‘Seng Boleh Buang Sampah di Laut, Ibu’

Indonesia Mengajar
Gerakan Indonesia Mengajar adalah inisiatif masyarakat yang berani memajukan pendidikan mulai dari penjuru Indonesia
Konten dari Pengguna
26 April 2019 13:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indonesia Mengajar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Belajar di pantai (Foto: Dokumentasi pribadi/@Ind_Mengajar).
zoom-in-whitePerbesar
Belajar di pantai (Foto: Dokumentasi pribadi/@Ind_Mengajar).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dong, di sini itu bodoh, Ibu. Kepala batu, kepala angin, seng tau sopan pula,” (Dia di sini itu bodoh, Ibu. Keras kepala, tidak pandai, tidak tau sopan lagi)." Teringat jelas ucapan laki-laki itu tentang anak-anak yang sekolah di SDK Telalora.
ADVERTISEMENT
“Kunci mengajar dong itu cuma satu, tabah sa. Dong mau paham ka seng, Ibu seng usah pusing. Yang penting Ibu su kasih pelajaran, pulang sudah. Toh gaji tetap sama to (Kunci mengajar dia itu cuma satu, tabah saja. Dia paham atau tidak, Ibu tidak perlu pusing. Yang penting Ibu sudah mengajar, pulang saja. Gaji tetap sama kan),” lanjutnya lagi, yang tidak aku tanggapi serius.
Aku bosan dengan persepsi negatif yang dijejalkan masuk ke otakku sejak pertama aku datang ke sini. Bicaralah apa saja, aku sendiri yang akan membuktikan benar atau salah.
Untuk urusan kepala batu, kepala angin, dan sopan santun, aku buktikan itu salah. Bukti itu ada pada Dede, anak didikku.
Dede, salah satu murid di SDK Telalora (Foto: Dokumentasi pribadi/@Ind_Mengajar).
Salah satu materi pelajaran IPS Kelas III tentang melestarikan lingkungan alam dan buatan berhasil dipraktikkan ilmunya dengan sangat sempurna oleh Dede --panggilan kecil dari Desi Mario Unkelefta--.
ADVERTISEMENT
“Dede, pi menyimpan daun-daun itu ke laut (Dede, pergi buang sampah-sampah itu ke laut),” perintah rekan guru saat kegiatan bersih-bersih sekolah. Dede dengan sigap mengambil daun-daun itu, lalu..
“Ibu, buang di sini sa. Seng boleh buang sampah di laut,” tegasnya pada guru itu. Mendengar ucapan Dede, guru tersebut sedikit kesal, tapi tidak membalas apa-apa. Aku hanya tersenyum puas. Dalam hati aku berkata, tepuk salut untuk Dede! Hahaha!
Faktanya, mereka tidak bodoh. Ketiadaan guru yang menyebabkan mereka sedikit tertinggal dibanding yang lain. Aku yakin kalau sebenarnya prajurit-prajurit pesisirku ini tidak kalah pintar dibanding anak-anak Indonesia sebelah barat sana.
*Ditulis oleh Habibah Nurul Istiqomah, Pengajar Muda XII Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku.
ADVERTISEMENT