Serangan Hamas dan Tantangannya bagi Israel

Irsad Irawan
Seniman Gerpolek Gerilya Politik Ekonomi
Konten dari Pengguna
11 Oktober 2023 10:33 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irsad Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Asap membubung di atas gedung-gedung di Kota Gaza selama serangan udara Israel, Senin (9/10/2023).  Foto: Mohammed ABED / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Asap membubung di atas gedung-gedung di Kota Gaza selama serangan udara Israel, Senin (9/10/2023). Foto: Mohammed ABED / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tatkala ribuan roket menghujani Israel dan membakar langit Tel Aviv dan kota-kota lain, prioritas negara Yahudi tersebut saat ini mengamankan kota-kota dan pangkalan militernya dari serangan mematikan Hamas yang diluncurkan dari Jalur Gaza.
ADVERTISEMENT
Selain menembakkan ribuan roket, sayap militer Hamas juga melancarkan serangan darat di wilayah yang diduduki Israel. Serangan-serangan itu mengadopsi gaya perang baru sebagai terjadi di Ukraina, yaitu dengan pemanfaatan drone. Dalam sebuah video, nampak sebuah drone Hamas berhasil menghancurkan sebuah tank Merkava milik tentara bela diri Israel [IDF].
Hamas juga menggunakan taktik serangan “airbone”, dalam hal ini tentu Hamas tidak menggunakan pesawat angkut untuk menerjunkan pasukan lintas udara [paratrooper], tetapi menggunakan “paraglider bermotor” untuk menerobos wilayah Israel.
Pasca serangan Hamas di Hari Sabat (Sabtu, 7 Oktober 2023), Israel sedang berusaha membasmi para pejuang Hamas, mencegah lebih banyak penyusup, dan membungkam roket dan mortir yang membombardir wilayahnya.
Sebagai tindakan retaliasi atau pembalasan, Israel telah melancarkan berbagai serangan udara di Jalur Gaza dan menyiapsiagakan ribuan pasukan cadangannya. Namun dalam melancarkan Operasi Pedang Besi sebagai serangan balasan terhadap Hamas, terdapat beberapa tantangan yang akan mempengaruhi langkah-langkah politik dan militer yang akan diambil oleh Israel
ADVERTISEMENT

