Gempa Cianjur: Cerita Korban Sekaligus Wartawan

Ikhwanul Habibi
Kepala Peliputan kumparan. Jangan egois, mari berbagi kisah di kumparan!
Konten dari Pengguna
23 November 2022 18:00 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikhwanul Habibi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ano, saya, Iqbal, dan Soebhan di tengah liputan di Cugenang
zoom-in-whitePerbesar
Ano, saya, Iqbal, dan Soebhan di tengah liputan di Cugenang
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya sebelumnya pernah merasakan puluhan gempa dan bencana, tapi berada di bermacam posisi, sebagai korban, relawan atau wartawan yang bertugas meliput bencana. Paling sering memang di posisi wartawan yang meliput bencana.
ADVERTISEMENT
Tapi gempa yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Senin (21/11) pukul 13.31 WIB membuat saya berada dalam dua posisi sekaligus, korban dan wartawan. Saya menjadi korban karena saat kejadian, saya dan keluarga sedang berada di rumah kami di Cianjur. Biasanya di weekdays saya berada di Jakarta dan tinggal di rumah kami di Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Tapi karena tim redaksi kumparan kembali WFH dan kondisi badan saya yang kurang sehat, sehingga pada Senin itu saya tetap berada di Cianjur bersama istri, anak, mertua dan beberapa anggota keluarga lain.
Hari itu saya baru saja melakukan swab antigen dengan hasil negatif. Sekitar pukul 11.00 WIB saya berada di rumah sambil menunggu jadwal bertemu dengan dokter THT.
ADVERTISEMENT
Pukul 13.30 WIB, saya sedang makan siang di ruang makan. Anak saya sedang digendong neneknya di ruang tengah berjarak kurang lebih 6 meter dari saya, sedangkan istri berada di kamar atas sehabis mandi dan bersiap online meeting. Baru masuk suapan keempat, gempa mengguncang. Tanah serasa diangkat ke atas kemudian langsung dibanting ke bawah, setelah itu digoyang maju mundur, kiri dan kanan.
Saya sontak berteriak ke mertua yang sedang menggendong anak saya. "Mama lari, cepet lari," teriak saya. Tapi mertua saya dalam kondisi shock, bingung harus bagaimana dan hanya bisa terdiam di tengah guncangan dan plafon rumah serta beberapa kaca yang berjatuhan.
Tanpa pikir panjang saya langsung lari dan mendorong mertua bersama anak saya agar bisa segera keluar rumah. Kami berhasil keluar, sekitar 3 detik kemudian, istri yang berlari dari lantai atas juga berhasil keluar. Sesampainya di luar rumah, suasana begitu kelam, pandangan tertutup debu dari rumah-rumah tetangga yang juga masih berguncang.
Kerusakan rumah akibat gempa
Setelah semua anggota keluarga sudah di luar rumah, saya langsung mengetik dua kata di grup koordinasi kantor "Cianjur gempa". Kemudian saya masuk ke rumah dan melihat kondisi sudah berantakan, pecahan kaca dan plafon berserakan. Foto kondisi rumah langsung saya kirim ke grup koordinasi kantor agar segera dijadikan berita. 10 menit setelah gempa terjadi, saya cek aplikasi dan twitter BMKG, belum ada informasi terkait gempa yang guncangannya terasa hingga Jabodebek itu.
ADVERTISEMENT
Saya lalu melihat kondisi lantai dua rumah, beberapa barang jatuh dan sambungan plafon rusak, namun tak separah ruangan di lantai satu. Setelah itu baru terasa ada rasa perih di kaki, ternyata saya menginjak pecahan kaca saat berlari keluar rumah tadi.
Jaringan listrik langsung mati disusul jaringan provider seluler juga melambat. Jalur komunikasi sangat terhambat namun kami masih bisa memastikan seluruh keluarga di Cianjur dalam kondisi selamat.
Koordinasi dengan grup kantor terus berlanjut dan akhirnya diketahui, pusat gempa berkekuatan 5,6 magnitudo memang berada di Cianjur dengan kedalaman 10 Km. Banyak bangunan rusak dan korban jiwa mulai berjatuhan.
Head of Video kumparan, Dede Rohali, kemudian mengontak saya, menanyakan kondisi saya dan keluarga. Setelah tahu kondisi kami sekeluarga baik-baik saja, Dede menanyakan apakah memungkinkan saya melakukan live report by Zoom, saya menyanggupi melakukan live report.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, saya kemudian melakukan live report dari balkon lantai dua, tujuannya agar momen-momen para tetangga yang sedang membetulkan atap rumah yang rusak akibat gempa bisa terekam dari kamera ponsel sehingga teman kumparan bisa melihat gambaran real time kondisi warga Cianjur. Namun, di tengah live report gempa kembali mengguncang, saya masih melanjutkan live report sambil lari keluar rumah.
