Kesaksian Warga Setiabudi Tentang Jenazah Nenek Hindun yang Disalatkan

11 Maret 2017 18:34 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Rumah Hindun di Setia Budi. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Syamsul Bahri adalah salah satu warga yang menyalatkan jenazah Hindun (78) di Setiabudi, Jaksel. Syamsul memberi kesaksian dan penjelasan gamblang mengenai peristiwa pada Selasa (7/3) lalu.
ADVERTISEMENT
Dia menegaskan, sama sekali tidak benar kalau jenazah Nenek Hindun ditolak warga untuk disalatkan di musala. Syamsul, menyampaikan saat itu sebenarnya yang paling utama adalah agar jenazah lekas dikuburkan karena hari sudah gelap.
"Cuaca waktu sudah gelap mau hujan besar. Kalau kita ke musala lagi itu akan memakan waktu, jangan sampai ke kuburan itu malam. Akhirnya inisiatif ustaz dan tokoh-tokoh abis mayat ditutup langsung disalatin di situ (rumah). Kebetulan kalau di musala jemaah kita belum pada pulang kerja, ada yang berdagang," beber Syamsul yang ditemui di Setiabudi, Sabtu (11/3).
Menurut dia, selesai salat jenazah sekitar pukul 18.00 WIB, kemudian jenazah langsung dibawa dengan ambulans.
"Biar nggak kemaleman, sesudah di ambulans pas perjalanan di Kuningan macet, sampai di Kuningan hujan besar itu jam 18.30 WIB, sampai selesai jam 19.00 WIB kurang. Ada warga yang ikut ada yang nggak ikut, karena ada yang punya keperluan," beber dia.
ADVERTISEMENT
Syamsul juga menyampaikan ketika Nenek Hhindun meninggal, berita duka disebar di musala di RW 05.
"Itu pergerakan secara otomatis kalau warga RW 05 itu untuk berita duka cepat gotong royongnya. Saya bersama pengurus masjid, Ustaz Syafii, langsung ambil pemandian mayat di masjid lainnya, kita sorong, kita siapkan, kita hubungin pemandi mayat. Pemandi mayat orang PKS, tapi mereka nggak lihat pilihan," beber dia.
Ambulans yang dipakai menyalatkan juga dari Timses Anies-Sandi karena hanya dari mereka ambulans bisa tersedia.
ADVERTISEMENT
"Bahwa musala tidak mau mensalati itu salah. Karena kita waktu yang membuat seperti itu. Kenapa? Meninggal pukul 13.30 WIB. Pemandian jam 17.00 WIB, pemandiannya, rempah rempahnya itu butuh waktu. Abis dari pemandian selesainya jam 17.30 WIB, masuk ke rumah, karena kebetulan rumahnya gangnya sempit. Warga nyelawat langsung pulang, karena kalau tidak langsung pulang rumahnya penuh. Sampai situ mandiin, kafanin, doain, keluarga cium itu ada proses waktu. Kira-kira selesainya jam 18.00 WIB kurang," beber dia.
Rumah Hindun di Setia Budi. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)