Netralitas Intelijen dalam Ranah Negara Demokrasi

I Gusti Ngurah Krisna Dana
Dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Warmadewa
Konten dari Pengguna
31 Maret 2023 20:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Gusti Ngurah Krisna Dana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi badan intelijen. Foto: Gorodenkoff/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi badan intelijen. Foto: Gorodenkoff/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam fungsinya, intelijen digunakan atau ditujukan dalam memberi informasi kepada User untuk mencegah suatu peristiwa terjadi. Dalam konteks negara, maka Presidenlah yang menjadi user dari sebuah Badan Intelijen untuk menjaga kondusifitas suatu negara agar terbebas dari ancaman luar dan dalam negeri. Keamanan negara dalam bingkai intelijen kerap digambarkan dengan aktivitas rahasia dengan sedikit informasi yang muncul di ruang publik.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, keberadaan Badan Intelijen Negara (BIN) pada masa menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) kerap mendapat pertanyaan publik mengenai netralitas intelijen dalam menyongsong tahun Pemilu. Hal ini berkaitan dengan paragraf pertama mengenai cara kerja intelijen yang rahasia, sunyi dalam senyap dalam mencari, menggali dan memberi informasi kepada users. Pada tulisan ini, saya memiliki opini dalam melihat intelijen yang ada dalam ranah negara demokrasi, utamanya dalam melihat independensi lembaga intelijen dari perspektif demokratisasi.

Demokratisasi Intelijen

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan. Foto: BIN
Berbicara mengenai definisi intelijen, tulisan dari Shulky dan Schmeitt (2002) berjudul Silent Warfare: Understanding the World of Intelligence, yang mengatakan bahwa intelijen mengacu pada informasi relevan dari implementasi kebijakan pemerintah demi mengejar kepentingan keamanan nasional serta untuk menghadapi lawan-lawan aktual dan potensial (Actual and Potential Adversaries).
ADVERTISEMENT
Tulisan tersebut memberi pengertian bahwa keamanan nasional menjadi pokok penting dalam intelijen. Kemudian, muncul pertanyaan dalam benak penulis tentang bagaimana sejatinya rekonsiliasi antara intelijen dan demokrasi? Serta melihat kondisi intelijen di tengah pusaran negara demokrasi.
Seperti yang diketahui, konsep kerja intelijen dan demokrasi merupakan dua entitas yang berbeda. Intelijen yang terkenal dengan semboyannya yaitu Velox et Exactus yang artinya kerja secara cepat, akurat dan tepat. Institusi intelijen yang merupakan bagian dari institusi keamanan negara juga memberi informasi secara rahasia serta memiliki kebebasan dalam mencari informasi demi untuk diserahkan kepada pengguna (User).
Kondisi berbeda ditunjukkan oleh definisi serta asas-asas demokrasi. Keterbukaan, akuntabilitas serta check and balances dari institusi internal intelijen, eksekutif, legislatif hingga masyarakat sipil. Berdasarkan hal ini, Ikrar Nusa Bhakti (2017) dalam tulisannya mengenai perspektif demokratisasi intelijen menyatakan bahwa timbul dilema dalam memandang cara kerja lembaga intelijen yang dapat beradaptasi dengan norma-norma demokrasi.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, demokratisasi intelijen merupakan hasil dari tiga hal, yakni intelijen dibutuhkan agar sistem demokrasi tetap bertahan, gagasan agar transparansi kinerja intelijen dibutuhkan pasca serangan teroris 9/11 di Amerika sehingga transparansi kinerja intelijen menjadi bagian penting dari demokratisasi intelijen, serta yang terakhir adalah efek globalisasi yang mencetuskan untuk lebih menghargai HAM, demokrasi dan lingkungan hidup yang bermuara pada demokratisasi intelijen di seluruh dunia (Bakti, 2017).
Melihat fenomena tersebut, maka sistem adaptasi intelijen dalam negara demokrasi layaknya akan mengikuti perubahan kondisi politik internal dalam sebuah negara. Dalam melihat dunia intelijen di Indonesia, tentu perbedaan muncul ketika zaman orde baru yang kental dengan nuansa otoriter dengan kondisi pasca orde baru, yang mulai menganut norma demokrasi.
ADVERTISEMENT
Wajah intelijen pun menurut penulis telah berubah secara lambat tapi pasti menuju berwajah sipil, seperti contoh saat Covid-19 menyerang Indonesia. Tentu kita ingat, saat pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, Badan Intelijen Negara (BIN) di era Presiden Jokowi turut terjun menampakkan diri dalam mengedukasi masyarakat, memberikan vaksinasi secara door to door ke masyarakat. Meskipun, jika dilihat dalam prosesnya rentan menimbulkan dilema karena untuk menyesuaikan dengan norma-norma demokrasi yang bekerja akibat kerja intelijen yang identik dengan kerahasiaan serta Velox et Exactus.
Ketangguhan agen-agen intelijen dalam mencegah ancaman local dan global serta menjaga kondusifitas keamanan nasional, sebelum dan sesudah Pemilihan Umum (Pemilu) patut diacungi jempol. Saya beranggapan, proses pemilihan umum yang berjalan dengan sedikit banyaknya menimbulkan kegaduhan di tingkat nasional dan internasional merupakan proses dari adaptasi intelijen dalam negara demokrasi seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
Badan Intelijen Negara (BIN) selaku induk institusi Intelijen di Indonesia, diharapkan mampu untuk menjaga netralitas dalam menyongsong pesta demokrasi 2024, serta tetap fokus dalam memberikan informasi yang velox et exactus kepada user, yakni Presiden. Demokratisasi intelijen mampu berjalan dengan baik apabila unsur netralitas serta cepat dan tepat dalam mendeteksi ancaman dapat terlaksana dengan baik. Meskipun, akhir-akhir ini nampak pemberitaan di media yang mempertanyakan netralitas BIN yang “goyah” akibat pernyataan Kepala BIN, Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan, dalam menyebut aura Presiden Jokowi pindah sebagian ke Menhan Prabowo Subianto.
Terlepas dari segala kontroversial, patut kita ingat bahwa sosok Bapak Budi Gunawan memiliki peranan besar serta turut menjadi tokoh sentral dalam mediasi Jokowi-Prabowo di tengah polarisasi masyarakat Indonesia terjadi pasca Pilpres 2014 dan 2019. Saya menaruh harapan tinggi kepada entitas unsur-unsur intelijen se-Indonesia, untuk mampu menjadi garda terdepan dalam mencegah ancaman luar dan dalam negeri, serta yang utama adalah menjaga netralitas demi untuk merawat kondusifitas bangsa menjelang & pasca Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT