Lunpia Gang Lombok, Jantung Hati Kuliner Khas Semarang

Indah Salimin
Senior Copywriter at Digital Skola
Konten dari Pengguna
4 Mei 2019 21:11 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Salimin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lunpia Gang Lombok bagi saya sebelumnya seperti sebuah rumor. Saya sering mendengar tentangnya, tapi belum benar-benar membuktikan sendiri. Soalnya, demi menemukan lunpia legendaris ini, upaya yang harus saya tempuh berlapis.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya harus menemukan tempatnya yang tersembunyi di Gang Lombok, yang mampu membuat pendatang seperti saya sering kesasar, sehingga mencarinya sudah merupakan tantangan tersendiri. Saya juga harus menghadapi antrean yang menggetarkan hati. Walau tak semenyeramkan antrean nonton film Avengers: End Game, tetap saja cukup membuat orang-orang yang malas antre bisa putar balik.
Namun konon, memperjuangkan sesuatu yang sulit didapatkan itu seringnya akan berbuah manis. Karenanya, di hari libur May Day tanggal 1 Mei 2019, saya membulatkan tekad untuk mencicipi sendiri lunpia terkondang di Semarang ini.
Tempatnya ternyata tidak jauh dari pusat kota. Kios kecil nan klasik ini berada di Gang Lombok, tepat di samping Kelenteng Tay Kak Sie. Lebih tepatnya lagi di Jalan Gang Lombok No. 11, Purwodinatan, Semarang Tengah, Purwodinatan, Semarang Tengah, Kota Semarang. Saya sampai sekitar pukul 14.oo WIB dan seperti yang saya duga, antreannya seperti tak ada habisnya.
Foto: Indah Salimin
Cara mendapatkan Lunpia Gang Lombok adalah kamu harus mendaftarkan namamu beserta jumlah pesanan dan catatan apakah bakal menyantap di tempat atau dibungkus. Tunggu hingga namamu dipanggil beserta lunpia pesanan yang sudah disiapkan kemudian bayar.
ADVERTISEMENT
Saya menunggu sekitar sepuluh menit sebelum bisa memesan. Bersamaan dengan seorang ibu-ibu yang memesan 20 porsi. Saya jadi sedikit malu-malu karena hanya pesan dua porsi, satu lunpia basah dan satu lunpia kering karena kebetulan memang hanya dua varian ini yang disediakan Lunpia Gang Lombok.
Saya diminta menunggu 30 menit untuk dua porsi tersebut. Tak masalah, sudah kepalang basah penasaran saya pada lunpia ini. Oh iya, untuk harga dua jenis lunpia ini dibanderol masing-masing Rp 15.000 per porsi.
Foto: Indah Salimin
Sambil menunggu, Saya jadi menyadari hawa Semarang terik sekali, saya lalu tergoda memesan minuman. Oleh karena Lunpia Gang Lombok tidak menyediakan minuman, saya jadi melirik warung es di dekat situ.
Hanya berjarak satu warung makan, ada penjual es yang tak kalah klasiknya. Namanya kios ANEKA ES. Sesuai namanya, ada beraneka es yang disediakan di kios sederhana ini yaitu es campur, es buah, es cao, es kelapa muda, es kopyor, dan es jeruk.
Foto: Indah Salimin
Harganya? Jangan kaget karena harga minuman paling murah hanyalah Es Jeruk, yakni Rp 12.000 per porsi. Es lainnya dijual seharga Rp 28.000 per porsi. Khusus untuk es kopyor, harganya Rp 42.000 per porsi. Mahal? Rasakan dulu kesegarannya sebelum menilai mahal atau tidaknya.
Foto: Indah Salimin
Saya memesan dua es, yakni es campur dan es cao. Tidak lama setelah memesan, dua piring es diantarkan ke meja yang saya tempati di Lunpia Gang Lombok. Pemilik dua kios ini memang tak ada hubungan saudara, tapi saling mendukung sejak dulu kala.
ADVERTISEMENT
Kios Aneka Es sudah buka sejak 1947 dan kini dijalankan oleh generasi kedua. Lebih muda, memang, dibandingkan Lunpia Gang Lombok yang kini sudah sampai generasi keempat. Tapi soal keklasikan rasanya, rasa es dari Aneka Es sulit disaingi.