Gempa susulan terus terjadi, tetangga kami mulai memutuskan untuk mengungsi. Akhirnya kami sekeluarga memutuskan untuk sementara tinggal di rumah saudara yang berjarak 20 km dari pusat kota Cianjur dan dirasa jauh lebih aman karena jaraknya lebih jauh dari epicenter gempa.
Saya kemudian meminta Reza Aditya, editor multichannel kumparan untuk mengkoordinasikan tim dari Jakarta yang akan diberangkatkan ke Cianjur. Saya meminta tim mengambil jalur Jonggol karena jalur dari Puncak ke arah Cianjur terputus akibat longsor imbas gempa.
Saya saat live report dari lokasi gempa di Cugenang
Keesokan harinya, Selasa (22/11) saya bersama tim dari Jakarta dan Bandung yang sudah sampai di Cianjur di Senin malam langsung berpencar ke 6 titik. Saya bersama Soebhan Zainuri dan Rachmadi Rasyad menuju ke Cugenang, daerah yang paling parah terdampak gempa. Kami langsung mengambil beberapa video proses evakuasi korban yang tertimbun longsoran tanah, mewawancarai beberapa saksi mata dan korban, kemudian melakukan live report sembari Soebhan menerbangkan drone.
ADVERTISEMENT
Menjelang siang, sekitar pukul 10.30 WIB, kami mendapatkan informasi Presiden Jokowi akan mengunjungi lokasi longsor terparah di Cugenang. Saya dan Soebhan langsung meluncur ke lokasi. Saya mencoba menggeber mobil sekencang mungkin, namun jalan rusak dan banyaknya tanah, batu dan batang pohon yang tececer memaksa saya hanya bisa membatasi kecepatan mobil di 40 km/ jam.
Sampai di lokasi longsor terparah Cugenang, sama bertemu dengan M Iqbal, editor politik dan Aditia Noviansyah (Ano), editor foto yang sudah lebih dulu berada di lokasi. Iqbal dan Ano sudah sejak pagi di lokasi dan sudah mendapatkan beberapa wawancara dan visual yang langsung dikirim ke grup koordinasi kantor.
Kami berbagi tugas, Soebhan fokus ambil video dan menerbangkan drone, Iqbal fokus memantau evakuasi, Ano fokus foto dan saya melakukan live report. Sekitar pukul 12.30 WIB, Presiden Jokowi yang disambut beberapa pejabat sampai di lokasi. Kurang lebih 20 menit Jokowi berada di lokasi.
ADVERTISEMENT
Saat saya melakukan live report, ada dua jenazah ibu dan anak yang berhasil dievakuasi. Pak Deden, pemilik warung yang tertimbun tanah langsung menangis kencang mendapati anak dan istrinya ditemukan dalam kondisi meninggal. Sopir ekskavator yang mengangkat jenazah anak Pak Deden dari dalam tanah juga tak kuasa menahan tangis.
Selama berada di Cugenang, gempa susulan beberapa kali terjadi.
Menjelang sore, saya bertanya ke Soebhan, "Ban, kapan terakhir makan?". Ternyata Soebhan terakhir makan Senin (21/11) malam, itupun hanya segelas Popmie yang masuk ke perutnya.
"Sudah sah jadi wartawan bencana kalau makannya cuma Popmie," kata editor megapolitan, Doni di grup koordinasi.
Kami harus menempuh perjalanan lebih dari 12 km untuk menemukan tempat makan yang buka. Di pusat kota Cianjur, banyak warung makan dan restoran yang tutup.
Nasi Padang hasil perjuangan 12 km
Di rumah makan Padang yang berada 200 meter di sebelah Pendopo Kabupaten, tanpa ragu Soebhan langsung memesan dua nasi dengan lauk seadanya, itu saja harus bersaing dengan para prajurit marinir yang juga terlihat sudah berkeliling mencari warung makan yang buka.
ADVERTISEMENT
Setelah makan kami berkeliling ke pos pengungsian. Pengungsi yang berada di pusat kota Cianjur rata-rata dalam kondisi baik, kebutuhan utama tercukupi dan tempat cukup memadai untuk pengungsi.
Kondisi pengungsi di pusat kota berbeda dengan para korban yang berada di Desa Cibereum, Kecamatan Cugenang. Rumah mereka rusak parah, namun hingga Rabu (23/11) atau hari ketiga bencana, para korban belum mendapatkan bantuan apa pun. Belum ada pihak pemerintah maupun relawan yang datang ke lokasi itu.
Iqbal yang melakukan liputan di RW 6, Desa Cibereum, Kecamatan Cugenang, mendapati para korban sangat membutuhkan bantuan. Iqbal akhirnya berinisiatif untuk menggalang donasi mandiri dan langsung membelikan beberapa kebutuhan utama seperti terpal untuk atap tidur, makanan, selimut dan lainnya. Salut untuk Iqbal yang di tengah liputan tidak melupakan nilai-nilai kemanusiaan.
ADVERTISEMENT