Subsidi BBM dan Upaya Transisi Energi Indonesia

Muwaffaq Iqbal
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang.
Konten dari Pengguna
17 Mei 2022 19:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muwaffaq Iqbal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Subsidi di bidang energi menjadi hal yang selalu diagendakan oleh pemerintah setiap tahun. Pemerintah telah membelanjakan lebih dari 1 triliun rupiah untuk subsidi energi, termasuk Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini wajar karena masyarakat masih sangat bergantung pada BBM. Namun, ketergantungan ini ternyata membawa masalah baru yang cukup serius, yaitu masalah lingkungan berupa perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Tingginya ketergantungan pada BBM ditambah populasi penduduk Indonesia yang sangat banyak menyebabkan emisi karbon yang dihasilkan sangat meresahkan. Berdasarkan data yang ada di laman Badan Pusat Statistik (BPS), dapat diketahui bahwa emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor energi merupakan yang tertinggi dibanding sektor lain. Selain itu, emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor energi selalu mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2001, emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor energi adalah 341,919 ribu ton. Lalu, pada tahun 2017 emisi karbon yang dihasilkan sektor energi mencapai angka 559,890 ribu ton.
Kenyataan ini tentu menjadi sebuah ironi bagi Indonesia. Sebab, di saat pemerintah Indonesia telah menandatangani Paris Agreement pada tahun 2015 sebagai bentuk kepedulian Indonesia terhadap permasalahan iklim, pemerintah justru memberikan subsidi BBM yang menjadi penyumbang emisi karbon dunia. Lantas, apakah saat ini sudah waktunya bagi pemerintah untuk mulai memikirkan sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan dan berinvestasi pada energi tersebut?
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas hal tersebut lebih jauh, mari kita lihat berapa jumlah konsumsi BBM untuk mengetahui tingkat ketergantungan masyarakat pada BBM. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, konsumsi BBM masyarakat Indonesia per September 2021 mencapai 48,56 juta kiloliter (KL). Angka tersebut meningkat sebesar 3,19% apabila dibandingkan dengan tahun 2020. Jumlah ini diproyeksi mengalami peningkatan selama beberapa tahun kedepan.
Konsumsi BBM tersebut juga tidak terlepas dari kendaraan yang digunakan oleh masyarakat. Sejauh ini, kendaraan yang menggunakan BBM masih sangat mendominasi di Indonesia. Berdasarkan data di laman BPS, total kendaraan bermotor yang ada di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 137 juta unit. Sedangkan, jumlah kendaraan ramah lingkungan hanya berjumlah 10 ribu unit (data Kementerian Perhubungan), jauh di bawah kendaraan bermotor yang menggunakan BBM. Lalu, bagaimana respons pemerintah terhadap isu energi dan lingkungan ini?
ADVERTISEMENT
Saat ini, pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang dilakukan oleh Indonesia belum masif seperti negara-negara maju. Mengutip dari laman Kementerian ESDM, pemerintah sedang mengembangkan biomassa dengan cara memanfaatkan limbah industri pertanian dan kehutanan, serta pemanfaatan limbah sampah kota sebagai sumber energi. Lalu, energi angin dikembangkan dengan teknologi yang masih sederhana yang memiliki skala kecil dan menengah. Untuk energi surya, pemerintah mendorong pemanfaatan PLTS di desa dan kota serta mendorong adanya komersialisasi PLTS. Sedangkan untuk tenaga nuklir, Indonesia masih jauh tertinggal dan belum terlalu mengembangkannya karena saat ini pemerintah masih berada pada tahap sosialisasi ke masyarakat demi mendapat dukungan.
Meskipun pengembangan EBT masih berada pada tahap sederhana, setidaknya hal ini membuktikan bahwa pemerintah sudah peduli dengan isu perubahan iklim. Indonesia sendiri memiliki sumber daya energi terbarukan yang cukup meyakinkan, antara lain mini/micro hydro sebesar 450 MW, biomassa sebesar 50 GW, energi surya sebesar 4,80 kWh/m2/hari, energi angin sebesar 3-6 m/det, serta energi nuklir sebesar 3 GW.
ADVERTISEMENT
Indonesia sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama dalam memanfaatkan potensi EBT di atas. Meskipun begitu, pengembangan EBT yang masih sederhana diharapkan mampu menjadi langkah awal dalam melawan perubahan iklim. Upaya pemerintah ini tentunya perlu mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia dan dunia. Dalam rangka mengembangkan EBT, pemerintah memproyeksikan total investasi yang diserap mencapai 13,197 juta USD. Selain itu, pemerintah juga mendorong penggunaan kendaraan listrik dengan menetapkan Perpres 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Melalui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam memerangi isu perubahan iklim di atas, semoga Indonesia dapat melakukan transisi energi dari energi berbahan dasar fosil menjadi energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Sehingga, masyarakat dapat mulai mengurangi ketergantungan akan BBM bersubsidi dan emisi karbon yang dihasilkan dapat berkurang.
ADVERTISEMENT