Operasi Militer Darat ke Jalur Gaza

Warga Palestina menguasai tank Israel setelah melintasi pagar perbatasan dengan Israel dari Khan Yunis di Jalur Gaza selatan, Minggu (7/10/2023). Foto: Said Khatib/AFP
Sebelum perang Hamas-Israel yang sekarang ini, para pemimpin Israel pada umumnya berpendapat bahwa serangan udara dan tekanan ekonomi mampu membuat Hamas kehilangan keseimbangan dan berkurang kekuatannya, sehingga Hamas tidak akan mampu menimbulkan ancaman besar bagi Israel.
Namun pemikiran seperti itu sekarang menjadi kurang relevan. Israel bisa saja terus melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza, namun hal ini tidak akan banyak menggoyahkan kekuasaan Hamas.
Selain itu, meskipun opini internasional (negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat) bersimpati kepada Israel, pengeboman yang bertubi-tubi di setiap hari tanpa perlawanan dari Hamas akan mengikis dukungan internasional terhadap operasi militer yang dilakukan oleh IDF.
Dalam jangka pendek, Israel dapat memperoleh keuntungan melawan Hamas dengan mengirimkan militernya untuk menduduki seluruh atau sebagian Jalur Gaza. Dengan memasuki wilayah itu, pasukan Israel akan mengganggu kendali Hamas terhadap penduduk.
ADVERTISEMENT
IDF dapat menginterogasi warga Palestina di wilayah tersebut, menangkap pejabat Hamas di semua tingkatan, dan mendapatkan informasi.
Tentara Israel juga dapat membunuh atau menangkap sejumlah besar anggota Hamas, menghancurkan terowongan dan gudang perlengkapan militer, serta mengganggu rute infiltrasi dari jalur tersebut ke Israel. Semua langkah ini akan melemahkan Hamas dan mengurangi ancaman jangka pendek terhadap Israel.
Meski berhasil melemahkan Hamas, serangan darat tetap membawa risiko besar. Daerah perkotaan yang padat di wilayah Jalur Gaza berpotensi menimbulkan hambatan besar bagi pasukan darat Israel dan menimbulkan potensi besar jatuhnya korban sipil.
Krisis tahun 2014, misalnya, mengakibatkan kematian 66 tentara Israel, enam warga sipil Israel, dan lebih dari 2.000 warga Palestina (kebanyakan warga sipil), meskipun faktanya pasukan Israel hanya melakukan serbuan darat beberapa mil ke Jalur Gaza selama “Operasi Protective Edge”.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Hamas juga telah menggali terowongan di sebagian besar Jalur Gaza, dan mereka dapat menggunakannya untuk mengatur serangan mendadak dan menyandera lebih banyak tentara Israel. Sehingga bisa saja serangan darat ke Jalur Gaza justru akan mengubah bencana politik saat ini menjadi mimpi buruk yang lebih besar.
Israel mungkin dapat menggantikan pengaruh Hamas dalam jangka panjang jika mereka dapat menemukan orang Palestina lainnya untuk memerintah Jalur Gaza. Namun Israel tidak memiliki mitra politik yang kredibel di pihak Palestina.
Mahmoud Abbas, pemimpin Otoritas Palestina/Fatah, dan antek-anteknya membenci Hamas, dan mereka secara brutal menindas Hamas di Tepi Barat, namun mereka kekurangan dukungan politik yang signifikan dari warga Palestina.
Korupsi yang meluas, kepemimpinan yang menua dan tidak tersentuh, serta kolaborasi bertahun-tahun dengan Israel telah mendiskreditkan Fatah. Terlebih lagi, para pemimpin Fatah tidak ingin mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza dengan menggunakan bantuan militer Israel, yang akan menghapus kepercayaan nasionalis yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Semua ini berarti bahwa invasi darat yang menggulingkan Hamas akan membuat Israel terjebak dalam mengelola wilayah tersebut dan terpaksa menghadapi situasi ekonomi yang sulit dan masyarakat yang bermusuhan.
Perang berkepanjangan di Jalur Gaza telah terbukti dapat mengganggu Israel secara diplomatis. Israel sedang berupaya untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi, dan Israel berharap Riyadh hanya akan meminta konsesi ringan mengenai masalah Palestina. Namun apabila terjadi perang berkepanjangan dan menyebabkan jatuhnya ribuan korban sipil serta semakin maraknya dukungan Dunia Islam terhadap Palestina, Arab Saudi mungkin akan menarik diri dari upaya normalisasi hubungan bilateral kedua negara tersebut.

Menjaga Kesunyian di Tepi Barat

Israel juga akan berusaha memastikan bahwa Tepi Barat tetap tenang, terutama jika mereka melancarkan serangan darat ke Gaza. Operasi militer Israel sebelumnya di Jalur Gaza memicu demonstrasi besar-besaran di Tepi Barat. Tepi Barat sudah berada dalam kekacauan dan diskursus publik mengenai Intifada Ketiga mulai marak.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2021 dan 2022, wilayah ini mengalami tingkat kekerasan yang tinggi, dan tahun 2023 akan menjadi lebih buruk lagi, dengan hampir 200 warga Palestina tewas di tangan Israel di Tepi Barat sepanjang tahun ini.
Peningkatan kekerasan ini sebagian disebabkan oleh lemahnya Otoritas Palestina, namun perluasan pemukiman Israel dan persekusi yang berulang kali dilakukan oleh penduduk Israel terhadap warga Palestina telah menambah ketegangan yang terjadi.
Kekerasan yang timbul dari serangan Hamas di Jalur Gaza dan respons Israel menambah bahan bakar ke dalam api. Keberhasilan serangan Hamas memberikan inspirasi bagi warga Palestina yang sudah marah, dan menunjukkan bahwa mereka dapat membuat Israel membayar akibatnya.
Yang lebih penting lagi, serangan balasan Israel akan melibatkan sejumlah besar kematian warga Palestina. Putaran kekerasan baru ini akan mengobarkan semangat perlawanan Palestina.
ADVERTISEMENT

Sandera Israel dalam Genggaman Hamas

Hal lain yang yang membuat frustrasi israel adalah masalah sandera. Tidak ada yang tahu berapa banyak sandera yang telah disandera oleh Hamas. Beberapa sandera mungkin ditawan di Gaza, sandera lainnya mungkin ditahan oleh Hamas di wilayah Israel sendiri.
Para sandera memberi Hamas pengaruh yang luar biasa dan merupakan mimpi buruk bagi para pemimpin Israel. Meskipun pasukan operasi khusus Israel sangat terampil, kesalahan kecil sekalipun dapat menyebabkan kematian banyak sandera.
Para sandera juga mempersulit operasi militer. Pada tingkat strategis, Hamas dapat mengancam nyawa para sandera jika Israel masuk ke Jalur Gaza atau mengancam kekuasaan Hamas. Pada tingkat taktis, kemungkinan adanya sandera Israel di gedung-gedung di wilayah tersebut atau di tangan para pejuang Palestina membuat operasi menjadi jauh lebih sulit, karena risiko pembunuhan warga sipil atau personel militer Israel akan selalu ada dalam setiap operasi militer Israel.
ADVERTISEMENT