Foto: Indah Salimin
Foto: Indah Salimin
Yang membuat es cao dan es campur Aneka Es terasa istimewa, jelas adalah sirup prambosen-nya. Sirup tanpa pengawet dan pemanis buatan ini dibuat sendiri sehingga kamu tidak akan menemukan rasa yang sama di tempat lain. Tidak ada jejak rasa pahit apapun dalam tiap suap es yang masuk ke tenggorokan.
Es Cao-nya berisi es serut, sirup prambosen, potongan cao, kolang-kaling, dan kelapa muda. Sedangkan es buahnya berisi potongan blewah, cao, kolang-kaling, kelapa muda, manisan mangga muda, pepaya, es serut. dan sirup prambosen. Segarnya dua minuman ini membuat penantian saya pada dua porsi Lunpia Gang Lombok jadi tak terlalu berat.
ADVERTISEMENT
Sesuai janji, sekitar 30 menit, dua porsi lunpia pesanan saya tiba. Masing-masing disajikan dengan tambahan cabai dan daun bawang segar serta saus kental dengan cacahan bawang putih. Akhirnya, akan segera tuntas rasa penasaran saya.
Foto: Indah Salimin
Pilihan pertama saya jatuh pada lunpia basah. Warnanya putih, senada dengan piring yang dipakai untuk menyajikan. Gigitan pertama, sesungguhnya tidak terlalu mengejutkan karena saya sudah pernah makan lunpia Semarang sebelumnya. Komposisi udang, rebung dan telurnya sudah bisa Saya ekspektasikan.
Yang istimewa dari Lunpia gang lombok adalah porsinya yang cukup besar serta rebung yang tidak bau sebagaimana lunpia Semarang lain yang pernah Saya coba. Satu porsi lunpia basah ini disajikan menjadi empat potong. Tentu saja, porsi ini cukup mengenyangkan bagi saya.
Beralih kepada lunpia goreng, rasa gurihnya lebih kuat dibandingkan versi basah. Proses penggorengan yang dilakukan langsung di tempat, membuat lunpia yang saya makan masih hangat dan membuat gurihnya lebih memikat. Paduan rebung, telur, dan udangnya khas. Membuat tak terasa dua potong sudah masuk dalam kunyahan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada kekecewaan dalam tiap suap yang saya rasakan. Lunpia Gang Lombok berhak mendapatkan semua kepopuleran yang sudah disandang.
Foto: Indah Salimin
Setelah makan, saya berkesempatan ngobrol dengan Valen--generasi kelima pengelola Lunpia Gang Lombok yang kini duduk di kelas XI SMA. Setiap hari libur, Valen membantu ayah, ibu, dan pamannya berjualan di kios. Dari Valen, Saya tahu bahwa kios Lunpia Gang Lombok kini dimiliki oleh Purnomo Usodo atau Pak Untung, paman dari Valen.
Menurut cerita Valen, usaha lunpia keluarganya ini sudah ada selama ratusan tahun. Generasi pertama pencipta lunpia Gang Lombok adalah Tjoa Thay Joe yang merupakan pendatang di Semarang yang kemudian menikah dengan wanita Jawa bernama Warsih. Baik Pak Untung maupun Valen tidak bisa memberikan angka pasti, namun diperkirakan Lunpia Gang Lombok sudah ada sejak awal abad ke-20 atau bahkan akhir abad 19.
ADVERTISEMENT
Berawal dari usaha sederhana, Lunpia Gang Lombok kini bisa menjual 500 porsi per hari setiap hari biasa dan lebih dari 1.000 porsi lunpia di hari libur. Jumlah yang cukup fantastis, kan?
Saya jadi berpikir, bahwa pencinta Lunpia Gang Lombok bisa jadi tidak hanya cinta pada rasa lunpia basah atau keringnya. Tapi juga pada ketersembunyian kiosnya, pada sejarahnya, atau pada seni mengantrenya. Mungkin hal-hal itu yang mendorong membuat peminat Lunpia Gang Lombok terus mengalir seperti air di sungai depan kiosnya.
Jadi, kapan mau mencoba lunpia legendaris Semarang ini?