambahan “mencegah kanker”. Macam-macam. Namun yang jelas, semua produsen margarin atau produk lainnya tidak lagi cukup mengandalkan intuisi dalam menjalankan bisnisnya. Di sinilah data memegang peranan penting. Aktivitas riset pun mulai menjadi pilar pengembangan strategi bisnis, untuk mengetahui secara pasti apa keinginan pasar, bagaimana kondisi lapangan, dsb.
ADVERTISEMENT
Kendalanya, riset tidak bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu, butuh biaya besar, butuh kompetensi khusus, dsb. Padahal, seperti disebutkan dalam temuan pakar di atas, Facebook saja bisa menampilkan 300 juta foto/ hari. Artinya selera konsumen, tren pasar, perkembangan harga, hingga alur distribusi bisa berubah setiap saat karena dinamika arus data dan informasi. Lalu, apakah setiap saat pula perusahaan harus mengumpulkan pakar riset? Lalu kapan action-nya?
Big Data Analytics Tool adalah solusinya. Alih-alih setiap saat perusahaan mengundang lembaga riset, kini perusahaan bisa melakukan risetnya sendiri. Berbekal teknologi berbasis open-source software framework, antara lain seperti Hadoop, YARN, MapReduce, Spark, Hive, Pig, dan NoSQL, Paques, Big Data Analytics Tool menjalankan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data yang berasal dari dokumen internal, artikel di internet, media sosial, data log dari beragam aplikasi, database dan sumber data lainnya berupa teks atau csv. Contohnya, Paques Big Data Processing & Analytics yang merupakan platform Big Data karya asli anak bangsa, yang dapat mengolah beragam sumber data dalam satu framework. Dimulai dengan pencarian sumber data, mengekstrak seluruh data yang menjadi perhatian, menganalisa keterhubungan data, mengelompokkan hasil analisa menjadi kumpulan informasi, kemudian informasi tersebut divisualisasikan untuk memudahkan pengguna dalam menangkap hasil analisa sehingga pengguna mendapatkan insight dalam membuat strategi. Rangkaian proses riset yang mungkin biasanya memakan waktu berbulan-bulan, saat ini bisa diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat. Dampaknya? perusahaan semakin lincah dan responsif menanggapi perubahan pasar atau dinamika elemen bisnis lainnya.
ADVERTISEMENT
Tentunya perkembangan teknologi Big Data ke depan tidak melulu terkait dengan inovasi perangkat/ tools. Kelahiran teknologi ini juga mendorong terciptanya paradigma baru dalam menjalankan bisnis. Seperti dikatakan oleh Murli Buswar, Chief Science Officer AIG, dalam sesi wawancara dengan McKinsey. Tantangan terbesar dalam adopsi Big Data di sebuah perusahaan adalah menciptakan evolusi dari budaya “merasa serba tahu” menjadi budaya belajar. Dari kultur bisnis yang banyak tergantung pada keputusan berbasis insting dan pengalaman, menjadi budaya pengambilan keputusan yang lebih objektif, berbasis data, dan memanfaatkan kekuatan teknologi. Jadi, individu dan organisasi sebagai pelaku bisnis juga harus terdorong untuk berubah. Kemampuan mengetahui lebih banyak hal dari korelasi dan pola-pola data yang dimiliki perusahaan, seyogyanya diikuti dengan semangat berinovasi. Menciptakan produk baru, memberikan layanan yang lebih baik, menjalin hubungan dengan stakeholders yang harmonis dan berkelanjutan. Jika tidak, selengkap dan secepat apa pun informasi berharga yang dihasilkan oleh Big Data Analytics , akan berakhir sebatas tampilan indah di layar komputer. Siap memasuki era Big Data artinya (harus) siap memasuki era penuh inovasi, kreatifitas, petualangan tanpa batas.
ADVERTISEMENT
Ditulis dari berbagai sumber:
http://www.mckinsey.com/business-functions/mckinsey-analytics/our-insights/how-companies-are-using-big-data-and-analytics
http://searchbusinessanalytics.techtarget.com/definition/big-data-analytics
http://cloudtweaks.com/2015/03/surprising-facts-and-stats-about-the-big-data-industry/