Mendambakan Demokrasi yang Bermakna Melalui Pilkada Serentak Tahun 2024

Indra Fatwa
Advokat Kantor Hukum Fatwa dan Fatwa, Pengajar Hukum Tata Negara FH UMRI dan Anggota Bidang Hukum dan Advokasi Pemuda ICMI Provinsi Riau.
Konten dari Pengguna
28 Maret 2024 17:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indra Fatwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi warga usai menggunakan hak suaranya pada Pilkada serentak. Foto: Aditya Aji/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi warga usai menggunakan hak suaranya pada Pilkada serentak. Foto: Aditya Aji/AFP
ADVERTISEMENT
Hiruk pikuk penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024 berangsur-angsur mulai mereda seiring dengan telah diumumkannya penetapan suara nasional hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia pada Rabu 20 Maret 2024 kemarin.
ADVERTISEMENT
Meskipun beberapa catatan masih ditemui pada penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024, namun sebagai sebuah negara kita tetap patut berbangga. Pasalnya sebagai negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia, Indonesia telah kembali berhasil membuktikan dapat menyelenggarakan Pemilu dengan kondusif dan lancar sesuai dengan agenda konstitusional yang ada.
Tidak hanya itu, partisipasi pemilih pada Pemilu tahun ini juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilu sebelumnya. Fakta tersebut tentu sangat menggembirakan bagi negara yang menganut konsep kedaulatan rakyat seperti Indonesia. Capaian positif itu kemudian diharapkan dapat menular ketika kita menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada bulan November yang akan datang.
Sebagaimana yang kita ketahui, 2024 merupakan tahun yang padat dengan agenda politik nasional. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan kehidupan demokrasi di Indonesia, Pemilu dilaksanakan pada tahun yang sama dengan Pilkada. Lebih lanjut penyelenggaraan Pilkada serentak tahun ini, juga merupakan kali pertama dilaksanakan di seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terkecuali bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kabupaten/Kota Administratif di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, yang memiliki mekanisme pengisian jabatan kepala daerah tersendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jadwal pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024.
Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024, pelaksanaan pemungutan suara akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024. Sementara tahapan awal Pilkada akan dimulai sejak 5 Mei 2024. Maka tidak heran, setelah Pemilu serentak Tahun 2024 usai, perhatian publik sudah mulai tertuju pada Pilkada serentak tahun 2024.

Demokrasi yang Bermakna

Sejak diterapkannya model pemilihan langsung dalam pengisian jabatan Kepala Daerah di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinamika pengisian jabatan politik di daerah menjadi semakin menarik. Pilkada sudah semestinya menjadi ajang bersama bagi semua unsur yang terlibat di dalamnya, untuk terus mengupayakan terciptanya peningkatan kualitas demokrasi.
ADVERTISEMENT
Salah satu ciri dari peningkatan kualitas demokrasi dalam Pilkada adalah, terwujudnya demokrasi yang bermakna dengan berlandaskan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil) . Sehingga apa yang dimaksudkan oleh konstitusi di dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) Tahun 1945 agar kepala daerah dipilih secara demokratis, tidak diartikan dengan menghadirkan demokrasi prosedural semata melalui agenda Pilkada setiap lima tahun sekali.
Fenomena praktik demokrasi prosedural merupakan hambatan nyata bagi kelangsungan sistem politik demokrasi di suatu negara. Dikarenakan hal tersebut hanya menitikberatkan pada pemenuhan aspek prosedur saja, namun mengabaikan aspek substansi atau tujuan utama dari demokrasi itu sendiri.
Dalam rangka mewujudkan demokrasi yang bermakna pada Pilkada serentak tahun 2024, semua unsur yang terlibat di daerah harus berperan sesuai kapasitasnya untuk mencegah terjadinya praktik demokrasi prosedural. Beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan di antaranya adalah sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Pertama, unsur lembaga penyelenggara. Lembaga penyelenggara dalam hal ini KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah, harus menjamin independensi kelembagaan untuk bebas dari pengaruh dan intervensi pihak mana pun dalam melaksanakan kewenangannya. Hal ini wajib diupayakan sejak dini oleh lembaga penyelenggara, dikarenakan akan berpengaruh pada legitimasi rakyat di daerah terhadap hasil dari penyelenggaraan Pilkada tersebut.
Kedua, unsur peserta. Menarik untuk ditunggu kiprah lebih lanjut dari calon-calon perseorangan yang bersaing dalam kontestasi Pilkada. Walaupun sampai dengan saat ini, presentasi kemenangan dalam Pilkada masih didominasi oleh calon yang diusung oleh partai politik.
Namun sesungguhnya calon perseorangan dapat menjadi alternatif pilihan bagi pemilih sebagai antitesa dari calon yang diusung partai politik, apabila bisa menawarkan ide dan gagasan yang tidak dapat ditemui dari calon yang diusung oleh partai politik. Di sisi lain, keberadaan partai politik sebagai institusi sentral di dalam praktik negara demokrasi modern, harus mau mengevaluasi mekanisme rekrutmen calon yang akan diusung dalam Pilkada selama ini.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu calon yang diusung nantinya betul-betul dianggap mewakili kehendak rakyat serta sesuai dengan kebutuhan pemimpin yang ada di daerah. Fenomena menurunnya tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai politik harus diantisipasi dengan serius oleh partai politik, mengingat perannya yang begitu sentral bagi kelangsungan kehidupan negara demokrasi.
Ketiga, unsur pemilih. Kesadaran politik warga negara yang dibangun atas dasar tujuan untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas, haruslah terus ditanamkan dalam diri setiap pemilih. Sehingga berbagai praktik penyimpangan yang berpotensi terjadi dalam rangka merebut suara rakyat, dengan sendirinya dapat dibendung oleh perilaku pemilih yang sudah tidak menghendaki hal tersebut.
Lebih lanjut, hal tersebut pasti akan berpengaruh pada kualitas pemimpin yang dihasilkan, serta berkontribusi terhadap perwujudan demokrasi yang bermakna di dalam Pilkada serentak yang akan datang.
ADVERTISEMENT