Masalah Daya Gentar

Asap mengepul di atas gedung-gedung selama serangan udara Israel, di Kota Gaza, Senin (9/10/2023). Foto: MAHMUD HAMS / AFP
Salah satu tantangan terbesar bagi Israel adalah bagaimana membuat Daya Gentar Israel lebih menakutkan lagi bagi Hamas dan musuh-musuh lainny. Sebuah Daya Gentar yang berarti bahwa lawan-lawan Israel tidak boleh menyerang Israel lagi karena harga yang harus mereka bayar akan terlalu tinggi.
Meningkatkan Daya Getar Israel dengan cara yang dapat diterima secara moral dan menjamin dukungan negara lain, terutama Amerika Serikat merupakan hal yang menjadi sangat penting bagi pemimpin Israel.
Para pejabat Israel akan khawatir bahwa respons yang lunak terhadap serangan Hamas yang terjadi saat ini akan mendorong Hamas untuk menyerang lagi, dan mereka juga akan khawatir bahwa Hizbullah, Iran, dan musuh-musuh lainnya akan melihat Israel sebagai pihak yang lemah.
ADVERTISEMENT
Prinsip proporsionalitas dalam hukum internasional menuntut Israel menghindari jatuhnya korban yang berlebihan dan memoderasi respons militernya untuk fokus menghentikan ancaman dari Hamas. Sebaliknya, logika pencegahan [preventif] seringkali melibatkan korban yang tidak proporsional di pihak Palestina.

Keleluasaan bagi Hamas

Sebuah rudal meledak selama serangan udara Israel di Kota Gaza, Senin (9/10/2023). Foto: MAHMUD HAMS / AFP
Jika serangan darat ke Jalur Gaza dan tindakan preventif militer untuk meningkatkan daya gentar Israel sulit merapat, pencegahan atau tindakan preventif berarti menghalangi musuh untuk melakukan tindakan bermusuhan yang mungkin dilakukannya bukan lewat pendekatan militer.
Secara teori, Israel dapat memberi Hamas lebih banyak kebebasan dalam memerintah Jalur Gaza dan menawarkan peran yang lebih besar dalam politik Palestina. Namun, konsesi-konsesi ini mungkin akan membuat Hamas semakin kuat, dan Israel yang murka akan semakin kecil kemungkinannya untuk mengambil risiko tersebut.
ADVERTISEMENT
Serangan Hamas atas wilayah Israel lewat Operasi Badai Al-Aqsha baru-baru ini membawa tantangan serius bagi Israel. Pertama, Jalur Gaza tetap menjadi tantangan dilematis bagi Israel. Di sana tempat Hamas berkuasa dan menjadi wilayah itu sebagai pangkalan untuk menyerang Israel.
Namun, terlalu berisiko bagi IDF untuk menyerang dan menduduki Jalur Gaza. Serangan darat dan pendudukan Jalur Gaza berpotensi memperburuk keadaan. Kedua, keberhasilan Hamas dalam menyandera sejumlah warga Israel menimbulkan kesulitan-kesulitan baru dalam mengambil opsi-opsi militer dan resolusi konflik dengan Hamas.
Ketiga, kesuksesan serangan Hamas tentu saja memperlemah daya gentar Israel terhadap lawan-lawannya. Israel sangat berkepentingan untuk meningkatkan atau setidaknya memulihkan daya gentarnya. Tetapi, hal ini tidak mudah karena serangan militer preventif terhadap Hamas berpotensi mengakibatkan jatuhnya ribuan korban sipil.
ADVERTISEMENT
Sementara jatuhnya banyak korban dalam tindakan militer Israel terhadap Hamas justru akan membuat lebih banyak simpati kepada Palestina. Terakhir, pendekatan militer tidak cukup untuk mematahkan perlawanan Hamas, maka diperlukan resolusi konflik yang lain seperti memberikan keleluasaan bagi Hamas dan mengurangi tekanan terhadapnya. Meski demikian, hal ini sangat kecil kemungkinannya dilakukan oleh Israel.